"Sip! Pintarnya anak Papah, semangat terus ngajinya ya, Sal." Dani memeluk Salwa.
"Iya, Pa. Salwa mau jadi hafizh qur'an seperti ibu. Apa ya kata, Mbah? Fidhoh?"
Dani tertawa. "Bukan fidhoh, Sal. Khafidhoh alias hafizah. Aamiin, semoga Allah mengabulkan keinginan kamu, Nduk. Papah sayang sama kamu, Nduk."
"Salwa juga sayang sama, Papah." Salwa memeluk Dani dengan erat.
"Ya sudah, kita siap-siap sholat Maghrib, yuk?"
Salwa langsung mengangguk. Berlari meninggalkan Dani sendirian menuju tempat wudhu di dekat ruang loundry. Duda itu tersenyum senang melihat anaknya yang taat beribadah. Itulah yang dulu ditanamkan kedua orang tuanya pada dirinya.
"Mamah sama Ayah ora iso nyangoni bondo, isone nyangoni ilmu." (Mama sama Ayah tidak bisa membekali harta, bisanya membekali dengan ilmu). Dani mengingat lagi kata-kata ayahnya.
Dani menyusul Salwa mengambil wudhu. Begitu pula dengan Mamah Yuli dan Aidha. Setelah semuanya dirasa siap, Dani mengambil barisan paling depan untuk memimpin sholat. Mereka begitu khusyu' melaksanakan ibadah sholat Maghrib. Berdzikir dan berdo'a, menengadahkan tangan pada Yang Maha Kuasa.
Makan malam sudah siap terhidang menunggu disantap. Dani dan anak-anaknya sudah duduk dengan rapi di kursi mereka masing-masing. Mamah Yuli mengisi piring mereka dengan sabar dan penuh kasih. Mereka menyantap makanan itu dengan nikmat, tanpa obrolan apapun.
Ketukan pintu terdengar ke telinga Dani. Dia yang sudah menyelesaikan makannya, segera menghampiri pintu ketika ART nya hendak membuka pintu.
"Biar saya saja, Mak. Madang rumiyin." (Biar saya saja, Mak. Makan dulu). Dani menyuruh ART nya kembali ke tempat.
"Nggih, Pak."
Ceklek!
"Assalamu'alaikum," ucap sepasang suami istri yang tengah menggendong anak kecil laki-laki berusia sembilan bulan tersebut.
"Wa'alaikum salam. Eh, ponakan ganteng Pakdhe!" Dani mengambil anak kecil itu dari gendongan ibunya.
Farida dan Arsya, adik dan adik ipar dari Dani. Sudah dua tahun menikah, dan baru dikaruniai seorang putra kecil dan lucu berusia sembilan bulan bernama, Shidqiandra. Biasa dipanggil Andra oleh saudara-suadaranya. Rida dan Arsya menyalami Dani.
Mereka semua masuk ke dalam rumah. Rida dan Arsya menyalami Mama Yuli.
"Andra mana, Te?" tanya Aidha.
"Sama Papah, tuh!" jawab Rida.
Aidha tidak jadi melanjutkan ucapannya. Hanya mengangguk dan berkata -oh. Mamah Yuli menawarkan makan pada keduanya. Dan dengan semangat mereka langsung mengambil piring dan duduk dengan rapi di kursi.
Mamah Yuli menghampiri Dani yang tengah bercanda dengan Andra. Tersenyum senang melihat putra sulungnya itu.
"Masih pantas kamu punya anak lagi, Dan," kata Mamah Yuli. Membuat Dani tercengang dengan pernyataan itu.
Dani teringat akan wanita yang bertemu dengannya tadi, Disa adalah orang yang dimaksud. Ia melupakan pikirannya dan kembali bercanda dengan Andra. Bayi laki-laki itu senang sekali melihat wajah Dani yang sedang melucu.
"Cari istri lagi, Dan!" perintah Mamah Yuli.
"Mamah ..., Dani kan sudah pernah bilang, mau fokus ngurus anak-anak saja." Dani kembali bercanda dengan Andra.
Mamah Yuli mengambil Andra dari pangkuan Dani. Lalu bercanda dengan cucu ketiganya itu. Menggemaskan karena Andra selalu tertawa bahkan saat mereka tidak mengajaknya bercanda.
"Siapa tahu kemarahan Aidha bisa lenyap dengan sosok ibu baru bagi dia," kata Mamah Yuli enteng.
Dani menghela napas panjang. "Enggak tahu lah Mah, Dani masih mencintai almarhumah."
"Kamu itu butuh pendamping untuk menyelaraskan dan menyeimbangkan hidupmu, Dan. Jangan bergantung ke Mamah. Wanita tua ini bisa saja diambil sewaktu-waktu sama Allah," kata Mamah Yuli yang terus fokus memainkan tangan Andra.
Dani berdecak sebal. Tidak suka membahas tentang kematian. Sudah dua kali dia merasakan arti kehilangan karena kematian. Yang pertama adalah kematian ayahnya, saat dia baru saja lulus dari SMA. Ayahnya yang mengidap penyakit diabetus militus harus meninggalkan semuanya.
Penyebab kematiannya sepele, waktu itu sang ayah sedang berkebun. Saat sedang menata dan merapikan tanaman sesuai ukuran, ibu jarinya terkena duri dari bunga ephorbia. Dari luka kecil itu ayahnya sampai meninggal dunia.
Kadar glukosa di dalam tubuh ayahnya sangat tinggi, hingga menyebabkan luka itu selalu basah. Meskipun sudah dirawat, tapi tetap saja menggerogoti bagian ibu jari. Terpaksa harus diamputasi, tapi malah timbul luka baru di bagian lain.
Pesan yang ditinggalkan ayahnya adalah, dia harus menjadi lelaki yang tangguh. Lelaki yang bisa menjadi pengayom bagi keluarganya. Namun, kenyataannya sekarang? Aidha masih diliputi amarah terhadapnya. Terkadang, Dani merindukan sosok sang ayah. Ingin sekedar berbagi tentang masalah yang menimpa.
Kehilangan yang pertama belum juga sembuh sempurna di hatinya. Tujuh tahun lalu, Inaya- juga pergi meninggalkannya. Saat hamil, Inaya sudah diperingatkan oleh dokter kandungan bahwa kehamilannya beresiko tinggi. Inaya memiliki riwayat tekanan darah tinggi, dan keadaan tersebut makin parah.
Tekanan darah Inaya pernah mencapai 180/100, yang mengharuskannya dirawat inap di rumah sakit dan dalam pemantauan ketat dokter kandungan. Inaya tetap ingin mempertahankan kehamilannya. Dia ikhlas jika meregang nyawa demi janin yang ada di dalam rahimnya. Dani menyutujuinya, mereka bersama-sama berjuang melalui masa-masa sulit kehamilan. Selalu bekerja sama dengan dokter spesialis kandungan.
Hingga mencapai umur kehamilan 36 minggu, Inaya mengalami pre-eklampsia. Suatu penyakit yang terjadi saat kehamilan dengan ditandainya tekanan darah tinggi, adanya protein di dalam urin dalam kadar tinggi, dan bengkak di wajah, tangan, dan kaki. Mengharuskannya untuk segera mengakhiri kehamilannya. Saat itulah Aidha tahu bahwa seharusnya ibunya tidak hamil lagi, karena membahayakan diri sendiri.
Dengan pemantauan ketat dari dokter kandungan, akhirnya Inaya menjalani operasi caesar. Saat itulah dia mengalami emboli air ketuban. Sehingga menyebabkannya meninggal dunia.
Emboli air ketuban adalah kondisi dimana masuknya air ketuban, sel-sel janin, ataupun rambut ke dalam aliran darah ibu yang masuk melewati dasar plasenta atau ari-ari. Penyumbang kasus kematian ibu terbesar setelah perdarahan.
Dua kematian orang tercintanya membuat Dani benar-benar berada di titik paling sedih. Itulah sebabnya dia selalu tidak suka membahas kematian. Bukan dia tidak beriman, tapi dia belum sanggup untuk kehilangan lagi dan lagi.
Rida dan Arsya bergabung dengan Mamah Yuli dan Dani. Aidha datang dan mengambil Andra dari pangkuan Mamah Yuli.
"Mbak, ikut!" rengek Salwa.
Seperti biasa, Aidha tetap sama saja seperti sebelumnya. Diam dan bergeming menanggapi Salwa. Rida dan Arsya yang melihat hal itu menghela napas pasrah.
"Mas, Mah, besok guru ngaji untuk Aidha dan Salwa datang sekitar jam tiga. Dia kakak asuhnya Sita saat dulu di pondok. Asli orang kota sini juga, namanya Disa Nur Izzah, biasa dipanggil Disa atau Izzah," terang Rida.
Seketika tubuh Dani menjadi kaku mendengar nama yang disebutkan adiknya. Disa wanita yang bertabrakan dengannya? Yang kehilangan jilbabnya? Menjadi guru ngaji anak-anaknya? Keajaiban sungguh sedang berpihak padanya.
"Oo ... kakak asuhnya Sita to? Sudah berkeluarga, Da? Yang mana sih? Mamah kok nggak ingat ya?" tanya Mamah Yuli sembari membenarkan duduknya.
Rida mengangguk, "Besok Mamah ingat-ingat sendiri kalau lihat orangnya. Belum, Mah, masih single. Usianya beda tiga tahun sama Rida. Sekitar ..., tiga puluh tahunan lah. Rida kemarin memang minta tolong sama Sita, alhamdulillah ada yang dekat."
Mama Yuli mendengarkan dengan seksama penjelasan dari Rida. "Rumahnya mana?" tanya Dani mencoba memastikan sesuatu.
"Rumahnya enggak dibawa lah, Mas!" sahut Arsya. Membuat semuanya tertawa.
"Maksud Mas, tempat tinggalnya dimana?" tanya Dani lagi.
"Bonang," jawab Rida. "Nanti Mamah seleksi sendiri cara ngajarnya bagaimana, kalau Rida dengar dari cerita Sita ya Ma, bagus. Dia pakai visual dan gerakan tangan agar anak-anak mudah menghapal dan mengerti ayat dari surat itu."
"Oh, ya? Mamah jadi penasaran! Gimana kalau Mama juga ikutan hapalan Al-qur'an?" tanya Mamah Yuli dengan menaikturunkan alisnya.
"Yakin, Mah?" tanya semuanya kompak.
"Yakin, dong!"
"Terserah Mama saja, deh!" pasrah semuanya. Mama Yuli tertawa melihat ekspresi mereka.
***
Like
Vote
Komen
Tip
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
Patrish
ada beberapa kata yang asing... kalo di translate ke bhs. Indonesia.. saya sangat senang.. bisa belajar juga
2023-01-23
0
Ida Lailamajenun
cieee jodoh gk lari kemana ya mas Dani othor maha baik😘😘
2022-10-13
0
Paramita Mita
apa di demak madang itu bhs krama? kalo di jogja madang bhs kasar apalagi utk ke org yg lbh tua
2022-09-14
1