Terik matahari begitu menyengat tubuh wanita berkulit hitam. Sinarnya terasa membakar seluruh raga, panasnya terasa di atas kepala. Dia mendongak ke atas menutupi wajahnya menggunakan tas yang ia bawa.
"Panas sekali, udah hitam tambah hitamlah kulitku ini," gumamnya seraya melangkah.
Banyak pasang mata memperhatikan Bian. Mereka ada yang menatap aneh, menatap jijik, bahkan menatap tajam ke arahnya.
Bian memperhatikan mereka, dia tersenyum ramah namun malah di balas dengan cebikan jijik. Bian sudah menduga kalau ini pasti akan terjadi kepadanya. Dia kembali melangkah mencari pekerjaan.
Matanya melihat sebuah lowongan di rumah makan dan ia mendekatinya.
"Permisi."
"Pergi, pergi! Kami tidak memiliki uang untuk pengemis sepertimu!" Usirnya mengira kalau Bian adalah pengemis.
Bian mengernyit bingung, ia meneliti penampilannya. Kulit hitam, kemeja cokelat, celana jeans panjang hitam, tas selempang usang. Hatinya seketika tercubit, kini ia paham kenapa ibu pemilik warung itu mengira dirinya pengemis.
"Maaf, Bu. Saya bukan pengemis, saya cuman ingin mencari pekerjaan di sini. Siapa tahu Anda membutuhkan seseorang untuk membantu Anda bekerja."
"Saya tidak butuh orang dekil seperti mu. Pergi! Tidak ada lowongan untuk wanita kotor seperti mu." Ujarnya ketus seraya mendorong tubuh Bian.
Bian menunduk tak berani mengangkat wajahnya, dia sedikit membungkukkan tubuhnya dan permisi pamit.
"Maaf, saya mengganggu waktu Anda. Saya permisi dulu." Bian meninggalkan tempat tersebut berjalan lagi mencari pekerjaan. Demi bisa membebaskan sang Ibu dari jerat hutang, ia akan melakukan apapun dan akan tetap semangat.
Dia mendekati area parkiran mobil yang ada di salah satu tempat pembangunan ruko di sana. Matanya memperhatikan seorang pria yang menurutnya mencurigakan. Bian mendekati pria tersebut ingin melihat lebih lanjut apa yang sedang di lakukannya. Pria itu celingukan berjongkok mengempesi ban mobil milik orang lain kemudian mencongkel jendela kacanya.
"Kau sedang apa?" tanyanya mengagetkan orang itu sampai terlonjak kaget.
Pria itu mengedarkan pandangan, matanya melotot melihat pemilik mobilnya mendekat. Dia ingin kabur malah di cegah oleh Bian.
"Kau mau apa? Pasi kau mau mencurikan kan? atau kau mau membuat celaka pemilik mobil ini?" Bian mencekal bajunya supaya tidak kabur.
"Lepaskan saya Nona! Saya tidak punya urusan dengan Anda. Anda tidak usah ikut campur urusan saya!" sentaknya mendorong tubuh Bian sampai terbentur dan membuat mobilnya berbunyi.
Pemiliknya terkejut. Dia melihat wanita berkulit hitam dan seorang pria. "Hei, kalian mau mencuri ya!" pekiknya mendekati.
Bian terkejut ada orang, dia takut di tuduh macam-macam dan ia malah kabur begitupun dengan prianya yang juga sudah kabur duluan.
"Pencuriiii.... ada pencuri di sini... kejar dia!" pekik pemilik mobilnya mengejar Bian.
"Mana pencurinya, Tuan Abraham?" tanya satpam yang ada di tempat pembangunan tersebut.
"Dia lari kesana, Pak. Ke dalam proyek." Pria itu menunjuk kemana Bian lari dan orang-orang mengejarnya termasuk Tuan Abraham sendiri.
Bian menoleh kebelakang melihat beberapa orang mengejar. Dia segera berlari berharap tidak tertangakap. Saking takut dan gugup, ia sampai ikutan lari.
"Berhenti! Jangan lari kau Nona!" pekik Tuan Abraham.
"Tangkap wanita hitam itu! Jangan biarkan dia lolos!" pekik yang lainnya ikut mengejar paling depan.
Bian menubruk siapa saja yang menghalanginya sampai ia terperosok ke kubangan pasir di tengahnya tergenang air yang di gunakan untuk adukan bahan bangunan.
Bruuukkk....
Bian terjatuh tercebur ke kubangan air tersebut, sampai pasir bercampur semen itu menutupi seluruh wajah dan tubuhnya.
Sudah banyak orang mengkerumuni Bian menatap kasihan. Kasak-kusuk pun mulai terdengar dari mulut mereka.
"Kasihan wanita itu, pasti dia tidak akan bisa lolos dari Tuan Abraham. Diakan ketahuan mau mencuri."
"Itu sih ulahnya, siapa suruh mencuri pasti kena hukum. Apesnya dia malah lari kesini, sudah hitam tambah dekil pula, hahaha." Sebagian darinya ada yang menghina Bian.
Pak satpam, Tuan Abraham dan beberapa penjaga di bangunan tersebut mendekati kubangan pasir tersebut.
"Siram dia pakai air, lalu bawa dia ke kantor polisi untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya!" ujar satpamnya.
Bian berdiri gemetar kedinginan, matanya ia edarkan melihat setiap orang mengkerumuni dirinya. Antara takut, bingung, gugup, malu, semuanya menjadi satu.
Tuan Abraham memperhatikan Bian dengan seksama. Sebenarnya ia tidak yakin kalau wanita ini mencuri sebab tadi ia lebih dulu melihat seorang pria lari duluan setelah mendorong Bian. Namun, orang-orang menyangka wanita ini pencuri disaat ia teriak memanggil pencuri.
Salah satu pekerja disana memutar keran menegang selang dan menyiramkannya pada tubuh Bian. Bian pasrah jika apa yang ia tutupi harus terbongkar. Ini salahnya tidak hati-hati dalam melangkah sampai ia harus terjerumus ke dalam kubangan pasir bahan bangunan.
Perlahan, air itu membasahi tubuhnya menghapus pelan-pelan lumpur yang menempel di tubuhnya menghilangkan warna hitam yang melekat di tubuhnya. Bian menutupi wajahnya menggunakan kedua telapak tangan.
Orang-orang di sana terbengong terutama Tuan Abraham yang tidak percaya dengan apa yang di lihatnya. Warna hitam itu memudar seiring air mengalir deras menyisakan warna putih seputih susu memancarkan cahaya bak mutiara berkilau.
Bian menurunkan perlahan tangannya sehingga memperlihatkan wajah cantik alami. Mereka tak menyangka di balik warna hitam itu tersembunyi warna putih serta wajah yang cantik.
Bian menggigil kedinginan seraya menatap silih berganti mereka yang menatap kagum.
"Cantik sekali, ternyata dia bersembunyi di balik lumpur."
"Kulit hitamnya hanyalah sebuah kebohongan untuk menutupi kecantikannya. Ini sih bagaikan mutiara di balik lumpur."
Tuan Abraham segera mematikan kerannya tak tega melihat tubuh Bian yang menggigil kedinginan. Dia membuka jasnya turun ke kubangan itu menyematkan ke tubuh Bian.
"Kalian bubar! Kerjakan pekerjaan kalian biar wanita ini saya yang urus," kata Tuan Abraham lantang.
"Pak, biar kami yang membawanya ke kantor polisi," ujar satpam di sana.
"Tidak usah, kalian kembali tugas saja."
"Tapi, pak."
"Kerjakan sekarang!" pekiknya tegas.
"Tuan, jangan bawa saya ke kantor polisi. Saya bukan pencuri, Tuan. Jangan bawa saya!" Bian menangkupkan kedua tangannya menunduk takut dan tubuhnya sudah gemetar.
"Kamu ikut saya dulu, ayo!" ajaknya sudah naik ke atas.
"Jangan bawa saya kekantor polisi, Tuan." lirihnya.
"Saya tidak akan membawamu asalkan ikut dulu denganku. Ayo naik!"
Bian tetap kekeh menggelengkan kepala. Dia tidak percaya pada pria itu.
"Saya tidak akan macam-macam, kalau kamu di sini terus, yang ada kamu semakin kedinginan. Percayalah pada saya kalau saya tidak akan membawamu ke kantor polisi." Tuan Abraham bicara sangat meyakinkan Bian.
Bian perlahan naik dari kubangan tersebut. Ragu-ragu ia mengikuti Tuan Abraham. Dalam hatinya merasa takut pria itu akan macam-macam.
Bersambung.....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments
Andhira Arni
kayak film nakusa thor
2022-09-24
1
Ssttttt!!
yap.. Terinspirasi dari cerita itu ka.😅😅
2022-07-30
0
💕KyNaRa❣️PUTRI💞
ya ini kaya cerita film nakusha serial india yg dulu tayang ditv...dia sering makai arang itam diseluruh tubuhnya menutupi kecantikannya
2022-07-30
1