Nadin berjalan beriringan dengan Pak Arman menuju ruangan Bosnya itu.
Pak Arman
kamu pasti sudah dengar gosip, kalau saya akan berhenti kan?
Nadin
ah, itu! Iya, saya sudah mendengarnya, Pak! Tapi, apa itu benar?
Pak Arman mengangguk.
Pak Arman
Benar. Saya merasa sudah terlalu tua untuk berada di sini. Saya ingin menghabiskan masa tua saya di rumah, berkumpul dengan keluarga. Tak perlu lagi memikirkan lembaran berkas yang harus dipelajari juga ditanda tangani.
Nadin
Ah! Saya pikir, itu hanya gosip.
Pak Arman
Besok saya akan resmi pensiun, dan akan digantikan oleh Putra saya.
Nadin
Oh. Baik, Pak!
Pak Arman memperhatikan ekspresi Sekertarisnya yang terlihat sedih. Ah, Nadin memang sudah ia anggap seperti anaknya sendiri. Begitu pula dengan istrinya yang menyayangi Nadin.
Pak Arman
Tapi kamu tenang aja. Saya akan tetap sering berkunjung ke sini. Begitupula dengan Istri saya.
Nadin mendongak, tersenyum kecil saat menyadari kalau Pak Arman mampu membaca pemikirannya
Nadin
Ah, iya Pak. Saya cuma khawatir merindukan Ibu, kalau Bapak sudah tidak di sini
Pak Arman
Hahaha! Kamu ini. Istri saya pasti akan sering mengunjungi anaknya di sini. Anaknya yang pria, juga anaknya yang wanita.
Nadin tersentak.
Nadin
Bukannya Bapak nggak punya anak perempuan?
Pak Arman
Sejak dua tahun lalu ada. Kamu, anak perempuan kami.
Nadin tersenyum haru. Karena Ternyata ada orang lain yang menyayanginya begitu tulus. Arman dan Istrinya memang memperlakukan Nadin sangat baik.
Pak Arman
Oh ya, anak saya itu sebenarnya baik. Tapi, kamu harus sedikit punya kesabaran lebih untuk menghadapi dia
Nadin
Hah? Memangnya anak Bapak kenapa?
Pak Arman
Huh. Dia itu, sifatnya sedikit menyebalkan. Entah sifat itu turunan siapa. Padahal, saya dan Mamanya nggak gitu. Saya percaya, kamu pasti bisa menangani dia
Comments