Hari itu telah tiba hari dimana aku harus dinikahi dengan seorang lelaki yang sama sekali tidak aku kenal. Aku dirias sederhana dan duduk di samping lelaki itu. Dia sama sekali tidak melihat wajahku yang sudah ada disampingnya. Dia seolah tidak menyukaiku yang berada disampingnya. Aku terasa sangat sesak sekali saat menyaksikan ini semua. Tidak lama kemudian Pak penghulu sudah datang dan telah menjabat tangan Mas Randi. Sepatah demi sepatah katapun telah terucap dari mulutnya. Hingga semua saksi telah mengatakan bahwa pernikahan kami telah sah. Air mataku terjatuh ketika semuanya berteriak dan bilang bahwa kami telah sah. Kulirik Ibuku yang juga mengusap air matanya. Aku meraih tangan Mas Randi dan menciumnya. Dia tidak mencium keningku seperti layaknya pasangan suami istri. Setelah acara telah usai Mas Randi pulang kerumahnya tanpa mengajakku kesana. Aku yang diam di rumah merenungi nasibku sendiri. Aku telah dinikahi olehnya namun tidak ada sepatah katapun yang keluar dari mulutnya. Dia hanya berbicara kepada Ibuku saja lalu pergi meninggalkan rumahku. Aku bertanya kepada Ibu dengan perasaan campur aduk.
"Ibu apa benar pernikahanku ini? kenapa Mas Randi tidak mengajakku untuk berbicara?"
"Nora Randi hanya pergi sebentar untuk keperluan dia, sebentar lagi kamu akan dijemput untuk tinggal di rumahnya. Cepatlah kemasi barang-barangmu untuk tinggal bersamanya." jawaban Ibu malah membuatku sangat gundah. Hatiku bertanya-tanya apa benar aku akan tinggal dengannya yang tidak lain adalah suamiku sendiri.
"Ibu apa kita akan tinggal berdua saja?"
"Tidak Nora kalian akan tinggal dengan mertua kamu. Jagalah sikap dan perkataan kamu disana tolong jaga harga diri kamu baik-baik."
"Ibu aku pasti akan merindukan kamu."
"Sudah menjadi kewajiban seorang istri untuk melayani suami, jadilah istri yang berbakti jagalah ikrar suci pernikahan kalian. Berjanjilah kepada Ibu apapun yang terjadi pernikahan kamu tetaplah suci. Jangan pernah mengingkari kesucian itu."
"Ibu aku berjanji akan selalu menjaga pernikahan Nora. Apapun yang terjadi InsyaAllah Nora akan sanggup menjalaninya."
"Baik-baik disana sayang, Ibu pasti akan sangat merindukan kamu."
Tidak lama kemudian Mas Randi datang kembali dengan membawa mobil. Aku dijemput dan meninggalkan keluargaku. Memang rumahnya tidak jauh dari rumahku hanya 7km saja dari rumahku. Namun rasanya sangat berat sekali untuk meninggalkan rumahku. Aku mengikuti langkahnya dan duduk di dalam mobil di sampingnya. Beberapa km sudah kita tempuh namun masih saja dia tidak berbicara kepadaku. Mungkin kita masih sangat canggung dalam menjalani pernikahan kami. Aku memulai pembicaraan karena aku sudah tidak sanggup untuk memendam pertanyaan ini.
"Mas apa kamu senang dengan pernikahan ini." tanyaku lirih.
"Senang." jawabnya singkat walaupun dia mengatakan senang tapi aku yakin dia pasti tidak menginginkan pernikahan ini.
"Mas boleh aku bertanya sesuatu kepadamu?"
"Boleh."
"Apa kamu suka denganku."
Dia melirik ke arahku dan seperti tak acuh dengan pertanyaanku. Aku menundukkan kepalaku dan setelah sampai aku diajak untuk masuk dan menuju ke kamar.
"Ini kamar kita." ucapnya tanpa senyuman.
Aku hanya menganggukkan kepalaku dan membereskan pakaianku di lemari yang sudah disiapkan untukku. Ibu mertuaku menghampiriku dan duduk disampingku.
"Nora selamat datang di keluarga baru kamu, anggaplah seperti rumah kamu sendiri. Jangan sungkan-sungkan untuk meminta apapun kalau kamu butuh sesuatu." Ibu mertuaku sangat baik dia perhatian denganku. Aku berharap selamanya akan seperti ini. Karena kebanyakan dari cerita orang-orang kalau mertua itu pasti akan baik di awal-awal pernikahan saja. Selanjutnya mereka akan menjadi musuh terbesar kita. Dia yang akan menghantui pikiran kita dan akan membuat hati kita kacau. Semoga saja istilah itu bukanlah untukku tapi hanya untuk mereka saja yang tidak mendapatkan mertua seberuntung aku.
"Nora Randi sebaiknya kamu beristirahat karena besok kalian akan bulan madu ke Bali."
"Apa bulan madu?" tanyaku terkejut.
"Iya memangnya Randi tidak mengatakannya kepadamu ya? ehm wajar kok karena dia itu anaknya pendiam." tambahnya lagi.
Ibu keluar meninggalkan kami berdua di dalam kamar. Akupun sangat deg-deg an sekali ketika harus sekamar dengan lelaki walaupun dia sudah menjadi suamiku sendiri. Aku sibuk dengan kesibukanku sendiri sedangkan aku melihat Mas Randi hanya diam disampingku.
"Mas kenapa kamu hanya diam saja?"
"Lalu aku harus bagaimana?"
"Apa besok kita akan pergi ke Bali?"
"Iya semuanya sudah aku siapkan."
"Untuk apa?"
"Sudah tradisi di keluargaku kalau setelah menikah akan ada honeymoon." jawabnya membuatku tidak bisa bertanya lagi.
Aku menarik selimut dan merebahkan tubuhku yang sudah lelah. Aku berusaha untuk memejamkan mataku dan kulihat Mas Randi masih saja duduk di kursi. Mataku terpejam hingga aku terbangun di pagi hari. Aku terbangun dan melihat Mas Randi tidur di kursi dia tidak menemaniku tidur di ranjang. Dia lebih memilih untuk tidur di sofa, melihat hal itu aku mengerti jika memang pernikahan kami hanyalah sebatas kertas dan tidak ada cinta di antara kami. Akupun telah menyadari hal itu semua, aku bangun dan menuju ke kamar mandi. Aku lihat di dapur masih belum ada siapapun disana. Rupanya akulah orang pertama yang bangun. Aku melihat di dapur masih belum ada apapun. Akupun segera bergegas untuk memasak makanan dan membuat sarapan. Setelah semuanya siap Ibu mertuaku datang menghampiriku.
"Nora kamu sedang apa?"
"Aku sedang memasak Bu, Ibu baru bangun?"
"Nora kamu rajin sekali jam segini sudah selesai mengerjakan pekerjaan dapur."
"Nora sudah terbiasa di rumah Bu."
"Itulah alasan Ibu menyukai kamu nak,"
Mendengar pujian tersebut aku tersenyum malu.
"Jangan terlalu memujiku Bu aku tidak seperti yang kamu harapkan Bu. Aku masih banyak kekurangan yang harus dan perlu bimbingan Ibu."
"Nora Ibu memilih kamu untuk menjadi pendamping Randi karena Ibu tau Randi tidak sebaik orang yang lain. Dia membutuhkan istri yang bisa untuk menuntunnya ke jalan yang benar."
"Maksud Ibu?"
"Apa Ibu kamu tidak bercerita kepadamu tentang Randi?"
"Tidak Bu."
"Randi sebenarnya anak yang baik tapi sejak dia sakit hati ditinggal kekasihnya yang pernah dia cintai menikah dengan orang lain, dia sekarang lebih banyak diam tanpa bicara. Jangankan dengan orang lain dengan Ibunya saja dia tidak pernah berbicara. Bahkan akhir-akhir ini dia sering pulang malam. Entahlah apa yang dia lakukan di luar sana. Tidak ada teman yang bisa memberi tahuku apa yang sedang dia lakukan di luar sana. Setiap ditanya dia selalu mengacuhkannya."
Mendengar penjelasan Ibu aku menjadi sedikit khawatir dengannya. Apa yang sedang terjadi kepada suamiku sekarang. Ternyata dia memiliki trauma yang sangat dalam sehingga dia menjadi pribadi seperti sekarang. Pantas saja dia tidak berbicara kepadaku apapun.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments