" ....Tuan Menteri kita yaitu Samuel Alteus dinyatakan meninggal dunia di kediamannya tadi malam. Beliau menerima tusukkan tepat di jantungnya..."
" Menyeramkan sekali." komentar Gabriel.
Hansen menganggukkan kepalanya. " Dan juga kejam."
Saat ini Gabriel dan Hansen sedang menonton berita terbaru ditelevisi. Tapi siapa yang tahu bahwa saat menghidupkan televisi yang tayang pertama kali adalah berita kematian Samuel Alteus, Menteri di negara ini.
" Apakah dia bangsawan juga sepertimu ?" tanya Hansen.
" Ya, tapi dia lebih memilih menjadi budak pemerintah dibandingkan pengusaha seperti ayahku." jawab Gabriel.
" Kasihan sekali, seharusnya diusianya yang sudah tua itu dia sedang berbahagia bersama anak dan cucunya." Hansen menghela napas merasa kasihan.
Gabriel langsung mencibirnya. " Kau baik sekali Hans. Tidak tahukah kau jika umur itu tidak bisa kau tetapkan sendiri ?"
" Aku tahu tapi dia itu kan orang baik. Setidaknya beri waktu untuk bersama keluarganya." yah, orang baik seharusnya memang memiliki nasib yang baik juga, itulah yang dipikirkan Hansen.
" Kau tidak tahu dunia politik Hans. Mereka saling membunuh dibalik senyum manis mereka."
Hansen berbaring di sebelah Gabriel. Tatapannya menerawang jauh ke atas.
" Hei, kita jalan ke Mall kau mau tidak ?" ajak Gabriel.
Hansel menoleh menatap Gabriel di sebelahnya. " Mau apa kau disana ?"
" Kau mau tidak ?" Gabriel malah balik bertanya.
" Tidak mau nanti kulitku hitam karena banyak keluar." tolak Hansen.
Gabriel tersenyum miring. " Yakin ?"
" Yakin." Hansen mengangguk pasti.
" Meskipun kita keluar untuk mencari gadis cantik ?"
" Ayo !" Hansen langsung beranjak bangun. Siapa yang tidak ingin mencari gadis cantik ? Hansen rasa hampir semua makhluk yang berjenis laki laki ingin mencari gadis cantik.
" Kau tidak takut hitam ?" tanya Gabriel yang sedang menahan tawa.
Hansen menggelengkan kepalanya. " Aku bisa memutihkan kulitku kedokter nanti."
Mendengar jawaban Hansen, Gabriel mencibir sinis. " Dasar buaya tidak berbuntut."
" Kau yang memaksaku tadi."
Gabriel melototkan matanya dengan tangan menunjuk tepat di tengah kedua mata Hansen. " Heh ! Aku mengajakmu buaya bukan memaksamu !"
Hansen menjulingkan matanya menatap jari telunjuk Gabriel. Seketika ekspresi Hansen menjadi aneh dan itu membuat Gabriel merasa ngeri sendiri.
" Huh, sudahlah. Kau terlihat seperti orang idiot kalau seperti itu." Gabriel menarik jari telunjuknya kembali lalu mendengus kesal sambil beranjak pergi.
Hansen segera tersadar dan berlari mengejar Gabriel. " Kau seperti wanita yang sedang datang bulan Gabriel."
Gabriel melambaikan tangannya tanpa berbalik ke belakang lalu masuk ke dalam mobil. Jika Gabriel membalas setiap ucapan Hansen bisa bisa mereka tidak akan pernah sampai di Mall.
" Kau merajuk ?" tanya Hansen setelah masuk ke dalam mobil.
Gabriel masih tetap diam sembari mulai menyetir mobilnya. Kali ini Gabriel akan sekuat hati menahan diri untuk tidak memaki Hansen.
Hansen menyandarkan tubuhnya dan ikut menatap jalan di depannya. " Astaga apa yang terjadi ? Bagaimana bisa membujuk satu orang pria lebih sulit dibandingkan membujuk sepuluh wanita ?" gumamnya.
Gabriel yang mendengarnya hanya bisa bersabar. Hansen melirik Gabriel lalu tersenyum miring.
" Kau yakin ingin mendiamiku LeBanBi ?"
Gabriel masih tetap pada pendiriannya yang membuat Hansen bersiul ringan seperti kicauan burung.
" Kau bisa diam ?" Gabriel bertanya sinis.
Hansen tertawa dalam hati, sekarang gilirannya yang diam.
" Kau bisu ?" tanya Gabriel lagi.
Hansen mengacuhkan pertanyaan itu dan masih bersiul.
" Teruslah seperti itu dan mulai besok kau tidak perlu lagi masuk kerja di kantorku." ucap Gabriel mengancam.
Mata Hansen terbelalak seketika saat mendengarnya. Segera ia duduk tegak dengan tangan memberi hormat layaknya seorang prajurit yang sedang melapor pada komandannya.
" Maaf bos !"
Gabriel mengabaikannya dan beranjak keluar dari dalam mobil. Hansen mengikutinya dari belakang, masa bodoh dengan Gabriel yang merajuk karena sekarang mencari gadis cantik lebih penting dari pada membujuk temannya itu.
" Jangan berjalan di belakangku Hans." ucap Gabriel.
" Aku bawahanmu bos." Hansen menjawab dengan nada menyindir.
Gabriel menghela napas menahan kesal. " Kita akan mencari gadis cantik Hans. Bagaimana mungkin kita jalan berdua dengan kau yang berjalan mengikutiku di belakang ?"
Hansen tersenyum lebar mendengarnya lalu melangkah ke samping Gabriel. " Kalau bisa kita cari beberapa Gabriel jangan satu saja."
" Gila !" balas Gabriel.
.
...*****...
.
Di kantor militer negera Z, kematian Samuel Alteus menjadi pembicaraan yang menegangkan. Ini adalah pertama kalinya ada petinggi negara yang mati dibunuh dan itu membuat kerjasama antar negara mengalami masalah.
" Aku tidak mau tahu. Cari hingga keseluruh penjuru negara dan tangkap pembunuh itu hidup atau mati !"
" Baik Jenderal !" empat pasukan terpercaya milik negara Z berucap bersamaan. Mereka serentak keluar dari ruangan itu.
Lan Jin atau biasa dikenal dengan nama Jenderal Jin adalah satu satunya orang yang berkompeten didunia militer. Di bawah kepemimpinannya seluruh negara takut kepada pasukan yang dimiliki oleh negara Z.
Jenderal Jin menatap foto foto kematian Samuel Alteus di atas meja kerjanya. Gambar itu memperlihatkan Samuel yang berlumur darah dibagian dada kirinya dengan tangan terulur kearah balkon kamarnya.
" Jenderal saya sudah mengambil barang bukti." Klein yang menjabat sebagai wakil Jenderal melangkah maju menyerahkan plastik putih bening yang berisi sebuah belati.
Jenderal Jin mengambilnya dan menatapnya seksama. Ternyata belati ini memiliki ukiran yang cukup unik, di mata pisau terdapat ukiran berbentuk anak panah dan di gagang belati berukir titik titik kecil yang membentuk seperti orang sedang memanah.
" Belati yang unik." ucap Jenderal Jin setelah selesai melihat.
" Benar Jenderal, dari pada mengukir namanya pemilik belati itu malah mengukir bintang bintang kecil yang membentuk sebuah gambar.
" Bintang ?" Jenderal Jin menatap lagi belati itu dan memperhatikan titik titik kecil diukirannya. Benar, titik titik kecil yang diukir itu ternyata berbentuk bintang bukan bulat seperti yang duganya barusan.
" Tapi apa hubungannya bintang dengan belati ?" tanya Jenderal Jin setelahnya.
" Itulah yang tidak kami mengerti Jenderal. Dilihat dari foto yang menjadi salah satu bukti terkuat. Tuan Menteri Samuel sepertinya mengenal pembunuh itu." jawab Klein.
Jenderal Jin mengerutkan kening mendengarnya. Mengenal pembunuh itu, ia rasa itu tidaklah mungkin. Samuel bukan orang yang suka bergaul dan berteman dengan siapa saja. Pria itu lebih suka menghabiskan waktunya bersama buku buku tebal dibandingkan bersantai bersama orang lain. Jenderal Jin tahu itu karena ia dan Samuel Alteus sudah lama berteman. Mereka bahkan memasuki akademi yang sama semasa muda dulu.
Untuk musuh, Samuel pria yang baik dan juga suka membantu. Di negara ini saja namanya terus dipuji karena hasil kebaikan hatinya selama menjadi Menteri. Lalu siapa kenalan Samuel yang membunuhnya itu ?.
" Klein terus selidiki kasus ini."
" Baik Jenderal."
Siapapun pembunuh itu, kalau memang benar Samuel mengenalnya Jenderal Jin pasti mengenalnya juga.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 134 Episodes
Comments
Reirin Mitsu
Apakah dia ... hmm, menarik.
2022-12-05
1
ŕhàďýt
penghianat harus mati
2022-10-10
1
ketombee
💪💪
2022-08-17
1