Chapter 5

Theo menghentikan langkahnya, matanya terfokus pada seseorang yang berjalan menuju ke arahnya. Alita yang berjalan lebih dulu lalu menghentikan langkahnya dan menoleh ke belakang, saat merasa bos-nya tidak berada di dekatnya. Alita lantas berjalan ke arah Theo dan memanggilnya.

"Pak Theo kenapa?"

"Ah, e-enggak apa-apa." Jawab Theo dengan terbata dan menundukkan kepalanya.

Alita lalu melihat ke sekeliling dan akhirnya menyadari kemungkinan seseorang yang membuat bos-nya menjadi kikuk seperti ini. Belum sempat Theo menghindar, Mellisa telah lebih dulu menyadarinya dan menghentikan langkahnya beberapa langkah dari Theo.

"Theo?"

Theo mengangkat kepalanya, menatap gadis yang mungkin masih dirindukannya hingga detik ini. Alita mengamati dua orang yang berdiri disamping kanan dan kirinya, dan menyadari jika dua orang itu pastilah pernah memiliki hubungan spesial sebelumnya.

Tentu Alita mengetahuinya, karena baik Theo maupun Mellisa tampak begitu canggung saat bertemu. Selain keduanya diam untuk beberapa saat, dada mereka juga nampak naik turun, seperti sedang merasa sesak.

"H-hai, Mel." Theo menyapa dengan terbata, senyumnya bahkan tak kalah kaku seperti lambaian tangannya saat ini.

"Hai." Mellisa menjawab dengan nada lirih, lalu menundukkan kepalanya.

Saat menyadari keduanya kembali terdiam, Alita menjadi semakin bingung terjebak dalam situasi seperti ini. Dan saat Alita akan menginterupsi, ternyata Theo telah buka suara lebih dulu.

"Kamu... lagi ada urusan disini?"

"Oh, i-iya. Aku... ada janji makan siang sama temen tadi, kebetulan dia nginep disini."

Theo menganggukkan kepalanya. Seharusnya ia tidak perlu menanyakannya, hotel yang dikunjunginya sore ini merupakan hotel bintang lima. Wajar jika ia bertemu dengan Mellisa disini.

"Kamu... lagi ada urusan pekerjaan?" Mellisa bertanya, lalu kemudian mengamati Alita yang berdiri ditengah-tengah mereka.

Alita tersenyum ramah, meskipun dirinya tahu jika pandangan mantan kekasih bosnya itu seperti sedang menilai dirinya. Untungnya gaya berpakaiannya tidak berantakan, meskipun tidak terlihat feminim seperti Mellisa.

"Ah, itu... kami sedang... survei tempat untuk pernikahan."

Mellisa sedikit terkejut, sebelum akhirnya menyadari jika pekerjaan Theo memanglah berurusan dengan acara pernikahan dan yang lainnya. Tetapi, dia kembali menoleh ke arah Alita. Mellisa mencoba memastikan jika gadis diantara mereka ini adalah karyawan Theo, tapi entah kenapa dia tidak bisa menyakininya.

Karyawan Theo memang selalu berpakaian santai, pun dengan penampilan Alita sekarang. Tetapi Mellisa terfokus dengan pakaian, tas dan bahkan sepatu yang dikenakan oleh Alita. Mellisa tahu semua barang itu bermerk dan terlalu mahal untuk dibeli seorang karyawan. Bahkan sling bag yang dikenakan oleh Alita sekarang sama seperti miliknya, dan dia tahu betul harganya.

Hal itulah yang mengganggu pikirannya, dan tidak bisa meyakini jika itu adalah karyawan Theo. Dan entah mengapa itu membuatnya merasa tidak rela.

"Ah, maaf saya belum memperkenalkan diri. Saya-"

"Bukan untuk pernikahan aku dan dia, tapi untuk seseorang. Karena aku tidak mungkin mengadakan pesta pernikahan di hotel yang mewah begini." Theo menyela perkataan Alita dengan lantang.

Alita terkejut, secara tidak langsung dia langsung menyadari permasalahan yang mungkin terjadi diantara mereka dulu.

Mellisa pun tak kalah terkejutnya. Dia tidak menduga jika Theo akan memberinya jawaban seperti itu. Sepertinya dua tahun ini banyak hal yang telah merubah mantan kekasihnya itu.

"M-masuklah. A-aku juga harus segera pergi."

Mellisa segera melangkahkan kakinya, yang kemudian disusul oleh Theo yang masuk ke dalam lobi hotel. Alita kemudian berlari kecil, mengejar ketertinggalannya dengan Theo yang kini telah berjalan lebih dulu.

...****************...

Sepanjang survei, Theo tidak banyak bicara. Mungkin karena efek dari pertemuan tak disengajanya dengan Mellisa tadi, hingga membuat mood-nya jadi berantakan.

Dua tahun Theo menantikan momen untuk bertemu dengan Mellisa, tapi ia tidak menduga jika akan bertemu dengan Mellisa seperti ini.

"Biar aku yang nyetir, aku udah enggak harus ngecek berkas lagi kan?" Theo mengulurkan telapak tangannya kepada Alita, untuk meminta kunci mobil yang baru saja diambil oleh Alita dari tasnya.

"Tapi kan-"

Theo langsung merebut kunci mobil dari genggaman Alita, dan langsung membimbing Alita untuk masuk dan duduk dibangku penumpang.

Alita melirik ke arah Theo saat lelaki itu mulai menginjak pedal gas dan melajukan mobilnya. Dalam hatinya merasa takut jika lelaki itu akan menyetir dengan ugal-ugalan untuk melampiaskan emosinya.

"Duduk yang bener, santai aja." Theo menghela tubuh Alita untuk bersandar dikursinya dengan tangan kirinya. "Aku enggak bakal ngebut, aku cuma enggak mau disopirin cewek terus." Imbuhnya.

Alita menghela nafas lega, sepertinya nyawanya tidak terancam bahaya sekarang ini.

"Setelah ini kamu ada acara?"

"Enggak, Pak."

Theo langsung menoleh ke arah Alita, dan menatap tajam ke arahnya.

"M-maksudnya, T-Theo."

"Aku mau ke mall sekarang untuk beli kado buat mamaku, kamu temenin aku."

Alita menganggukkan kepalanya, sepertinya memang tidak ada pilihan lain baginya selain mengiyakan permintaan bosnya ini.

...****************...

"Pak... maksud saya, Theo... boleh aku kesana dulu?"

Theo mengikuti arah jari Alita yang menunjuk ke sebuah stand yang menjual minuman, lalu menganggukkan kepalanya. Alita pun langsung berlari kecil, dan hal itu membuat Theo menyunggingkan senyuman.

Entah kenapa ia merasa sedang pergi bersama adiknya. Mungkin karena usia Alita dan Tania berselisih dua tahun, jadi rasanya tidak berbeda jauh.

"Kamu mau yang mana?" Alita bertanya kepada Theo yang kini berdiri disebelahnya.

Theo kebingungan. Pasalnya, ia sama sekali belum pernah meminum boba. Selama ini, ia akan lebih memilih minum jus daripada minuman manis lainnya. Dan lagi, dulu Mellisa tidak pernah membeli boba, atau bahkan menawarinya seperti ini.

Duh, Mellisa lagi 🥲

"Makanan dan minuman manis itu juga baik buat tubuh, asal semuanya enggak berlebihan. Minum boba itu bisa jadi mood booster loh!"

"Kata siapa?" Tanya Theo sambil menautkan kedua alisnya ke arah Alita.

"Katakulah, hahahaha...." Alita menjawab sambil tak bisa menahan tawa.

"Kamu udah kayak sales-nya mereka aja." Theo lantas mengambil selembar menu yang dipegang oleh Alita.

Dahinya kembali berkerut saat mengetahui ada banyak sekali varian minuman ini. Dan hal itu kembali membuat Alita tidak bisa menahan tawanya.

"Mau disamain aku aja? Mungkin lain kali kita bisa dicoba varian yang lain, jadi bisa tau mana yang akhirnya jadi favorit kamu."

"Hm, boleh. Tapi aku mau less sugar."

"Siap, bos!" Jawab Alita yang kemudia berbalik badan untuk memesan minuman mereka.

Saat Alita tengah membuka dompetnya untuk mengambil kartu debitnya, Theo sudah lebih dulu menyodorkan miliknya.

"Aku yang bayar, sebagai ganti karena udah pilihin kado buat mama."

Alita tersenyum dengan lebar, dan mengucapkan terima kasih kepada Theo.

Terpopuler

Comments

Ummi Fatihah

Ummi Fatihah

Move on Theo....! 😀😀

2022-06-03

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!