Sarah duduk di depan laptop dengan rambut acak-acakan, wajah kusam, bahkan bajunya terlihat sangat lusuh. Tak hanya itu, matanya terlihat begitu sembab dan kantung matanya terlihat sangat jelas.
Sementara itu, Ava sedang bermain boneka di atas karpet dengan nuansa merah muda. Entah berapa kali Ava memanggil Sarah, tapi Sarah hanya acuh saja. Bahkan sesekali dia membentak Ava.
“Bunda, kenapa Bunda sibuk banget sih? Ava pengen main sama Bunda,” celetuk Ava sambil memegang boneka barbienya. Matanya menatap Sarah, berharap bundanya balas menatap.
“Bunda lagi kerja.”
Ava tak menyerah, dia beranjak dari tempat duduknya menuju Sarah. Karena kesal selalu di abaikan oleh bundanya, Ava datang dan langsung menutup laptop Sarah.
“Ava pengen main sama Bunda!” teriak Ava dengan tatapan memohon.
“Ava!” bentak Sarah dengan nada keras.
Plak...
Sarah memukul Ava dengan keras. Dia kesal karena berkali-kali Ava mengganggunya. Kobaran api jelas terlihat di mata Sarah, dia ingin memukul Ava untuk kedua kalinya. Namun sebelum berhasil mendaratkan pukulan untuk yang kedua kalinya, tiba-tiba suara Libra mengagetkan Sarah.
“Sarah! Lo apa-apaan sih?” Libra segera berlari menuju Ava, lalu menggendongnya dan memeluknya dengan erat. Tangis Ava pecah sambil memanggil nama Libra. Untung saja dia datang ke rumah Sarah, jika tidak, entah apa yang akan terjadi pada Ava.
Ava mencengkram punggung Libra dengan erat. Dia takut di pukul dan di marahi bundanya.
“Ck, lo gak usah ikut campur sama urusan gue!” kesal Sarah sambil beranjak berdiri dan menatap Libra dengan kesal.
“Sayang, kamu main di kamar dulu ya, Om Ibra ada urusan bentar,” bujuk Libra kepada Ava. Dia tak mau berdebat dengan Sarah di depan Ava, rasanya tak pantas.
Ava mengangguk lemah, tangisnya masih sesenggukan. Libra mengantar Ava ke kamarnya, dia juga membujuk Ava agar berhenti menangis. Sebelum Libra benar-benar keluar, Ava mengucapkan sesuatu yang membuat Libra mengehentikan langkahnya.
“Om Ibra, Bunda sekarang galak banget. Ava sering di marahin, di pukul. Bunda gak sayang lagi sama Ava ya?” tanya Ava polos. Sudut matanya masih terlihat basah oleh air mata.
Libra menggeleng, “Enggak sayang, Bunda lagi capek makanya gitu,” ucap Libra dengan hati yang begitu perih.
“Om, Ayah sama Nenek juga belum pulang-pulang, Ava kangen,” ujar Ava lagi seraya menggigit bibir bawahnya. “Kalo Bunda udah gak sayang lagi sama Ava, kan ada Nenek yang sayang sama Ava,” tambahnya.
Libra tak tahan mendengar ucapan Ava. Tanpa sadar matanya sudah berkaca-kaca. Namun dia harus menyembunyikan kesedihannya dan menghibur Ava. Dia tak mau melihat Ava sedih. Ava hanya anak kecil yang memiliki hak untuk bahagia, di sayangi, dan di manja. Libra tak mau merusak masa-masa indah dalam hidup Ava.
Tadinya Libra hendak melangkah keluar, tapi dia mengurungkan niatnya. Dia lebih memilih kembali duduk di samping Ava dan menghiburnya. Menghibur anak kecil sungguhlah sulit, harus menggunakan kata-kata yang mudah di cerna oleh anak seusia Ava.
***
“Sarah,” panggil Libra seraya duduk di samping Sarah. Mereka berdua berada di ruang keluarga. Di depan Sarah ada secangkir kopi yang baru di minum sedikit.
Sarah tetap bergeming sambil terus menatap layar ponsel. Meskipun dia fokus menatap layar ponsel, tapi matanya jelas sekali memancarkan kekosongan.
“Gue tau lo lagi sedih, gak bisa menerima kenyataan, dan mungkin lo belum bisa menghadapi ini semua,” ujar Libra membuka percakapan.
“Tapi lo masih punya Ava. Masa depan dia masih panjang, Sarah. Lo gak mau menghancurkan hidup Ava kan?” sambungnya. Pandangan Libra lurus ke depan, menatap lukisan pantai yang ada di dinding.
“Lo gak tau apa-apa, Ibra,” lirih Sarah. Ponsel yang di pegangnya sejak tadi, kini sudah tergeletak di atas meja, di samping cangkir kopi.
“Gue emang gak ngerasain, tapi gue tau rasanya jadi lo.” Libra beralih menatap Sarah. Matanya menyelidik setiap jengkal wajah Sarah. Meskipun mata Sarah sembab, kentung matanya terlihat jelas, bahkan wajahnya kusam, Sarah tetap terlihat cantik.
Sarah beranjak berdiri, lalu balas menatap Libra dengan tajam.
“Ibra, gue kehilangan semuanya! Gue udah gak punya apa-apa, gimana caranya gue mau lanjut hidup kalo kaya gini?”
“Lo masih punya Ava!” bentak Libra dengan keras. Rahangnya mengeras karena menahan emosi. Dia benar-benar tak mengerti dengan Sarah. Biasanya Sarah tak serapuh ini, tapi kali ini beda. Sarah benar-benar terlihat putus asa. Bahkan semangat hidup pun sudah tiada.
“Ib, gue harus gimana? Arzan selingkuh dan akhirnya gue cerai, dan setelah itu...Mama pergi ninggalin gue sendiri,” keluhnya dengan nada bergetar. Matanya kembali berkaca-kaca.
Libra menarik napas sejenak, lalu menundukkan pandangannya dari Sarah.
“Asal lo tau, kemaren Ava hampir aja ketabrak mobil di depan rumah. Gara-gara apa? Gara-gara lo selalu mengabaikan Ava. Kalo gak ada gue, mungkin Ava udah pergi nyusul Neneknya. Sarah, kalo lo lemah kaya gini, siapa yang bakal jagain Ava? Siapa yang bakal bikin dia bahagia? Apa lo mau Ava pergi juga?” tanya Libra. Kali ini nadanya berubah menjadi lembut.
Air mata Sarah kini sudah tumpah ruah di pipi mulusnya. Dia menggigit bibir bawahnya, menahan agar tangisnya tak bersuara. Dia tak menyangka jika perbuatannya selama ini berakibat fatal bagi Ava. Selama ini dia hanya peduli dengan dirinya sendiri.
Sarah kembali duduk, kepalanya menunduk namun bahunya bergoyang hebat. Libra tahu jika sahabatnya itu sedang menangis, tapi dia mengabaikannya.
“Lo egois, cuma mikirin diri sendiri, padahal ada Ava yang harus lo pikirin. Kalo lo ngerasa paling menderita di dunia ini, lo salah. Ava yang paling menderita.”
“Sampe detik ini Ava masih nunggu Ayah sama Neneknya kembali. Lo pernah mikir perasaan Ava gak? Gimana nantinya kalo Ava udah gede dan tau semua ini? Pernah gak?”
“Bahkan, Ava tuh ngira kalo lo udah gak sayang lagi sama dia. Ava butuh kasih sayang, Sarah!” seru Libra dengan dada sedikit naik turun.
Sarah masih menangis sesenggukan. Semua kalimat yang keluar dari mulut Libra bagaikan tamparan keras untuk dirinya. Kini dia sadar, apa yang di lakukannya sangat salah. Dia menyesal, merutuki dirinya yang tidak bisa menjadi ibu yang baik bagi Ava.
“Maaf,” lirih Sarah. Kedua tangannya menangkup wajah yang semakin acak-acakan. Dia masih menunduk dalam-dalam, merasa tak pantas duduk tegak setelah sadar apa yang dia lakukan kepada Ava.
“Gue harap lo sadar, gue sebagai sahabat hanya bisa bantu sampai sini.”
“Kalo lo gak bisa jaga Ava, biar gue yang jaga dia,” kata Libra sambil beranjak berdiri, berniat untuk pergi dan membiarkan Sarah menyendiri. Dia akan memberi ruang bagi Sarah untuk berpikir.
“Ibra,” gumam Sarah ketika Libra baru saja melangkah pergi.
JANGAN LUPA LIKE, KOMEN, VOTE, TAMBAHKAN FAVORIT, DAN BERI HADIAH UNTUK NOVEL INI ❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments