“ Eren Surya Angkara! ” panggil seorang perempuan berambut ikal panjang yang bernama Zara. Zara adalah ketua kelas dari kelas XI Sastra I. Selain menjadi ketua kelas, Zara juga merupakan satu dari 5 anggota inti OSIS Sekolah. Perawakannya yang tinggi ideal menjadikannya sebagai salah satu ICONIC sekolah dan menjadi salah satu siswi popular yang selalu dibangga-banggakan sekolah. Bahkan dirinya mempunyai kelompok fans tersendiri. Padahal beberapa gossip yang beredar, Zara adalah siswa terkesan sangat misterius dan angkuh karena tidak pernah ada yang tahu bagaimana kehidupan pribadi maupun keluarganya. “ Karena lo pindah di tahun ajaran baru, jadi lo perlu mengisi angket ini untuk data kelas. ”
“ Wajib? ” tanya si pemuda santai.
“ Isi. ”
Melempar senyum simpul, pemuda bernama Eren itu mengambil dan bersiap menulis datanya pada angket tersebut. Sebelum menulis nama, dia memalingkan tatapannya pada sosok gadis yang baru saja memasuki ruang kelas. Bukan lagi celana panjang yang digunakan gadis bernama Laras itu, tapi kini sudah berganti dengan rok sekolah yang sama seperti siswi lainnya. Rambut panjangnya kini terikat rapi kebelakang tanpa poni. Terkesan rapi dan semakin tegas dari dirinya yang berurusan dijalanan tadi. Tidak seperti pertemuan mereka diparkiran sekolah beberapa menit lalu, rambut sang gadis sudah tidak berhiaskan daun ataupun ranting-ranting seperti terakhir kali Eren melihat sang gadis.
Dia, Laras Agnitya. Diluar kebiasaannya yang ceria diluar sekolah, sosok Laras lebih dikenal pendiam dan kaku diantara siswa dan teman-teman yang mengenalnya. Bukannya tidak suka berkomunikasi, Laras mempunyai alasan tersendiri kenapa dia memilih menjauh dari semua orang dilingkungan sekolahnya. Lebih sering menghabiskan waktu sendiri disela jam istirahatnya, Laras memilih menepi dari hiruk pikuk suasana sekolah dengan menikmati siangnya disebuah tempat dibalik pohon kenanga yang ada diparkiran sekolah atau berdiam diri di perpustakaan sekolah yang terkesan memang cocok untuk anak-anak seperti dirinya.
“ Penjual Koran?! ” sapa pemuda bernama Eren Angkara tersebut.
Tidak pelak sapaan pemuda yang akrab dipanggil Eren itu menyita banyak pandangan kearah Laras. Yang dimana Laras cukup terkejut melihat kemunculan pemuda pembawa masalah itu dalam kelasnya. Lebih tepat lagi si pemuda duduk di bangku depannya. Bermaksud menghindari sosok si pemuda, Laras memilih mengabaikan sapaan itu dan berjalan menuju bangkunya tepat dibelakang si pemuda. Langkah Laras terhenti begitu si pemuda tiba-tiba merentangkan kaki dihadapannya dengan sengaja.
Memandangi Laras dari ujung kaki sampai ujung rambutnya, Eren menunggu sesuatu dari gadis yang kembali menatapnya dengan jengkel itu.
“ Minggirin kaki lo?!! ” tegas Laras dengan suara yang cukup lantang.
“ Sama! ” gumam Eren menurunkan kakinya perlahan. Dia benar-benar telah memastikan kalau suara gadis didepannya ini adalah suara yang sama dari pekikan si loper koran yang ditemuinya diparkiran sekolah berapa menit yang lalu.
Laras mengernyitkan dahi.
“ Gue Eren. ” dia mengulurkan jabatan tangan kearah Laras, namun jabat tangan Eren itu lagi-lagi diabaikannya.
Berjalan pelan melewati Eren yang merasa kembali diabaikan oleh gadis bernama Laras itu, Eren memilih kembali mengisi angketnya. Laras sempat melirik Eren dengan data angketnya lalu duduk dibelakang bangku kosong yang satu sisinya kini ditempati oleh Eren.
Menoleh sebentar kearah belakangnya, Eren tersenyum sendiri mengingat ekspresi yang sempat membuatnya terpesona dari sosok Laras yang dengan santainya mengayuh sepeda dijalan turunan sambil merentangkan kedua tangannya dengan sepasang mata yang terpejam. Juga sosok Laras yang secara tiba-tiba keluar dari semak-semak parkiran sekolah dengan bermahkota ranting dan beberapa helai dedaunan. Dan sosok itu kini terlihat tampil dengan begitu berbeda dan lebih memukau lagi dimatanya.
“ Sepertinya akan menarik. ” gumamnya. Eren melanjutkan mengisi angketnya. Tangannya yang memegang pulpen hanya melayang-layang diatas angketnya. Dan dalam sekejap mata, angket itu sudah terisi penuh.
***
Dari sisi lain dari kejauhan, pemandangan yang tersaji dihadapannya menjadi catatan tersendiri untuk seorang lainnya. Pemuda berjubah hitam yang tengah duduk santai diatas dahan pohon halaman utama sekolah itu, perlahan turun melayang ke pijakan dibawahnya. Kakinya baru saja menyentuh tanah, saat pakaian yang digunakannya berubah seketika menjadi seragam sekolah SMA Kenanga.
Dia berjalan menuju tengah-tengah halaman sekolah. Banyak pandangan mata tertuju pada sosoknya yang terlihat cukup mencolok. Entah karena wibawanya, tegas langkahnya, atau karena karismanya yang tinggi untuk semua kalangan. Sosoknya begitu banyak menyita perhatian. Mulai dari hiruk pikuk siswa berolahraga yang memenuhi halaman utama sekolah, siswa yang bersiap menuju lab Biologi dan Lab Komputer, dan beberapa guru yang bersiap untuk menuju kelas mengajarnya masing-masing, semua seakan terpesona dengan kemunculan sosok pemuda tersebut.
Dan, dari sudut bangku kelas lantai tiga bangunan yang mengarah langsung ke halaman utama sekolah itu, sosok Laras pun melihat dan tertegun pada sosok pemuda aneh itu. Angin yang berhembus pelan membawa hawa sejuk mulai menerpa wajah setiap orang yang menatap si pemuda kecuali Laras yang menatapnya dari balik jendela ruang kelas.
Seperti terhipnotis.
Tidak ada lagi yang menatap heran pada pemuda yang-dalam-benak-seluruh-penghuni-sekolah-adalah-siswa-kelas-XI-Sastra-I yang kini pemuda itu memilih duduk pada bangku di depan Laras. Dia duduk santai disamping Eren, sang siswa pindahan. Di bangku yang selama ini dimata Laras dan teman lainnya merupakan bangku kosong, bangku itu kini ditempati oleh sosok pemuda yang muncul secara misterius dibenak Laras.
“ Eren. ” si pemuda siswa baru itu mengulurkan jabat tangannya pada sosok yang kini tengah duduk disampingnya itu.
“ Aksara. ” jawab sang pemuda.
Laras menyimak. Dia memperhatikan jabat tangan kedua pemuda aneh dihadapannya itu.
Membalas santai, jabatan tangan itu bersambut tepat dihadapan Laras yang masih termenung pada bangku kosong yang kini ditempati seorang pemuda bernama Aksara itu
Sama halnya seperti Eren yang baru beberapa jam menginjakan kaki di SMA Kenanga, nama sang pemuda juga tidak kalah menyita perhatian seluruh penghuni sekolah. Padahal sudah berjalan satu setengah tahun lamanya, sosok Aksara seakan baru saja bergabung dikelas XI Sastra I di semester kedua ini. Sosoknya pun kini membawa kesan tersendiri dibenak Laras.
Dihadapan Laras yang nampak gamang dengan pemikirannya, pemuda bernama Aksara itu duduk santai dengan membawa buku tua bersampul hitam dengan warna kertas yang sangat tua dibawah kolong mejanya.
“ Buku yang antik. ” gumam Laras dalam kegamangan pikirannya.
Selama jam pelajaran Laras sedang tidak pada tempatnya. Pikirannya seperti berada pada hal lain yang begitu menyita semua perhatiannya. Dan itulah adalah keberadaan sesuatu yang lain dari kedua pemuda dihadapannya ini. Sesuatu yang begitu gelap dan tidak terjangkau oleh Laras namun dia merasakan sesuatu dengan sangat kuatnya.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 143 Episodes
Comments