Part 3

"Baiklah, anak-anak. Sampai di sini pertemuan kita hari ini. Selamat siang!"

"Siang, Buk."

Terdengar suara helaan nafas lega dari dalam ruangan tersebut. Lega karena Dosen killer itu sudah beranjak keluar.

Sesaat setelah Dosen killer itu keluar, ruangan menjadi sepi karena sebagian sudah ada yang keluar.

Ceisya membereskan buku-bukunya dan memasukkannya ke dalam tas.

Di dalam kelasnya tidak ada satupun teman yang akrab dengan Ceisya. Entah mengapa gadis itu tidak mau terlalu akrab dengan teman-temannya kecuali kalau membahas tugas.

Dan yang Ceisya lakukan saat ini adalah keluar dari kelasnya dan pergi ke perpustakaan untuk meminjam buku. Banyak materi yang harus dia pelajari mengingat sebentar lagi ujian praktek.

Ceisya berkeliling di dalam perpustakaan sambil mencari buku tentang pembahasan materi.

Setelah mendapatkannya Ceisya langsung keluar dari dalam perpustakaan dan berniat untuk bersantai di taman.

Buku-buku tebal itu terbuka kala jari-jari lentik Ceisya membuka halaman per halaman.

Rambut panjangnya bahkan melayang-layang saat tertiup angin. Sungguh definisi gadis mempesona.

"Ceisya."

Ceisya mendongakkan kepalanya merasa ada yang memanggil namanya. Dan benar saja, seorang pria berpenampilan rapi tengah menatapnya.

"Mengganggu?"

"Sedikit." jawab Ceisya jujur.

"Boleh aku duduk?"

Ceisya menganggukkan kepalanya. "Ada apa, Ga?" tanya Ceisya sambil menatap ke arah depan.

"Eummm...itu. Aku mau pinjam buku tugas karena minggu lalu aku tidak hadir. Boleh?" tanya Rangga teman sekelas Ceisya.

"Iya. Boleh. Tapi, bukunya di kosan. Mau sekarang atau besok? Kalau sekarang biar aku ambil di kosan."

"Sekarang." jawab Rangga dengan wajah berbinar.

Ceisya membereskan buku-bukunya dan memasukkannya ke dalam tas lalu dia bangkit dari duduknya.

"Mau kemana, Sya?" tanya Rangga.

"Katanya mau minjam buku?"

"Yuk!"

Ceisya hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah Rangga. Bukan hal asing lagi bagi Ceisya kalau melihat Rangga yang selalu berusaha untuk mengobrol dengannya.

Tidak tahu dia kalau itu adalah akal-akalan bulus Rangga agar bisa berdekatan dengan Ceisya.

Sesampai mereka di parkiran, Ceisya langsung mengeluarkan motornya dan langsung tancap gas dengan Rangga berada di belakang mengikutinya.

"Tunggu sebentar!" ujar Ceisya lalu masuk ke kosannya sedangkan Rangga duduk di luar. Bisa bahaya kalau dia masuk, akan jadi fitnah para netizen yang subhanallah sekali.

Tidak lama datanglah Ceisya sambil membawa bukunya. "Nih!" Ceisya menyodorkan bukunya.

"Terima kasih, Sya."

"Sama-sama."

"Oh iya. Kamu sudah makan siang?"

Ceisya menggelengkan kepalanya. Memangnya dia sempat makan siang sedangkan tadi saja dia berada di taman.

"Sebagai tanda terima kasih aku mau mentraktir kamu makan siang. Mau?"

Ceisya menimbang-nimbang tawaran Rangga. Hemmm...gratis. Kapan lagi coba.

"Boleh. Tapi, di warung makan biasa aja ya?" nego Ceisya yang memang malas untuk bepergian jauh.

"No problem." balas Rangga tak masalah. "Mau bareng atau sendiri-sendiri?"

"Sendiri aja."

"Baiklah."

Rangga melajukan motornya untuk mencari warung makan terdekat dari kosan Ceisya.

Rangga memberhentikan motornya saat menemukan warung makan yang berada tidak jauh dari kosan Ceisya. Ceisya yang melihatnya juga berhenti.

Sambil menunggu pesanan Rangga berniat untuk membuka pembicaraan mereka. Rasanya canggung apabila berdiam saja. Apalagi Ceisya, jangan ditanya. Gadis itu asik menikmati orang-orang ramai yang sedang asik memakan bakso. Ya. Mereka berhenti di sebuah warung makan yang menyediakan menu bakso, mie ayam, dan masih banyak lagi.

"Eummm...Sya."

"Ya?"

"Boleh aku bertanya sesuatu?"

"Apa?"

"Pacar kamu gak marah kalau lihat kita berduaan begini?" tanya Rangga hati-hati.

"Pacar?" tanya Ceisya pada dirinya sendiri sambil membayangkannya.

Melihat keterdiaman Ceisya, Rangga tahu bahwa pertanyaannya tersebut membuat Ceisya tidak nyaman.

"Sudah. Lupakan aja." ujar Rangga.

Tidak lama kemudian pesanan mereka tiba.

"Mau aku antar pulang?" tanya Rangga sambil mengelap mulutnya menggunakan tisu.

"Tidak usah. Langsung pulang aja." jawab Ceisya.

"Baiklah kalau begitu. Hati-hati pulangnya."

"Iya."

Malam harinya Ceisya berniat untuk mencari makanan untuk dia makan malam. Perutnya sudah keroncongan akibat menguras otak dan pikiran saat mengerjakan tugas.

Biasanya Ceisya memasak sendiri. Tapi, karena bahan makanannya sudah habis Ceisya harus terpaksa berkeliaran di malam hari untuk mencari makan.

Sebenarnya malas dan tentunya mager. Tapi perutnya tidak bisa di ajak kompromi. Alhasil di sini lah Ceisya berada. Di warung makan tempat langganannya. Bukan warung makan tempat dia makan bersama Rangga tadi siang.

Ceisya mengeratkan jaket yang melekat di tubuhnya kala dingin menyapa.

"Sendiri aja, Neng?" tanya Siti pemilik warung makan sambil meletakkan piring berisikan soto di atas meja.

"Huft! Iya, Mbak." jawab Ceisya.

"Lha, temennya mana?" tanya Siti.

"Pulang kampung, Mbak. Katanya saudaranya nikah." balas Ceisya.

Teman yang dimaksudnya adalah Reva. Sahabat Ceisya yang berdekatan kosan dengannya. Biasanya mereka selalu berpergian berdua kemana-mana. Reva satu Universitas dengannya. Bedanya Reva mengambil jurusan psikologi.

Sudah dua hari ini Ceisya sendiri karena Reva masih berada di kampung halamannya.

"Oh, begitu. Yang sabar ya, Neng. Mbak pamit ke belakang dulu ya?"

"Iya, Mbak. Silahkan."

Tinggal lah Ceisya duduk lesehan sendirian. Malam-malam begini warung makan Mbak Siti selalu ramai akan pengunjungnya. Jadi, tidak heran kalau Mbak Siti sibuk di belakang. Biasanya kalau sepi pengunjung Mbak Siti selalu menemani Ceisya mengobrol.

Warung makan Mbak Siti sangatlah unik. Tidak ada kursi untuk duduk alias lesehan.

Ceisya meniup-niup nasi yang masih hangat sebelum masuk ke dalam mulutnya.

Rasa kuah soto ketika berbaur dengan nasi sungguh menggugah selera.

Suapan per suapan nasi telah masuk ke dalam ke perut Ceisya dan bersiap-siap untuk di eksekusi oleh pencernaan.

Sebelum beranjak pulang, Ceisya terlebih dahulu duduk lama di tempatnya agar proses pencernaannya lancar.

Ceisya menscroll layar ponselnya sambil sesekali melihat sekitarnya. Netra matanya terhenti ketika tidak sengaja melihat seorang remaja yang melamun sambil melihat ke meja pengunjung lain yang sedang asik bercengkrama bersama anaknya.

Sorot matanya begitu sendu. Entahlah, ketika Ceisya melihatnya menjadi tidak tega. Seperti ada sesuatu yang dipendam olehnya.

Berteman dengan Reva membuatnya tau lebih banyak tentang psikologis. Reva sering mengajaknya pergi menemui anak-anak yang mentalnya sedikit terganggu. Tidak banyak Reva mengajarinya ini itu.

Ceisya mematikan ponselnya dan memasukkannya ke dalam saku celananya. Beruntung saku celananya dalam seperti lautan samudera. Jika tidak, sudah di pastikan ponsel kesayangannya itu akan tercecer entah di mana.

Begitu Ceisya mendekat, gadis tersebut langsung berlari keluar. Sepertinya keberadaan Ceisya di sadari olehnya.

Melihat gadis remaja tersebut berlari, Ceisya berusaha mengejarnya. Namun, karena jalanan terlalu banyak kendaraan lewat jadi Ceisya kehilangan jejaknya.

Tidak diketahui bahwa gadis tersebut berlari dan bersembunyi di balik pepohonan besar yang berada tidak jauh dari warung makan tersebut.

Ceisya mengingatnya. Mengingat paras ayu dari gadis remaja tersebut.

Setelah beberapa menit Ceisya mencari dan tidak menemukannya akhirnya Ceisya menyerah. Ceisya memutuskan untuk pulang ke kosannya dan beristirahat setelah perutnya terisi.

Bayangan-bayangan masa lalunya langsung muncul di kepala Ceisya. Ketika dia remaja, Ceisya pernah mengalaminya. Kedua orang tuanya begitu sibuk berkutat dengan pekerjaannya. Bundanya yang begitu sibuk mengurusi bisnis rangkaian bunganya dan Ayahnya yang selalu jarang di rumah kerena urusan bisnisnya yang membuat Ayahnya begitu jarang berada di rumah. Bahkan Ayahnya pulang hanya dua bulan sekali. Bukankah itu menyiksa? Ceisya maklum. Toh itu semua juga untuk kebahagiaannya. Ralat, bukan kebahagiaan seperti itu lah yang dia inginkan.

Sejak kejadian Ceisya yang pernah mengalami kecelakaan di usianya yang masih duduk di bangku SMP sejak itu lah orang tuanya berubah. Itu semua karena teguran keras dari Kakek dan Neneknya.

Bagaikan tamparan keras yang menyapa wajah kedua orang tuanya. Mereka baru menyadari perbuatan mereka yang hanya sibuk mengejar urusan duniawi. Lupa bahwa ada sepasang anak yang butuh akan kasih sayang dan perhatiannya.

Ceisya tidak pernah kekurangan apapun dalam hal materi. Tapi, yang dia butuhkan hanya kasih sayang.

Sekarang dunianya telah berubah. Sangat bahagia. Bahkan sekarang rasanya seperti mimpi.

Mengubah nasib bukan hal yang mudah seperti membalikkan telapak tangan. Harus ada kejadian yang menyakitkan baru mereka akan sadar. Seseorang sukses juga bukanlah seperti memasak mie instan. Sakit, jatuh, bangun, bangkit. Banyak proses yang harus dilalui. Memasak mie instan saja harus penuh perjuangan.

Tersenyum ketika hati sedang tidak baik-baik saja. Berpura-pura bahagia dalam keadaan menderita. Hal itu wajar dan sudah tidak asing lagi. Namun, bagaimana cara menyikapinya. Apakah harus di sikapi dengan baik ataukah tidak. Tergantung manusianya. Apa yang kita tanam itu lah juga yang akan kita tuai.

...…...

Mari merapattt 🙈

jempolnya ges

Terpopuler

Comments

◌ᷟ⑅⃝ͩ●⍣క🎸BuNdAιиɑ͜͡✦●⑅⃝ᷟ◌ͩ

◌ᷟ⑅⃝ͩ●⍣క🎸BuNdAιиɑ͜͡✦●⑅⃝ᷟ◌ͩ

nenek2 kalo ngomong suka bener lho. krn udah banyak pengalaman hidup

2022-06-18

3

𝓐𝔂⃝❥Ŝŵȅȩtŷ⍲᱅Đĕℝëe

𝓐𝔂⃝❥Ŝŵȅȩtŷ⍲᱅Đĕℝëe

Kasian juga ya Ceisya, kedua orang tuanya sibuk bekerja. Sehingga waktu buat dia kurang 😔

2022-06-18

1

☠ᵏᵋᶜᶟ𝐌𝐀⃝🥀𝐗🧸ᴼᴺᴼᶠᶠ

☠ᵏᵋᶜᶟ𝐌𝐀⃝🥀𝐗🧸ᴼᴺᴼᶠᶠ

si rangga mau berduaan sm sama sya🤭🤭 boleh gabung ga sih ikut sm kalian

2022-06-18

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!