Aku takut Baba Ramzan melihat mataku yang memerah. Aku sangat mudah tersentuh saat membahas hal yang seperti itu, memang keadaan ku tak seberuntung Nuray yang memiliki seorang Ayah yang hangat. Bahkan satu kota Azenville pun tau aku anak yatim piatu.
Sedikit kisahku, aku seoarang anak yang di besarkan oleh adik ibuku. Bibi Agatha, aku sangat menghormatinya dan berterimaksih karna tak membiarkan anak korban kecelakaan yang kedua orang tuanya tewas ini masih bisa hidup dengan baik hingga saat ini.
Walau Bibi Agatha bukan terbilang seorang yang hangat seingat ku, tapi Bibi Agatha selalu memastikan aku hidup layak seperti anak lainnya. Aku di asuhnya ketika masih berumur 5 tahun, saat itu aku sudah mulai bisa memahami betapa menderitanya kehilangan orang tua, dan masih mengingat hal-hal yang menyakitkan itu hingga sampai saat ini.
Ingatan saat terjadi kecelakaanpun masih teringat jelas, itu mengapa hingga saat ini aku mengurangi intensitasku naik angkutan umum. Selain menghemat uang tentunya, aku masih tak bisa mengontrol tubuhku sendiri untuk tidak panik saat mobil roda empat jenis apapun sedang berjalan.
Tubuhku akan bergetar dengan sendirinya, saat orang-orang memilih duduk di dekat jendela mobil maka aku akan memilih berdiri sebisaku, mencengkram dengan erat apapun yang bisa mengamankan tubuhku agat tidak terlalu sering terguncang karna rem mendadak atau hal lain.
Masa lalu yang menyakitkan, tidak akan bisa terhapus dari ingatan. Di usiaku 17 tahun, kami di uji lagi oleh pernyataan dokter yang mengatakan Paman Anthony suami dari Bibi Agatha mengidap cancer pangkreas, walau syukurnya kami cepat tahu cancer itu masih stadium awal. Tetap saja, pengobatan yang menguras uang tidak sedikit membuat toko grosir Paman Anthony berujung tutup, bangkrut.
Bibi Agatha akhirnya menopang ekonomi dengan membuat kedai ayam goreng yang lumayan ramai. Sementara Paman Anthony melakukan perawatan, Bibi bekerja dengan gigih. Ia tetap menyekolahkan ku hingga perguruan tinggi dan tetap berupaya mengobati penyakit suaminya.
Mungkin itulah mengapa walau aku mempunyai ibu sambung, aku tak pernah merasakan hangatnya perhatian. Bibi yang bahkan tak punya waktu untuk membuatkan sarapanku, aku tumbuh dengan mandiri.
Yang membuatku sangat kecewa pada diriku sendiri, di umurku yang sudah menginjak 26 tahun aku bahkan tidak menjadi apa-apa. Aku merasa gagal membalas jasa Bibi Agatha, tapi aku tetap berupaya setidaknya tidak menggantungkan diri lagi pada Bibi Agatha. Setidaknya, mebayar bulanan listrik, air, dan gas ku keluarkan dari kantongku sendiri. Dulu Bibi akan marah karna Bibi tak ingin memberatkan aku, tapi belakangan ini Kedai Bibi sedang sepi.
Biaya perobatan Paman Anthony pun kian mahal, karna cancernya semakin memburuk. Aku tak bisa berbuat banyak hanya pekerjaan-pekerjaan paruh waktu ini lah yang bisa ku lakukan. Setidaknya cukup untuk kebutuhan sendiri dan sisanya bisa membantu kebutuhan rumah.
Ahh syukurlah, Oma Caitlin mengabari kalau hari ini laundry tidak begitu ramai dan aku tidak perlu kesana. Tapi ini masih jam 7 lewat dan aku tak tau harus kemana.
Aku tak mau pulang karna tak ada siapapun dirumah, tidak! Aku juga terlalu lelah untuk mengunjungi Paman Anthony. Pasti Bibi Agatha sudah di sana. Sudah 2 tahun Paman Anthony di rawat di panti rawat khusus penyadang Cancer.
Baiklah, sedikit jalan jalan mungkin akan menyenangkan.
Cuaca semakin dingin, tapi aku tak ingin pulang. Belum ingin bertemu Casey, ingin sesekali melakukan hal yang tidak pernah ku lakukan.
Ku rogoh saku ku yang diisi Baba Ramzan tadi, hari ini toko laku keras. Kulihat Lipatan uang kertasnya agak tebal, nafas ku sedikit lepas mungkin kali cukup untuk menikmati kopi di Caffe paling terkenal di Beeqostreet.
Ayolah Emma, sekali saja tidak apa-apa. Senangkan dan puaskan rasa penasaran mu pada Caffe ini. Ahh aku jadi meracau hanya karna hal begini, hanya karna ingin merasakan seperti apa suasana Caffe yang baru 4 bulan berdiri itu dan selalu ramai pengunjung.
Baiklah ku kita lihat seperti apa Caffe itu.
Tuhan, aku tak pernah melihat interior yang seindah ini. Pantaslah Caffe ini ramai pengunjung, aku duduk di kursi paling pojok menghadap ke mini bar. Seorang waiters datang aku pesan secangkir coffeelatte dan kudapan manis.
Ya benar, sesekali begini. Biarlah dunia mu sangat pahit setidaknya kau harus coba sedikit dessert agar semua jadi seimbang.
"Aku butuh sekretaris pribadi."
"Tapi kau baru memecatnya tadi pagi."
"Ya, makanya aku butuh saat ini. Ada rapat besar yang tak bisa ku tangani besok sendiri."
"Bastian, kau sudah memecat 10 sekretaris mu dalam bulan ini."
"Mereka semua tidak kompeten!"
"Semua gadis itu strata 2, bahkan salah satunya lulusan luar negri. Bukan tidak kompeten, kau yang sangat keterlaluan. Mereka sekretaris bukan barang yang bisa kau atur semaumu."
"Bukankah memang itu fungsi sekretaris?"
"Iya secara profesional kalau mereka salah dalam menuliskan jadwal kegiatan mu atau menghilangkan map penting, kau tidak ingat bagaimana mereka kau maki-maki hanya karna hal sepele."
"Apakah aku begitu Harold? kapan?"
"Sumpah, rasanya aku ingin menendang kakimu."
Aku tak bisa menahan geli, kedua lelaki yang baru saja datang dan duduk di minibar tepat di depanku. Mereka tak jauh beda seperti aku dan Casey. Berdebat tak mau kalah, pasti mereka sahabat dekat. Aku tak berniat menguping tapi suara mereka lumayan keras.
"Semua orang membenci mu Bastian, kalau bukan karna kau terlalu kompeten dan hebat. Pasti semua orang di kantor sudah habis memukuli mu."
"Apakah aku seburuk itu?"
"Kesabaran orang ada batasnya, termasuk kesabaran ku."
"Harold, kau memang selalu yang terbaik."
"Itu karna aku masih butuh uang mu."
"Kau tak akan pernah kehabisan Harold, ambilah semaumu."
"Ingin rasanya ku pataskan lehermu agar kau tau rasanya sedikit merendah Bastian."
Pffffftttt. Aku tak bisa menahan tawa ku lagi, aku kelepasan.
Astaga, kedua lelaki itu kini melirik kebelakang. Sial, mereka memergoki ku menguping.
"Ada yang menguping pembicaraan kita ternyata disini."
Yang bernama Harold itu memiliki mata yang tajam, dan kini sudah membalikan badan kearahku. Tuhan, ia juga berjalan kesini.
"Nyonya sepertinya anda sendirian disini, pasti sangat nyaman untuk menguping pembicaraan orang lain."
"Tidak, saya tidak bermaksud begitu. Hanya saja suara kalian memang agak keras."
Ya, Tuhaan. Ini salahku, mengapa aku mencari gara-gara.
"Apa kau mata-mata?"
"Hah? Apa maksud mu tuan, saya lebih dahulu duduk disini sebelum tuan-tuan ini datang."
"Bisa saja kan kau sudah mengikuti kami?"
"Apa maksud mu Tuan?"
"Sudah Harold, mengapa kau menggoda gadis kecil seperti itu."
"Entahlah Bastian, Grup Leoline belakangan ini sering mencuri informasi tentang rencana kita. Aku takut gadis ini salah satu suruhan yang mengintai kita. Belakangan ini aku selalu seperti di ikuti."
Pria satunya yang tadinya tampak acuh pun ikut berdiri. Sepertinya Pria itu terpancing omongan pria gila ini.
"Tuan, anda berfikir terlalu picik!"
"Picik?"
Kini Pria berpostur tinggi dan berkharisma itu sudah berdiri di hadapan ku.
"Harold adalah rekan sekaligus sahabatku yang paling jujur, dan penuh pertimbangan dalam berfikir."
"Maksud anda membenarkan ucapan rekan anda itu?"
Padahal aku memesan Kopi, tapi rasanya adrenalin ku naik seperti habis menyeruput alkohol.
"Hah!!! Kalian orang kaya mengapa selalu bertindak dan bicara semaunya. Kalau kalian pikir begitu, maka harus begitu? Ternyata uang banyak juga tak menjamin kalian cerdas!"
Kalau setelah ini aku akan mati, maka mati saja. Hidupku sudah berat malah harus di fitnah begini, rasanya ingin ku acak-acak wajah kedua pria gila ini.
"Kau? Apa kata mu?"
"Kalian dua orang bodoh!"
"Apa?"
"Dua orang bodoh yang memfitnah orang sembarang! Aku salah kalau tak sengaja menguping, tapi aku di katai pengintai? Ah maaf pekerjaan ku terlalu banyak untuk mengintai dua pria aneh seperti kalian."
"Aku? Aneh?"
Wajah sombongnya terasa mengelitik di ulu hatiku.
"Lain kali kalau bicara pakai otak dulu!" Bentak ku.
Aku meninggalkan 20 buzt seharga minuman dan desert yang kupesan di atas meja, bahkan aku belum menghabiskan Coffeelatte yang sangat enak itu.
Mood sudah hancur, aku putuskan pulang setelah mengirimi pesan pada Casey tak bisa ke Barnya malam ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments
Marlina Dalipang
tanda2 ada cinta disana 😃😃😃
2022-10-02
0