Bab 2 Kelahiran dan Kematian

Satu tetesan air hujan menimpa puncak kepalaku. Di susul dengan tetesan lain. Gemuruh di langit menjadi pertanda akan turun hujan lebat dan dingin angin malam yang menusuk tulang membuat siapa pun tak betah berada di luar rumah.

Aku segera memapah Karina masuk ke dalam mobil. Membantu memasangkan sabuk pengaman untuk Karina. Lalu melakukan mobil untuk mencari rumah sakit atau klinik terdekat.

Di dalam mobil, Karina terus menerus mengaduh kesakitan. Beberapa kali aku mengalihkan pandangan ke wajah kurus Karina. Peluh telah membasahi keningnya. Meluncur hingga ke leher.

Aku tidak tega melihat Karina kesakitan seperti ini. Namun, aku juga tidak tahu harus melakukan apa untuk meminimalisir rasa sakitnya. Aku memang payah dalam segala hal yang berurusan dengan perempuan.

“Kalau tidak bisa ke rumah sakit, kita pergi saja ke bidan. Aku sudah tidak tahan, Balin. Rasanya aku ingin melahirkan di sini.”

Karina menjerit. Sebuah jeritan yang membuat jantungku ingin lepas dari tempatnya.

“Kamu tahan sebentar, Karina.”

“Ah itu," jari Karina menunjuk sebuah rumah di sisi jalan. Di depan rumah itu terpampang plang bertuliskan nama seorang Bidan.

Bidan Indah. Aku membaca sekilas.

“Kita berhenti di sini saja.”

“Kamu yakin, Karina? Apa kita tidak ke rumah sakit saja. ”

“Tidak, Balin. Di sini saja yang dekat.”

Aku menuruti perintah Karina untuk menuntunnya turun dari mobil. Kubunyikan bel rumah sang Bidan.

Tidak ada sahutan.

Lampu di dalam rumah sang Bidan masih gelap. Aku menekan bel sekali lagi dengan tidak sabar.

Lalu dalam beberapa menit seorang wanita seusia ibuku membukakan pintu. Matanya yang memakai kacamata kotak langsung tertuju pada Karina. Sebelum aku mengucapkan kata-kata, Bidan Indah langsung mengerti apa yang sedang terjadi. Beliau langsung mempersilahkan kami masuk ke dalam ruang yang biasa digunakan untuk bersalin.

Bidan Indah segera mempersiapkan segala keperluan melahirkan dengan sangat cekatan dan tenang. Mungkin karena sudah terbiasa membantu proses melahirkan, beliau bisa setenang itu.

Sedangkan aku tidak. Cemas, panik, dan takut berpadu dalam detakan jantungku. Bidan Indah menyelimuti Karina, lalu memeriksa kandungan Karina.

“Karina, aku akan tunggu di luar saja.”

“Jangan, Balin. Aku mohon jangan pergi. Tunggu di sini. Tolong temani aku.”

Aku gelagapan. Leherku terasa tercekik sesuatu. “Tapi.. Tapi.. A.. Aku..”

“Sudahlah, Pak. Bapak di sini saja menemani istri Bapak melahirkan. Keberadaan Bapak bisa membuat istri Bapak lebih tenang.” Sahut bidan Indah.

Ingin rasanya aku berteriak kepada sang Bidan bahwa aku bukan suami Karina. Aku belum pernah berada di situasi menegangkan seperti ini. Tidak hanya menegangkan tapi juga canggung. Aku mengambil napas dalam untuk menyingkirkan perasaan yang berkecamuk.

“Air ketubannya sudah pecah. Bapak membawa baju bayi dan keperluan lainnya kan?”

Sial. Tidak mungkin mengatakan kalau aku hanya teman Karina yang membantunya kabur dari rumah suami. Aku harus mengatakan apa?

Di saat panik seperti sekarang ini, otakku sulit mencari alibi yang bagus. Aku memejamkan mata mencari ide.

“Hmm, anu. Kebetulan tadi tas yang berisi baju bayi ketinggalan di rumah. Saya sempat ingin putar balik, tapi rumah kami lumayan jauh," kataku asal bicara sambil berharap bidan Indah percaya.

“Oh kalau begitu, bisa pakai baju bayi milik cucu saya saja. Sebentar saya ambilkan dulu.”

Huft. Syukurlah Bidan Indah percaya dengan bualanku. Bidan Indah pergi meninggalkan ruangan dengan terburu-buru.

“Balin," suara lirih Karina memanggilku, dia menjulurkan tangan, dan aku segera meraihnya, menggenggam tangan yang telah sedingin es.

“Kamu tenang ya, Karina. Aku ada di sampingmu.”

Aku berinisiatif mengambil tisu untuk mengelap kening dan leher Karina yang sudah banjir keringat. Bidan Indah kembali dengan membawa setumpuk kain, lalu menyelesaikan pekerjaannya yang tertunda tadi.

Kemudian mulai memberikan interuksi kepada Karina untuk mengejan. Beliau juga dengan sabar mengajari Karina mengambil napas yang baik saat melahirkan.

Selama berada di ruang bersalin, aku melihat pemandangan yang membuat hatiku ngilu. Baru kali ini aku melihat langsung proses persalinan. Karina banyak sekali mengeluarkan darah dan selalu mengatakan kesakitan.

Terbayang olehku bagaimana susahnya Ibu ketika melahirkanku dan adikku. Pasti tidak jauh seperti ini keadaannya dan pasti seperti ini paniknya ayahku.

Entah berapa menit aku berada di ruang bersalin, yang jelas bayi Karina belum lahir juga. Memangnya berapa lama bayi bisa keluar dari perut ibunya? Aku pun tak tahu.

Aku terus menyemangati Karina. Hingga Bidan Indah berteriak bahwa kepala bayi sudah terlihat jelas dan meminta Karina mengejan sekali lagi dengan kuat. Namun, Karina menggeleng lemah. Matanya setengah menutup.

“Aku sudah tidak kuat lagi," ucap Karina lirih.

“Tapi kepala bayinya sudah kelihatan, Bu. Ayo, Bu. Tarik napas yang dalam. Hembuskan lewat mulut.”

Karina tetap menggeleng. Mata kelelahan itu menatapku. Aku mengelus kepala Karina, menggenggam kuat tangan Karina. Berharap aku bisa memberikan energiku kepada Karina.

Aku membungkuk di dekat telinga Karina dan berbisik, “Ayo, Karina. Kamu pasti bisa. Sebentar lagi. Sebentar lagi kamu akan bisa berjumpa dengan anakmu. Aku yakin kamu mampu melewati ini. Kamu mau melihat anakmu, kan?”

“Tidak, Balin. Aku lemas sekali.”

“Aku ada di sini, di sampingmu. Ayo, Karina. Berjuang sekali lagi. Demi anakmu.”

Karina mengejan sekaligus menjerit yang membuatku merinding. Detik berikutnya terdengar suara tangisan bayi yang sangat kencang. Aku lega dan tertawa bahagia bayi Karina telah lahir.

Apakah perasaan yang dialami ayahku ketika aku lahir juga sama persis seperti ini? Apakah setiap ayah begini rasanya melihat anaknya lahir? Aku merasa seakan bayi kecil penuh darah yang sekarang berada di tangan Bidan Indah adalah anakku sendiri.

Tak bisa aku sembunyikan perasaan bahagia bercampur haru. Aku mengusap ujung mataku yang basah. Kulihat Karina mengangkat kepala dan tersenyum.

“Selamat, Ibu, Bapak, bayinya perempuan. Cantik seperti ibunya," Bidan Indah memperlihatkan wajah si bayi kepada Karina sebentar, lalu membawanya ke ruangan lain untuk di bersihkan.

“Karina, selamat atas kelahiran putrimu. Aku turut bahagia.”

“Terima kasih, Balin. Ini semua juga berkat kamu. Kalau tidak ada kamu, aku mungkin melahirkan di jalanan.”

“Akan kamu namai dia siapa? Oh ya, aku telepon ayahmu ya? Aku kabari kalau cucunya sudah lahir.”

Karina menahan lenganku. Memelas agar aku tidak pergi, “Jangan!”

Aku menatap serius Karina. Ada sesuatu yang aneh padanya. Napasnya berat, sorot mata yang lemas dan bibir yang gemetar, “Ada apa, Karina?”

“Aku mempunyai suatu permintaan. Maukah kamu melakukannya untukku, Balin," ucap Karina dengan nada yang lemah. Lebih bisa dikatakan bisikan.

“Ya, Karina. Katakanlah!”

“Aku ingin kamu yang merawat anakku, jangan pernah pertemukan dia dengan ayahnya. Cukup kamu saja yang menjadi ayah dari bayi itu. Aku titip dia padamu.”

“Perlu kamu tahu, Karina. Aku mencintaimu sejak kita masih kuliah. Perasaanku padamu lebih dari seorang sahabat. Apapun yang kamu minta akan aku penuhi. Aku akan merawat anakmu dan jika memang kamu tidak bahagia dengan rumah tanggamu, aku akan membawamu pergi.”

Karina tersenyum. Dia seperti orang mengantuk. Namun, dia berusaha untuk tetap membuka mata. Napas beratnya semakin terdengar jelas.

“Benarkah itu, Balin. Kau sungguh mencintaiku?”

Tangan Karina yang ada di genggamanku mendadak melemah. Karina seperti orang yang tertidur.

Tidak. Tidak. Jangan.

Aku baru saja menyaksikan adegan melahirkan yang membuat hatiku ngilu. Namun itu bukan apa-apa. Puncak dari yang paling menyesakkan dada adalah mata Karina tak terbuka lagi. Aku berkali-kali memanggil nama Karina. Mengguncangkan badannya. Mengharapkan dia bangun dan ini hanyalah sebuah gurauan.

Aku mengecek nadi Karina yang sudah tak berdenyut lagi. Kini tubuh Karina telah kaku, dingin dan pucat.

Menundukkan kepala, menangis. Aku tak mampu berdiri dengan kedua kakiku. Sebuah kenyataan yang amat pahit. Perempuan yang aku kagumi sejak dulu, menghembuskan napas terakhirnya tepat di depan mata kepalaku sendiri.

Terpopuler

Comments

Senajudifa

Senajudifa

adih tria novelku sdh sedih baca novelmu aku jd ingin menangis😭😭 kuberi balik like dan fav aj kali y biar semangat

2022-06-05

1

tria sulistia

tria sulistia

tenang ga ada kuntilanak nya kok

2022-05-17

0

Caca Merica

Caca Merica

😭😭😭😭😭😭😭😭

2022-05-17

1

lihat semua
Episodes
1 Bab 1 Cinta Lama
2 Bab 2 Kelahiran dan Kematian
3 Bab 3 Berhenti Bekerja
4 Bab 4 Kenangan
5 Bab 5 Kenangan (part 2)
6 Bab 6 Meninggalnya Indra Irawan
7 Bab 7 Belajar Menjadi Ayah
8 Bab 8 Ibu Datang
9 Bab 9 Kemarahan Ibu
10 Bab 10 Jujur
11 Bab 11 Tetangga Sok Tahu
12 Bab 12 Fakta yang Tak Terungkap
13 Bab 13 Curiga
14 Bab 14 Tentang Harsa
15 Bab 15 Belanja Bersama
16 Bab 16 Kecelakaan
17 Bab 17 Peringatan terakhir
18 Bab 18 Bertengkar
19 Bab 19 Bertolak belakang
20 Bab 20 Perkelahian
21 Bab 21 Makan Bersama
22 Bab 22 Sakit
23 Bab 23 Sarapan
24 Bab 24 Racun Cinta
25 Bab 25 Kejang Demam
26 Bab 26 Kirana Diculik!
27 Bab 27 Kabur
28 Bab 28 Panggilan Video
29 Bab 29 Kencan Pertama
30 Bab 30 Kurang Peka
31 Bab 31 Kita Impas
32 Bab 32 Rendang
33 Bab 33 Rindu dan Cemburu
34 Bab 34 Istriku
35 Bab 35 Kirana Ulang Tahun
36 Bab 36 Kue Ulang Tahun
37 Bab 37 Rama dan Shinta
38 Bab 38 Siapa Pelakunya?
39 Bab 39 Kelepasan Bicara
40 Bab 40 Berniat Melamar
41 Bab 41 Tuduhan
42 Bab 42 Salah Paham
43 Bab 43 Pindah
44 Bab 44 Hidup Dalam Pelarian
45 Bab 45 Jebakan
46 Bab 46 Kantor Polisi
47 Bab 47 Jalan Buntu
48 Bab 48 Cerita Juan
49 Bab 49 Buku Harian Karina
50 Bab 50 Tertembak
51 Bab 51 Maaf
52 Bab 52 Menemui Harsa
53 Bab 53 Kisah Yang Tak Pernah Diceritakan
54 Bab 54 Tamu yang Lain
55 Bab 55 Melawan
56 Bab 56 Sadarkan Diri
57 Bab 57 Surat Dari Karina
58 Bab 58 Segera Menikah
59 Bab 59 Keluarga Asher
60 Bab 60 You Don't Have A Choice
61 Bab 61 Hari Yang Dinanti
62 Bab 62 Malam Pertama
63 Bab 63 Panggilan Sayang
64 Bab 64 After 2 years
65 Bab 65 Dari Mana Asalnya Adik Bayi?
66 Bab 66 Ketakutan Telah Hilang
67 Bab 67 Kabar Bahagia
68 Bab 68 Belajar Renang
69 Bab 69 Jaga Dirimu Baik-Baik
70 Bab 70 Baby Boy
71 Bab 71 Pria Misterius
72 Bab 72 Pergi
73 Bab 73 Rekaman
74 Bab 74 Pusara Ibu
75 Bab 75 Gadis Bertudung Merah dan Sang Serigala
76 Bab 76 Rencana Dimulai
77 Bab 77 Terbongkar
78 Bab 78 Pengejaran
79 Pengumuman
80 Bab 79 Alexa atau Kirana
81 Bab 80 Sang Perawat
82 Bab 81 Sandiwara
83 Bab 82 Rahasia (The End)
84 Bab 83 Semua mau ikut (Special Part)
85 Bab 84 Nakula dan Sadewa (Special Part)
86 Ucapan Terima Kasih
87 Novel Baru Rahasia Sang Officie Girl
88 Novel Baru Pacar Satu Milyar
89 novel Baru Rilis
Episodes

Updated 89 Episodes

1
Bab 1 Cinta Lama
2
Bab 2 Kelahiran dan Kematian
3
Bab 3 Berhenti Bekerja
4
Bab 4 Kenangan
5
Bab 5 Kenangan (part 2)
6
Bab 6 Meninggalnya Indra Irawan
7
Bab 7 Belajar Menjadi Ayah
8
Bab 8 Ibu Datang
9
Bab 9 Kemarahan Ibu
10
Bab 10 Jujur
11
Bab 11 Tetangga Sok Tahu
12
Bab 12 Fakta yang Tak Terungkap
13
Bab 13 Curiga
14
Bab 14 Tentang Harsa
15
Bab 15 Belanja Bersama
16
Bab 16 Kecelakaan
17
Bab 17 Peringatan terakhir
18
Bab 18 Bertengkar
19
Bab 19 Bertolak belakang
20
Bab 20 Perkelahian
21
Bab 21 Makan Bersama
22
Bab 22 Sakit
23
Bab 23 Sarapan
24
Bab 24 Racun Cinta
25
Bab 25 Kejang Demam
26
Bab 26 Kirana Diculik!
27
Bab 27 Kabur
28
Bab 28 Panggilan Video
29
Bab 29 Kencan Pertama
30
Bab 30 Kurang Peka
31
Bab 31 Kita Impas
32
Bab 32 Rendang
33
Bab 33 Rindu dan Cemburu
34
Bab 34 Istriku
35
Bab 35 Kirana Ulang Tahun
36
Bab 36 Kue Ulang Tahun
37
Bab 37 Rama dan Shinta
38
Bab 38 Siapa Pelakunya?
39
Bab 39 Kelepasan Bicara
40
Bab 40 Berniat Melamar
41
Bab 41 Tuduhan
42
Bab 42 Salah Paham
43
Bab 43 Pindah
44
Bab 44 Hidup Dalam Pelarian
45
Bab 45 Jebakan
46
Bab 46 Kantor Polisi
47
Bab 47 Jalan Buntu
48
Bab 48 Cerita Juan
49
Bab 49 Buku Harian Karina
50
Bab 50 Tertembak
51
Bab 51 Maaf
52
Bab 52 Menemui Harsa
53
Bab 53 Kisah Yang Tak Pernah Diceritakan
54
Bab 54 Tamu yang Lain
55
Bab 55 Melawan
56
Bab 56 Sadarkan Diri
57
Bab 57 Surat Dari Karina
58
Bab 58 Segera Menikah
59
Bab 59 Keluarga Asher
60
Bab 60 You Don't Have A Choice
61
Bab 61 Hari Yang Dinanti
62
Bab 62 Malam Pertama
63
Bab 63 Panggilan Sayang
64
Bab 64 After 2 years
65
Bab 65 Dari Mana Asalnya Adik Bayi?
66
Bab 66 Ketakutan Telah Hilang
67
Bab 67 Kabar Bahagia
68
Bab 68 Belajar Renang
69
Bab 69 Jaga Dirimu Baik-Baik
70
Bab 70 Baby Boy
71
Bab 71 Pria Misterius
72
Bab 72 Pergi
73
Bab 73 Rekaman
74
Bab 74 Pusara Ibu
75
Bab 75 Gadis Bertudung Merah dan Sang Serigala
76
Bab 76 Rencana Dimulai
77
Bab 77 Terbongkar
78
Bab 78 Pengejaran
79
Pengumuman
80
Bab 79 Alexa atau Kirana
81
Bab 80 Sang Perawat
82
Bab 81 Sandiwara
83
Bab 82 Rahasia (The End)
84
Bab 83 Semua mau ikut (Special Part)
85
Bab 84 Nakula dan Sadewa (Special Part)
86
Ucapan Terima Kasih
87
Novel Baru Rahasia Sang Officie Girl
88
Novel Baru Pacar Satu Milyar
89
novel Baru Rilis

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!