Meri pun berteriak "Ma, sakit. Opa belaian wanita gemuk yang mati mengenaskan itu dari pada aku cucunya."
"Udah lah ini semua salah kamu karena sudah menghina Hiara di depan opa" berjalan pergi meninggalkan Meri.
"Mama" teriak Meri kesal yang di tinggalkan begitu saja.
Di dalam kamar malam hari aku pun bernyanyi sesuai dengan lagu yang aku ciptakan, namun di depan pintu kamar berbunyi sehingga aku menghentikan nyanyian ku.
"Siapa ya" aku pun mengambil bantal panjang ku secara berlahan membuka pintu.
"Hiyaaaa" teriakku saat aku membuka pintu.
"Akhhhhh sakit" teriak Dokter Nando tiba-tiba terjatuh.
"Dokter, ayo bangun" membantu mengangkat tangannya untuk berdiri.
"Kamu bisa ngak sih buka pintu bilang-bilang dulu, kalau aku cedera gimana. Kamu mau tanggung jawab dan hutang kamu kepada ku akan semakin bertambah" kesalnya.
"Huss diam, yang harusnya marah itu aku kenapa dokter diam-diam ada di depan pintu kamar. Kalau dokter mau masuk kan bisa ketuk pintu dan masuk."
"Aku" sambil menggaruk kepalanya "heii kamu berani marahin aku. Aku yang punya rumah."
"Sudah lah dokter jangan mengalihkan pembicaraan, apa jangan-jangan dokter jadi dokter mesum yah."
Dokter Nando pun langsung mencubit kedua pipiku "kamu jangan bicara sembarangan, dari ujung kaki sampai ujung kepalamu aku yang merubahnya."
"Sakit dokter, maaf dokter aku salah. Sekarang dokter jujur mau apa dan ngapain."
"Yah aku kebetulan lewat mau ambil minum tapi saat sedang membuat minum aku mendengar suara nyanyian dari dalam kamar ini, aku meletakkan telinga di depan pintu tapi saat suara itu hilang aku semakin penasaran."
Aku pun tertawa terpingkal-pingkal mendengar ucapan Dokter Nando, "itu suaraku, aku sedang latihan bernyanyi. Sekarang dokter yakin kan bahwa aku mempunyai suara emas" sambil mengangkat kedua tanganku sombong.
"Aku mau tidur, untuk suara" Nando mengangkat jempolnya ke atas tanda bagus.
"Yes" aku berteriak dan menutup pintu kamarku.
Keesokannya di pagi hari aku pun berolahraga, seperti biasa membantu kakek penjaga pantai untuk membersihkan daerah pantai.
"Neng, kamu udah 1 tahun bantu bapak angkat berat-berat. Dari badan kamu yang besar sampai badan kamu kecil gini" celotehnya sambil mengunyah sarapan.
Aku pun masih mengangkat dan membersihkan semua barang-barang yang berserakan, "kakek juga kan sudah bantu aku jadi kayak gini, lagian mau aku kurus atau gemuk tenaga aku ngak berubah kek" aku pun duduk di sebelah kakek sambil meminum satu botol air putih.
Saat aku melihat jam ternyata sudah pukul 10.00, "kek aku pulang yah" pergi meninggalkan kakek sendirian yang masih menyantap makanannya di pinggir pantai.
Saat masuk ke rumah aku melihat sebuah kertas di atas meja berserakan, "dokter" panggilku sambil mengambil kertas di atas meja itu.
Aku melihat kertas ijazah SD, KTP, KK identitas diri nama Hiara Najwa dengan alamat dan foto yang berbeda.
"Ini kan, dokter" teriakku kesenangan.
Dokter Nando pun segera keluar dari kamarnya, "dokter ini semua" ucapku berhenti.
"Iya ini semua sudah selesai hanya dengan satu lentikan jari, ini juga nih" ucapnya sambil memberikan sesuatu langsung ke tanganku.
Aku melihat sesuatu itu dan membukanya baju dres berwarna hitam, "dokter ini untuk aku" tanyaku.
"Iya, sekarang ganti baju dan dandan sana terus kita berangkat."
"Berangkat, kemana dokter."
"Dasar otak pendek" berjalan mengambil koran di atas meja "ini, semalam kamu kegirangan untuk balas dendam dan hari ini sudah lupa" kesalnya.
"Oh, my god dokter emang the best" berlari ke kamar dan berganti baju.
Di tempat audisi "istirahat" teriak Feri sambil berjalan ke ruangannya.
"Gimana pak ngak ada satu pun yang bapak pilih tadi" ucap Bram mendekati Feri yang kesal.
"Semuanya tidak ada yang bagus, hari ini audisi terakhir bagaimana kita bisa membuat gerakan baru di bidang musik" kesalnya.
Namun pintu pun terbuka oleh Lidia. Melihat ada Lidia yang masuk Bram segera pergi dari ruangan itu, Lidia pun segera duduk di pangkuan Feri "sayang, aku sudah 1 tahun bilang resain dengan para wartawan. Gimana dengan karir penyanyi ku dan tidak ada yang bisa lipsync apa."
"Aku sudah berusaha mencari dan bahkan aku membuka audisi ini demi mendapatkan suara yang sama tapi tetap tidak ada, kalau kamu bernyanyi dengan suara berbeda maka habis riwayat penyanyi kamu."
"Ya udah kita makan dulu, tadi aku bawa makanan banyak setelah itu kita seleksi lagi suara-suara yang ikut audisi. Kalau mereka di latih pasti bisa sama kok" bujuknya sambil berdiri.
"Okey."
Di pintu depan aku turun dari mobil dengan dandanan yang sangat cantik, Nando pun membuka jendela mobilnya "Hei ingat fokus dan menang" ucapnya yang membuat aku menganggukkan kepala.
Aku berjalan mendekati tempat pendaftaran yang audisinya di mulai lagi, dengan mata tanpa berkedip laki-laki itu langsung memberikan formulir sambil memandang aku terus.
"Ini orang apaan sih lihatnya tanpa berkedip, buat aku risih" celoteh ku sambil mengisi formulir dan aku lihat tulisan di meja pendaftaran itu tutup.
"Hah, sudah tutup tapi manusia ini tidak sadar" celotehku lagi.
Aku memberikan formulir yang aku isi, saat suara teriakan dari dalam laki-laki itu kaget dan sadar "formulir teh, ya udah saya antar ke dalam dan teteh cantik tunggu di dalam aja" ucapnya sehingga aku langsung mengikutinya masuk.
Aku melihat semua wanita yang sedang menunggu panggilan audisi berdandan cantik dan seksi, aku yang sudah menunggu 2 jam pun akhirnya di panggil dan merasa gugup berjalan ke ruangan.
Aku melihat setiap tempat yang dulu sering aku lewati ruangan menuju ke tempat lipsync, saat aku masuk dan berdiri semua mata tertuju padaku.
Aku hanya diam memandang suamiku duduk bersebelahan dengan Lidia, rasa jijik yang aku lihat membuat perutku mual hingga tidak bisa membuka mulut untuk berkata.
"Kenapa wanita itu hanya diam" ucap Bram.
"Mungkin dia tidak bisa bernyanyi dan dia hanya menggunakan wajahnya saja untuk ikut audisi" celoteh Lidia.
"Coret" ucap Feri yang saat itu berdiri dari tempat duduknya.
Aku pun mulai bernyanyi dengan alunan yang biasa aku nyanyikan, mendengar aku yang bernyanyi Feri pun tercengang duduk kembali.
"Suara ini, kenapa bisa" ucap Feri dari dalam hatinya.
5 menit kemudian aku selesai bernyanyi dan semuanya bertepuk tangan termasuk Feri, Feri pun segera berjalan mendekati aku dan Lidia yang melihat itu merasa kesal.
"Kamu lolos" ucap Feri, aku yang berhadapan langsung di depan Feri langsung tersenyum dan berkata "terimakasih pak."
"Ayo kita ke ruangan" ajak Feri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments