"Bah, Zaidan menyetujui permintaan Abah untuk menikahi wanita itu," ucap Zaidan dengan nada keseriusan.
"Alhamdulillah, terima kasih Nak. Insyaallah apa yang menjadi keputusan kamu itulah yang terbaik," sahut Fatah dengan lega dan lagi senyum lebar menghiasi wajahnya.
Aisyah mendekat ke arah Fatah dan Zaidan, dia mendengar jelas apa yang dikatakan Zaidan karena dirinya sudah keluar dari toilet.
"Apakah kamu sudah mantap memutuskan itu Zaid?! Nak, menikah itu bukan perkara sah saja. Semuanya harus dijalankan dengan keikhlasan karena Allah. Sanggupkah kamu lakukan itu?" cecar Aisyah karena jujur dari lubuk hatinya dia merasa tidak rela anak satu-satunya menerima permintaan sepihak dari Fatah.
Zaidan mengangguk dan melempar sebuah senyum.
"Tapi Zaid_"
"Aku lapar lagi Ummi, bisa Ummi temani aku ke kantin," potong Zaid, kakinya turun dari ranjang lalu merangkul pundak umminya agar mengikuti arah dia berjalan.
Aisyah mengikuti langkah Zaidan hingga mereka duduk di kursi yang ada di kantin rumah sakit. Dia sebenarnya tahu, permintaan Zaidan untuk menemani ke kantin hanya akal-akalan saja karena Zaidan tidak ingin ada perdebatan di depan Fatah.
Aisyah menatap wajah anaknya dengan iba. "Nak, kamu tidak harus berkorban sejauh itu. Kamu pikirkan kembali apa yang kamu putuskan sebelum semuanya terlambat," rayu Aisyah.
"Aku sudah mantap Ummi dengan keputusanku. Doakan saja agar semua berjalan lancar dan Allah selalu memberi berkah setiap langkah yang kutempuh," ujar Zaidan.
Aisyah terdiam. Menatap kembali wajah sang anak lalu kepalanya mengangguk pelan.
"Apa kamu sudah omongkan dengan Khanza?"
Zaidan mengangguk.
"Dia bagaimana?" penasaran Aisyah.
"Semoga Allah memberi pengganti yang lebih baik," jawab Zaidan.
"Pasti dia tidak dapat menerima begitu saja keputusan kamu. Ibu juga seorang wanita, sedikit banyak merasakan apa yang dirasakan Khanza," ucap Aisyah dengan raut sedih.
Zaidan terdiam, apa yang dikatakan umminya adalah fakta yang tak terelakkan. Namun, dirinya harus mengambil sikap egois sebelum melangkah lebih jauh dan pastinya akan lebih menyakitkan untuk Khanza.
"Ummi tidak mengerti jalan pikir dari abah kamu. Apakah dia meminta kamu untuk menikahi wanita itu agar tuntutan dari wanita itu dicabut? Atau ada maksud lain? Kamu tahu sendiri, Abah kamu selalu bermain teka-teki ketika mengambil sebuah keputusan."
Zaidan hanya tersenyum mendengar kekesalan dari ummi Aisyah.
'Terlepas dari apa alasan abah memintaku untuk menikahi wanita itu. Aku akan selalu berusaha memenuhi apa yang menjadi titah dari abah. Karena kalian, abah dan ummi adalah segalanya buatku,' batin Zaidan matanya menatap lekat ke arah wanita yang sedang duduk sambil memanyunkan bibirnya dari rasa kesal yang mendera.
Tangan Zaidan kini meraih tangan umminya, dia elus dan raba tangan yang sudah terlihat berkerut itu.
"Ummi jangan khawatir. Pernikahanku bukan akhir dari hidupku, justru itu awal hidupku yang baru. Aku mohon restu dari ummi," ujar Zaidan dengan lembut.
Aisyah menatap lekat anak yang ada di hadapannya. Tiba-tiba kejadian 20 tahun lalu terlintas dalam benaknya. Saat itu bocah kecil usia 5 tahunan tengah menangisi kedua orang tuanya yang telah meninggal karena melawan sekelompok perampok. Bocah itu Aisyah bopong agar diam. Dia seperti oase yang hadir di tengah-tengah pernikahan dirinya dengan Fatah yang sudah 10 tahun tak kunjung diberi momongan. Dialah Zaidan anak dari sahabat Aisyah dan Fatah yang akhirnya diasuh oleh dirinya.
"Nak, maafkan Abah kamu yang tidak bisa mengerti perasaan kamu," lirih Aisyah.
Zaidan tersenyum kecil, "Abah dan ummi segalanya buat aku," jawab Zaidan.
"Kalau Ummi meminta kamu untuk tidak mengabulkan permintaan Abah, apa kamu akan menuruti permintaan Ummi?"
Zaidan terdiam, lalu dengan pelan dia membuka suara, "Abah hanya meminta, aku yang telah memutuskan menerima permintaan Abah atau tidak dan kali ini aku menyetujui untuk menikah dengan wanita pilihan Abah."
Aisyah menyeka air mata yang menggenang di pelupuk mata. "Ummi tahu itu. Namun, yang Ummi tanyakan apakah kamu bisa menolak permintaan Abah dan mengabulkan permintaan Ummi?"
"Ummi," sebut Zaidan melihat raut Aisyah belum menerima keputusan Zaidan.
"Ummi khawatir kamu akan_"
"Seperti yang sudah Zaidan katakan, yang terpenting restu dan doa dari Ummi juga Abah. Insyaallah semua akan berkah," rayu Zaidan memotong ucapan Aisyah, mata Zaidan lekat menatap pada Aisyah agar wanita di depannya yakin apa yang menjadi keputusannya.
Wanita itu akhirnya mengalah, menganggukkan kepalanya pelan. Dia hanya khawatir Zaidan akan hidup menderita dengan keputusan yang dia ambil.
"Jadi, Zaidan minta tolong. Ummi jangan katakan hal yang sekiranya membuat pikiran Abah terbebani," pinta Zaidan.
Aisyah menarik tubuh Zaidan, memeluknya dan sesekali tangannya mengusap linangan air mata yang membasahi dua pipi.
"Ummi selalu berdoa untuk kebahagiaan kamu Nak," sahut Aisyah masih dengan tangisnya.
...****************...
Zaidan menatap sekilas wanita yang kini duduk di hadapannya, di sebelah Zaidan ada Fernando yang mulai ditugaskan Fatah untuk menjadi asistennya.
Dia Delmira Cinta Kusuma, wanita yang diajukan Abah Fatah untuk menjadi istrinya.
Tangan Delmira menyibak anakan rambut yang terlihat menutup sebagian matanya.
Mata Delmira menatap tajam bahkan menatap secara detail lelaki yang akan menjadi calon suaminya.
Satu minggu yang lalu Fatah melalui asistennya, Fernando menyampaikan maksud meminang Delmira untuk anaknya.
Delmira meminta waktu dua hari untuk menjawab apa yang diminta Fatah dan hari ini, dia akan menjawab semuanya. Langsung di depan sang calon suami.
"Kamu sudah bekerja?" lontar Delmira tanpa basa-basi.
"Sudah, beliau mempunyai dealer di berbagai daerah," sahut Fernando.
"Apa aku tanya kamu!" cekat Delmira dengan tatapan tajam ke arah Fernando.
Fernando langsung diam dan menundukkan kepalanya.
Mata Delmira berpindah tatap ke arah Zaidan, isyarat agar Zaidan menjawab pertanyaan dirinya. Namun Zaidan yang diberi isyarat tetap saja diam tidak bereaksi.
"Hei, aku tanya kamu!" ketus Delmira.
"Aku?" retoris Zaidan telunjuknya menunjuk diri.
Delmira tersenyum sinis, "pertanyaan konyol macam apa! Ya, jelas kamu! Ok, sepertinya kamu tidak serius! Lebih baik ku pergi dari pada buang-buang waktu di sini!" kesal Delmira mengangkat pantatnya, bergerak dari kursi akan pergi.
"Tunggu Mbak!" cekat Fernando agar Delmira duduk kembali tapi Delmira sudah terlanjur melangkahkan kaki.
"Den Zaidan, kenapa malah berantakan seperti ini? Aden sengaja merencanakan ini?!" bentak Fernando secara refleks mengingat kalau pertemuan dengan hasil semacam ini pasti dapat mengecewakan Pak Fatah.
"Astaghfirullah haladhim," lirih Zaidan sambil meraup wajahnya. Dia segera bangkit dari kursi dan mengejar langkah Delmira. Bayangannya tiba-tiba teringat akan Abah Fatah melihat reaksi kemarahan Fernando.
Zaidan hanya tidak suka dengan bentakan Delmira pada Fernando yang terkesan kasar. Dia akan sedikit memberi pelajaran tapi bukannya Delmira introspeksi diri justru bertambah marah.
"Mbak, tunggu sebentar," pinta Zaidan melihat Delmira masih berjalan di luar resto.
Delmira mengangkat kaca mata hitamnya hingga terlihat dua alisnya terpicing dan matanya membulat menatap kesal ke arah Zaidan.
"Kamu panggil aku apa?!"
Zaidan mengatupkan mulutnya, mungkin panggilan mbak membuat wanita di depannya menjadi marah. Dia ingat teori gombal yang sering dilontarkan temannya, Abel.
"Jangan sekali-kali kamu panggil seorang wanita yang akan kamu ajak kenalan dengan sapaan mbak karena pasti wanita itu marah karena merasa dituakan!" ucap Abel saat itu.
"Maksud aku, Kak, e... Dek, e... bukan tapi_"
"Panggil aku Delmira!" cekat Delmira dengan ketus.
"Ya, Delmira," tukas Zaidan.
"Nama yang bagus, aku Zaidan." lanjut Zaidan sekaligus memperkenalkan diri.
Delmira tersenyum sinis mendengar ucapan dari Zaidan, "kamu pintar ngegombal juga," sahut Delmira.
Zaidan hanya tersenyum mendengar entah itu pujian atau ledekan dari wanita yang ada di depannya. Pikirannya kini terlintas pada Abel, temannya yang pintar merayu wanita hingga berganti pacar dianggap lumrah.
"Kamu pasti biasa melakukan itu pada wanita," ucap Delmira.
Lagi, Zaidan hanya tersenyum menanggapi ucapan Delmira. Bagaimana mungkin dia biasa ngegombal wanita. Khanza adalah wanita pertama dalam hidupnya. Kisah cintanya pun terbilang singkat, dekat lalu merasa cocok dan Zaidan langsung akan melamar Khanza. Namun semuanya pupus karena sebuah permintaan dari abah Fatah.
"Bisa kita duduk kembali di kursi dalam resto?" pinta Zaidan tanpa menyahuti ucapan Delmira sebelumnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 154 Episodes
Comments
Unyil_unyu
ikut nimbrung ya, klu cerita bagus dan gk mbulet baru kasih like and kopi...😀
2022-12-19
1
Idafaridah
kayaknya seru nih
2022-11-08
0
Yuni Aqilla
aku kok. nyesek ya bacanya
2022-07-10
0