"Dia....."
Azka memundurkan motornya dan turun dari sana, melepas helm yang sudah dipakainya dan salim takzim pada pak Agus.
"Assalamualaikum pak, baru mau pulang ?!" tanya nya sopan. Pak Agus mengerutkan dahinya, tapi tak urung menjawab.
"Waalaikumsalam, iya. Kamu ngapain masih di sekolah ? Kamu gangguin Sekar ?" tanya nya dingin.
"Loh, ko bapak nanya. Kan saya baru selesai jalanin hukuman merapikan buku di perpustakaan, lalu membereskan bekas pecahan kaca. Kalo sekarang saya ga ganggu Sekar pak, justru saya lagi jagain, takut ada yang ganggu sampai bapak datang, itung-itung latihan siapa tau nanti tanggung jawab jagain Sekar pindah ke saya," jawabnya tanpa ragu, membuat Sekar melongo. Bukan karena terpukau atas ucapan Azka, tapi lebih kepada, punya nyawa berapa pemuda di depannya ini ?
"Cih, tanggung jawab. Belajar dulu yang benar ! Lulus, kuliah, kerja, gapai cita-cita. Baru pikirkan pasangan hidup ! Anak jaman sekarang," matanya tajam menatap Azka, tapi itu tak membuat Azka gentar sedikit pun apalagi gemeteran sampai pipis di celana. Ia sudah terbiasa dengan tatapan tajam, bahkan tatapan tajam sepaket dengan senjata tajam sering ia hadapi.
Mana mungkin pak Agus menanggapi ocehan Azka dengan serius, anak tengil macam Azka hanya berani di mulut saja. Lagi, usia mereka masihlah sangat muda untuk berbicara pasal cinta. Kalaupun ia akan mengijinkan Sekar berpacaran pastilah bukan dengan Azka orangnya, mana mungkin ia mengijinkan Azka yang notabenenya murid bermasalah dengan anaknya, terlebih Azka sering membuatnya kesal.
"Tunggu disini sebentar, ayah ambil motor !" pintanya pada Sekar lalu ia membuat gerakan dua jari menunjuk ke mata Azka dan matanya bergantian, seolah "awas aku mengawasimu !"
Azka mengangguk hormat.
"Hey, suttt ! Do'a kan aku ya !" bisiknya pada Sekar.
"Apa ?!" galaknya.
"Do'akan aku, semoga dapat restu ayahmu !" kekehnya terkesan main-main.
"Kamu gilakkk ya !" hampir saja Sekar melayangkan kepalannya pada Azka saking kesalnya, Azka kembali memakai helmnya, tapi belum pergi dari sana. Ia hanya ingin memastikan Sekar aman sampai bersama lagi dengan pak Agus. Rupanya Sekar ini tipe galak-galak menggemaskan, Azka tertawa.
"Hampir...karena kamu !" jawab Azka.
"Ishhh !!"
Seumur-umur Sekar baru menemukan orang modelan Azka begini, yang tingkat kepedean dan menyebalkannya tingkat dewa.
Sekar naik ke motor ayahnya.
"Saya duluan," pamit pak Agus pada Azka melajukan motornya keluar dari parkiran.
"Iya pak, hati-hati bawa motornya !" jawab Azka. Pemuda itu langsung tancap gas keluar dari gerbang sekolah.
Motor berisik itu masuk ke dalam gerbang rumah berwarna hitam, masih tak ada yang berubah sejak dulu, sejak pertama kali Nara menginjakkan kakinya disini, hanya beberapa kali dibarukan saja catnya agar terlihat segar.
"Assalamualaikum !!!" ucapnya masuk ke dalam rumah dengan masih memakai helm, dari kesemua anak-anak Rama, satu persamaan mereka. Saat masuk ke dalam rumah mereka akan langsung menuju dapur, dimana jam-jam segini bundanya sedang membuat cemilan sore untuk abah dan ambu juga daddynya di teras belakang.
"Bunda aa yang cantik jelita !!!" pemuda itu memeluk Nara dari belakang, tingginya hampir menyamai Nara.
" Tukkk !!" Nara mengetuk helm Azka.
"Kebiasaan ! Lepas dulu helmnya kalo masuk rumah ! Meni tibabaradug kena kepala bunda, !" (kejedot-jedot). Pemuda itu hanya terkekeh meringis, lalu membuka helmnya dan menyugar rambutnya, langsung saja mencomot gorengan yang masih hangat.
"Cuci tangan dulu !" tepuk Nara di tangannya, ia terkekeh.
"Vitamin Z, bun..." tapi kemudian ia beranjak menuju wastafel.
"Bun, cewek biasanya suka dikasih apa kalo diapelin ?!" Nara langsung terdiam mendengar pertanyaan Azka. Ia menoleh dengan cepat,
"Siapa yang mau ngapelin siapa ?" tanya Nara sengit.
"Kan, kalo ini mah ceritanya juga, berandai-andai !" jawab Azka duduk di kursi.
"Cewek mah suka duit !" jawab Nara membuat Azka tersedak gorengan.
"Matre !"
"Iya atuh, da hidup mah ga cukup cuma modal cinta, ga akan kenyang !" tawa Nara.
"Dulu bunda dibawain apa waktu daddy ngapel ?" tanya Azka lagi.
"Bawain batagor !" jawab ayahnya dari ambang pintu dapur.
"Hah ?!"
"Masa, meni batagor banget !" Azza berujar tak percaya entah datang darimana, tiba-tiba saja kedua adik Azka sudah berada di meja makan asyik nyemil gorengan.
"Iya, kamu teh hasil dari bujukan si batagor !" jawab Rama duduk memangku Nara yang sudah selesai dengan urusan kompor.
Bagi ketiga anaknya, pemandangan ini sudah biasa mereka lihat.
"Bunda, meni mau-maunya cuma di rayu sama batagor. Kalo Azza mah ga mau, apa.. cuma batagor ?!" decih Azza bergidik.
"Ah itu mah kamunya aja yang matre !" Azka mengusap kasar wajah adiknya.
"Ihhh ! Aa tangan aa tuh minyakkk !" Azza mencoba meraih Azka namun dilerai Nara, sementara si kalem Azmi duduk jadi penonton setia gulat kedua kakanya sambil makan.
"Bun, liat tuh aa yang mulai !" adunya.
"Apa, cewek matre mah harus diusilin !" jawab Azka kembali menggoda adiknya.
"Daddy, pecat aja aa jadi anak !" adunya manja menggelayuti lengan Rama.
"Udah diem ! Dua-duanya sama aja. Lebih dewasa si bungsu, dibanding 2 kakanya ini mah !" lerai Nara mengusap kepala Azmi yang berada di kursi sebelahnya.
"Bukan dewasa, kelewat anteng kaya orang sawan ! Kaya lahirnya ga di tepokin bidan !" jawab Azka membuat desisan dan tatapan tajam Azmi.
"Aa sama teh Azza dihuripan sama kucing, jadinya berantem terus ! Berisik kaya kucing kalo lagi masa kawin," jawab Azmi telak.
"Ihh, nyamain sama kucing lagi kawin ?!" gerutu Azza, sementara Azka hanya tertawa menanggapi segala tingkah kedua adiknya.
"Oh iya bun, ada yang kesemsem sama bunda," Azka menaik turunkan alisnya, membuat alis Rama menukik tajam. Ia sangat suka menggoda ayahnya yang level kecemburuannya sudah akut.
"Siapa ? Guru mana lagi yang suka sama bunda ?" tanya Rama.
"Ha-ha-ha, santai mas bro ! Nih surat cintanya," Azka menyerahkan surat dari BK. Rama langsung meraihnya, Nara juga ikut melihat.
Pemuda itu kabur duluan sebelum bidadari itu berubah jadi naga penjaga menara Rapunzel.
"Azka Wisesaaaa !!!!!" pekik Nara.
"Ini teh udah dipanggil yang ke berapa kali atuh A !" keluh Nara menghrmpaskan surat panggilan membuat Rama tertawa sekaligus memijat punggung istri tercintanya menghadapi Azka yang jiplakan dirinya memang membutuhkan kesabaran seluas samudra.
Rama memungut surat itu, "jangan dibuang atuh sayang, buat kenang-kenangan, biar kita tau kalo pernah ngerasain jadi orangtua seutuhnya !" ujar Rama.
"Butuh koyo lagi ngga bun?" tanya Azmi sambil melengos, Azza dan Rama kembali tertawa, wanita tercinta mereka ini adalah orang pertama yang selalu marah, menangis, dan tersenyum di kala mereka mengalami sesuatu.
Malam harinya...
"Mau kemana lagi ?!" tanya Nara.
"Mau ke rumah seseorang bun," jawabnya, tidak ada kemeja rapi ataupun jas. Gayanya seperti biasanya. Meskipun tak dipungkiri pemuda ini memang campuran Rama dan Nara yang sudah paket lengkap dari sononya. Tak perlu gaya berlebihan juga sudah oke.
"Seseorang teh siapa ?" tanya Nara.
"Cewek pasti !" imbuh Azza.
"Udah mulai pacaran aa bun," tambahnya.
"Sirik aja bocil !"
"Cieee, siapa yang udah berani datengin rumah cewek ?" Nia datang kamarnya dan duduk di samping Nara yang duduk di sofa tengah, seraya mengusap kepala Azza yang memeluknya manja.
"Aa tuh bi," tunjuk Azza.
"Biarin aja, udah gede !" Rama menjawab, karena ia pun seusia Azka saat mencoba mendekati Nara. Azka memeletkan lidahnya pada Azza seraya mengambil helm.
"Apa ?!" pelotot Azza.
"Berarti Azza juga boleh dad ?" tanya nya.
"Ga boleh !!" jawab Nara, Rama, dan Azka serempak.
"Cih, kompak banget !!" ketus Azza.
"Kamu masih kecil," jawab Rama.
"Yang ada kalo putus cinta kamu nangis kejer, minta gantung diri di tiang jemuran si Champion !" tambah Azka meraih punggung tangan Rama, Nara dan Nia lalu salim.
Tak lama Nia tertawa, "astaga, fotocopy si aa pisan ini mah ! Mau dateng ke rumah cewek gayanya slengean, ga ada sopan-sopannya,"
"Kemeja atuh, jas gitu biar pantes, rapi !" usul Nia.
"Ga usah lah, ini juga udah keren, yang penting mah pake baju ga tel_anj4ng," jawab Azka ditertawai Azza dan Nara.
"Hooh ih, yakin ini mah. Baru nyampe depan pos satpam aja udah diusir, kata satpam teh gini !" ucap Azza.
"Ngamen gratis, a...!" jawab Azza dan Azmi berbarengan.Memang kedua adik ga ada akhlak. Sontak saja keduanya mendapatkan serangan dari Azka.
*****
Sebungkus martabak sudah di tangan, niat dan percaya diri sudah di genggaman, alamat rumah dan nomor Sekar sudah di luar kepala.
Motor berisik Azka sampai di depan pos satpam dan minta ijin masuk ke dalam kompleks sebagai tamu bukan gembel atau pengamen. Kan tak lucu, jika tiba-tiba ia dicurigai sebagai mata-mata atau calon rampok.
Tok..tok..tok....
Pintu rumah berwarna coklat tua berbahan kayu jati dengan ukiran jepara, juga pintu gerbang senada, bisa ia ambil kesimpulan jika pak Agus adalah orang yang senang seni dan berbau antik. Semoga saja nanti, kepalanya tak dijadikan hiasan dinding yang tertempel di dekat pintu bersama beberapa topeng kayu dari negri papua.
Pintu terbuka, wajah dingin nan datar itu menjadi sambutan untuknya.
"Assalamualaikum pak,"
"Waalaikumsalam, Azka..ada perlu apa kamu kesini ?"
Ia merekahkan senyumannya.
"Mau ketemu bapak," jawabnya. Pak Agus mengerutkan dahinya.
"Saya ?" tanya nya tak percaya, padahal semula ia menebak jika pemuda ini pasti akan meminta bertemu dengan Sekar, dan tentu saja ia sudah siap dengan jawaban telaknya.
.
.
.
Noted :
Dihuripan : dijampe-jampe.
Si champion : burung murai milik abah haji.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments
flowers city
🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣😂😂🤣🤣🤣
2023-04-09
2
flowers city
😂🤣😂😂😂😂
2023-04-09
1
🔴Ney Maniez
nyogok 🤭🤭
2023-04-04
0