- Awal Pertemuan -

***

Meski itu satu detik, tapi itu membuatku mereview kembali, untuk memilih sedikit menjauh dari dimas.

Malam ini kita memutuskan untuk pergi ke bukit bintang di imogiri, aku berusaha menjaga jarak dengan dimas.

Berusaha untuk tidak terlibat pembicaraan dengannya, tapi tentu saja itu mustahil.

Aku tidak membenci dimas, aku hanya memiliki debaran aneh yang muncul, saat aku melihat dimas.

Seperti biasa, aku memilih untuk berkendara dengan ferdi.

Perjalanan cukup jauh ke imogiri, tapi meski begitu, jiwa muda kami enggan untuk menyerah.

Kami tetap memacu motor kami, meski dinginnya angin malam semakin menusuk tubuh kami, begitu kami melalui tanjakan ke arah bukit bintang.

Sesampainya di atas, kami memutuskan untuk duduk di warung angkringan ujung.

Memang pemandangan paling bagus di angkringan tengah, tapi makanan yg paling enak di warung ujung.

Buat aku dan kiki, ini adalah kesekian kalinya kita mampir kesini, tapi buat ferdi dan fais ini adalah pertama kalinya.

"Siapa yang memilih kesini", tanyaku pada anak-anak.

"Aku yang milih", jawab dimas.

Aku hanya terdiam mendengar jawaban gamblang dimas.

"Wah tempatnya keren banget ya", ujar fais.

"Sayang nanti kita sering-sering kesini ya", pinta fais ke maya.

Kita serempak langsung menggoda pasangan tersebut.

"Cieee", teriak kami serempak.

"Hah, aku yang jomblo jadi kedinginan", ujar ferdi.

"Bukannya emang dingin ya disini, nggak jomblo juga dingin kok", ujar kiki.

"Ki, gimana hubungan kamu sama siapa itu, wawan yang anak olahraga", tanya fian ke kiki.

Aku langsung kaget, dan hampir tersedak jagung yang sedang ku kunyah.

Aku kemudian melihat ke arah kiki sambil sedikit mendorong bahunya.

"Wawan siapa ya", tanyaku ke kiki, mencoba mencari jawaban.

"Apaan sih fian, orang cuma temen aja", ujar kiki, kemudian mencubit lengan fian.

Fian pun mengeluh sakit, lalu mengusap lengannya, dan fian memilih untuk tidak melanjutkan gurauannya untuk kiki.

Selain susi, fian juga memang satu kampus dengan kiki, jadi cukup wajar kalau mereka sering berpapasan.

Aku yang penasaran, masih terus menepuk bahu kiki sambil meminta jawaban.

"Iya nanti di rumah nia aku ceritain", ujar kiki.

"Bener ya, jangan pura-pura lupa nanti", ujarku pada kiki.

"Iya beb", jawab kiki, meyakinkanku.

Aku berusaha mengabaikan perasaan anehku ke dimas sepanjang malam.

Dimas sendiri terlihat lebih sering mengobrol dengan rumi dan susi.

Sedang pasangan romantis di depan kami, menikmati pemandangan kota sambil berpelukan.

Sisanya, termasuk aku, menikmati jagung bakar, sambil memandang iri pada fais dan maya yang terlihat mesra.

"Habis ini langsung pulang", tanya fian.

"Aku mau ke bosche dong, ada yang mau bayarin tiketnya", ujarku sambil melirik ke arah kiki, lalu memainkan jagungku di depan muka kiki dan fian.

Aku menggoda fian, dengan memainkan jagungku di muka fian, dengan suara khas klub malam.

"Siapa yang mau ke bosche", tanya susi, begitu mendengar ucapanku.

"Aku sama rara", jawab kiki.

"Aku sama dimas ikut ya", pinta rumi, pada aku dan kiki.

"Aku juga ikut", ujar adit.

"kamu gimana fian", tanya rumi.

"Aku mau main game di warnet sama ferdi nanti", jawab fian.

Setelah satu jam lebih kita merasakan dinginnya imogiri, rumi mengajak kami untuk turun.

Fais dan maya memutuskan untuk tinggal lebih lama.

Fian kemudian meminta ferdi untuk berkendara dengannya.

Absennya ferdi menjadi pengemudiku, membuat aku harus mencari pengemudi lain, dan rumi menawarkan aku untuk berboncengan dengan dimas.

Aku tidak punya pilihan untuk menolak, karena rumi sudah berpasangan dengan kiki, dan adit dari awal memang sudah berangkat bersama susi.

Susi tidak berminat untuk pergi ke bosche dengan kami, jadi adit akan mengantar susi pulang terlebih dulu, baru akan menyusul kita ke bosche.

Perjalanan dari bukit bintang ke bosche, adalah dua jam dalam keheningan yang sangat membosankan.

Dimas tidak banyak bicara, dan aku juga enggan untuk bertanya.

"Ra kamu kuliah dimana", tanya dimas, akhirnya setelah satu jam diam.

"Apa", ujarku, sedikit teriak karena tidak mendengar ucapan dimas.

"Kuliah dimana", tanya dimas lagi, dengan suara lebih kencang.

"Di Pancasila", jawabku singkat.

"Kaliurang", tanya dimas lagi.

"Bukan, pancasila ekonomi di babarsari", jawabku.

Setelahnya, keheningan kembali menjadi teman perjalanan kami.

Aku bernafas lega setelah akhirnya sampai di bosche.

"Bosen ya boncengan sama aku", tanya dimas saat aku menyerahkan helm ke dimas.

"Enggak kok", jawabku sambil tersenyum.

Aku memilih untuk berbohong, daripada harus menyakiti perasaan dimas.

Aku bergegas ke arah kiki dan menggandengnya untuk masuk, sementara rumi dan dimas berjalan di belakang kami.

Setelah masuk, aku dan kiki langsung ke arah toilet untuk mengganti baju, dengan dress yang kami bawa dari rumah.

Begitu selesai, aku dan kiki langsung ke arah rumi dan dimas yang sedang duduk di dekat bar.

Kami menitipkan tas kami ke mereka, lalu aku dan kiki turun ke lantai, untuk bergabung dengan sekumpulan orang yang sedang bersenang-senang.

Aku tidak minum atau merokok, begitupun dengan kiki, biasanya kita ke bosche hanya untuk olah raga, bukan untuk minum alkohol.

Tak lama rumi begabung dengan kami, sementara dimas lebih memilih untuk duduk di meja.

Aku melihat dimas dengan segelas minuman yang terlihat seperti alkohol, aku langsung menghampiri dimas.

"Dimas kalau kamu minum, aku pulangnya nggak mau sama kamu ya", ujarku.

Dimas hanya menatap kearahku, sambil memintaku untuk berbicara di telinganya.

Aku kemudian mengulangi apa yang aku bicarakan sebelumnya, dan berbicara di telinga dimas, sambil tanganku berusaha meredam suara, disekitar telinga dimas.

"Ini es teh ra", jawab dimas dengan suara beratnya di telingaku.

Aku sedikit kaget, dan langsung menarik wajahku, kemudian menjauh setelah mendengar ucapan dimas.

Aku kaget bukan karena ucapan dimas, tapi karena suara berat dimas, yang begitu jelas di telingaku.

Hatiku juga langsung berdebar, setelah mendengar suara berat dimas.

Sejujurnya agak aneh, jika dimas hanya minum es teh, sementara pria di sekitarnya menggenggam alkohol, tapi aku lega, karena dimas tidak minum alkohol.

Aku kemudian memilih untuk meninggalkan dimas, dan kembali bergabung dengan kiki.

Dimas hanya senyum padaku, saat aku melihat ke arahnya lagi.

Aku berusaha mengabaikan sepenuhnya perasaan aneh yang di sebabkan oleh dimas.

Begitu jam sudah menunjukkan pukul 1.45 dini hari, dimas mengajak kami untuk pulang, supaya aku dan kiki tidak terlalu larut sampai rumah.

Aku dan kiki tiba dirumah nia pukul dua dini hari.

Motor kiki dibawa oleh rumi dan akan diantar ke rumah nia esoknya, karena pintu gerbang menuju komplek perumahan nia sudah tutup.

Setelah menyapa satpam, kita berusaha untuk tidak membuat keributan dan berjalan pelan-pelan.

Nia sudah menunggu kami di depan rumah, kami pun langsung berlari ke arahnya.

Begitu kita masuk, ternyata ayahnya nia masih terjaga di ruang tamu.

"Kalian ini apa nggak takut pulang dini hari", ujar om rusman ayah nia pada aku dan kiki.

"Tadi di antar temen om sampai gerbang", jawabku ke om rusman.

Aku dan kiki langsung menempel ke tembok, saat ayah nia berbicara pada kami, dan nia memilih untuk duduk di sebelah ayahnya, melihat kami di nasehati oleh ayahnya.

Om rusman memang terlihat garang tapi beliau sangat baik.

"Om belum tidur", tanya kiki mencoba mencairkan suasana.

"Gimana bisa tidur kalau kalian belum pulang, kan om khawatir nak", ujar om rusman, dengan nada khawatir.

Aku dan kiki memandang ke arah nia, merasa dikhianati, karena nia sudah cerita ke ayahnya, kalau kita pergi ke bosche.

Nia hanya mengangkat bahu saat melihat tatapan mata kita.

"Lain kali tidak boleh lebih dari jam 12 malam ya", pinta om rusman tegas

"Siap om", jawabku dan kiki.

Om rusman kemudian meminta kita untuk langsung ke lantai dua, ke kamar nia, untuk istirahat.

Setelah bersih-bersih muka, aku dan kiki langsung tidur.

"Ki jangan lupa ya besok harus cerita soal wawan", ujarku setengah tertidur.

"Siapa wawan", tanya nia, yang terdengar penasaran.

"Temen", jawab kiki.

Aku hanya tertawa kecil, lalu kiki menutup mulutku dengan tangannya dan memintaku untuk tidur.

***

Episodes
1 - Pesan singkat -
2 - Rumah Uti -
3 - Sahabatku -
4 - Teman Kampus -
5 - Awal Pertemuan -
6 - Masa Pengenalan -
7 - Pacar Baru Kiki -
8 - Akhir semester dua-
9 - Touring 2010 -
10 - Rasa yang merayap -
11 - Date Pertama -
12 - Ungkapan Dimas -
13 - Terlalu Cepat -
14 - Minggu terakhir liburan -
15 - Pertengkaran Pertama -
16 - Cinta yang semakin dalam -
17 - Hari lahir ku -
18 - Ketemu Mami Mita -
19 - Malam Di Bukit -
20 - Keluarga Dimas -
21 - Nia Sahabatku -
22 - Menghibur Nia -
23 - Cerita Nia -
24 - Kak alan putus -
25 - Date night -
26 - Nasehat Ibu -
27 - Toko Mami Mita -
28 - Minggu di solo -
29 - Rahasia Rani -
30 - Vila Dimas -
31 - Sentuhan Dimas -
32 - Undangan Pernikahan -
33 - Permintaan Dimas -
34 - Rasa Cemburu -
35 - Hari Kelulusan Dimas -
36 - Sebelum Badai -
37 - Pagi Waktu Solo -
38 - Zahra -
39 - Hati Dimas -
40 - Badai Pertama -
41 - Sebuah Kesempatan -
42 - Luka yang kuulangi -
43 - Badai yang bertahan -
44 - Berperang dengan rasa -
45 - Waktu yang enggan untuk membeku -
46 - Dari ada ketiada -
47 - Hidup yang harus di jalani -
48 - Hari Tenang -
49 - Harapan -
50 - Manisnya sebuah impian -
51 - Hari untuk kak alan dan rani -
52 - Perpisahan -
53 - Aku Pergi -
54 - Jakarta -
55 - Konsekuensi -
56 - Melepas rasa -
57 - Pulang ke jogja -
58 - Tahun berganti -
59 - Sosok Baru -
60 - Apa kabar -
61 - Dia kembali -
62 - Selalu untuknya -
63 - Namanya Rasya -
64 - Sikap manjanya -
65 - Arman pergi -
66 - Keputusan -
67 - Petaka pagi hari -
68 - Neraka dunia -
69 - Jalan keluar -
70 - Hati mia -
71 - Udara baru -
72 - Akhir dari cerita -
73 - Lembaran baru -
Episodes

Updated 73 Episodes

1
- Pesan singkat -
2
- Rumah Uti -
3
- Sahabatku -
4
- Teman Kampus -
5
- Awal Pertemuan -
6
- Masa Pengenalan -
7
- Pacar Baru Kiki -
8
- Akhir semester dua-
9
- Touring 2010 -
10
- Rasa yang merayap -
11
- Date Pertama -
12
- Ungkapan Dimas -
13
- Terlalu Cepat -
14
- Minggu terakhir liburan -
15
- Pertengkaran Pertama -
16
- Cinta yang semakin dalam -
17
- Hari lahir ku -
18
- Ketemu Mami Mita -
19
- Malam Di Bukit -
20
- Keluarga Dimas -
21
- Nia Sahabatku -
22
- Menghibur Nia -
23
- Cerita Nia -
24
- Kak alan putus -
25
- Date night -
26
- Nasehat Ibu -
27
- Toko Mami Mita -
28
- Minggu di solo -
29
- Rahasia Rani -
30
- Vila Dimas -
31
- Sentuhan Dimas -
32
- Undangan Pernikahan -
33
- Permintaan Dimas -
34
- Rasa Cemburu -
35
- Hari Kelulusan Dimas -
36
- Sebelum Badai -
37
- Pagi Waktu Solo -
38
- Zahra -
39
- Hati Dimas -
40
- Badai Pertama -
41
- Sebuah Kesempatan -
42
- Luka yang kuulangi -
43
- Badai yang bertahan -
44
- Berperang dengan rasa -
45
- Waktu yang enggan untuk membeku -
46
- Dari ada ketiada -
47
- Hidup yang harus di jalani -
48
- Hari Tenang -
49
- Harapan -
50
- Manisnya sebuah impian -
51
- Hari untuk kak alan dan rani -
52
- Perpisahan -
53
- Aku Pergi -
54
- Jakarta -
55
- Konsekuensi -
56
- Melepas rasa -
57
- Pulang ke jogja -
58
- Tahun berganti -
59
- Sosok Baru -
60
- Apa kabar -
61
- Dia kembali -
62
- Selalu untuknya -
63
- Namanya Rasya -
64
- Sikap manjanya -
65
- Arman pergi -
66
- Keputusan -
67
- Petaka pagi hari -
68
- Neraka dunia -
69
- Jalan keluar -
70
- Hati mia -
71
- Udara baru -
72
- Akhir dari cerita -
73
- Lembaran baru -

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!