"Eh, Fira ... sorry," ucap Vita malu-malu. Ia pun segera berpindah dari tempat Zein dan kembali ke tempat duduknya semula. Sedangkan Zein membuang pandangan. Menghindar dari tatapan Safira dan Lutfi, karena ia tak nyaman dengan kedatangan mereka yang menurutnya tiba-tiba.
Zein menduga, bahwa kedatangan mereka pasti hendak menghakiminya. Zein sangat malas dengan itu.
Berbeda dengan Zein dan Vita yang salah tingkah, Safira sendiri mencoba menetralkan perasaannya, menjaga sikap di depan kedua insan itu. Meskipun jujur, ada puluhan pertanyaan yang saat ini menghinggapi pikirannya.
Sekali lagi, Safira mencoba bersikap tak terjadi apa-apa.Tentu saja agar sang kakak tidak malu di hadapan tamunya, terlebih tamu tersebut adalah sahabat karibnya.
Lutfi pun sama, meskipun ia tahu, bahwa apa yang dilakukan sang kakak ipar diluar nalar. Lutfi tetap berusaha menjaga sikap. Berpura-pura tidak terjadi apa-apa.
Ya, Fira dan Lutfi memang sedang menunggu saat yang tepat untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi.
Tentu saja mereka ingin bertanya. Mengapa Zein begitu gegabah memasukkan wanita lain ke dalam rumahnya? Sedangkan yang Fira dan Lutfi tahu, Zein telah memiliki istri.
Ya, mereka berdua memang belum tahu, bahwa Zein dan Zi sudah bukan suami istri lagi.
"Nggak masalah, Vit. Kita tahu kok gimana rasanya kalo lagi Bucin. Kita berdua juga gitu kok, ya kan Mas?" jawab Safira sembari menatap Zein dengan tatapan penuh permusuhan.
"Hehehe, sorry ya... " Vita tertawa lirih, sebab ia memang benar-benar malu.
"Iya, Vit. Nggak apa-apa, santai aja. Oiya, udah pada makan belum? Kita bawain sate kesukaan, Abang, loh," ucap Safira bersemangat. Bersemangat menampar perasaan abang bodohnya ini. Sengaja ia mengucapkan kata Sate dengan intonasi yang penuh penekanan. Agar Zein sadar, bahwa Safira sangat kecewa padanya.
"Waahhh, sate apaan?" tanya Vita ikut semangat.
"Sate Ponorogo, kita juga belum lama tahu kalo abang sangat suka dengan makanan ini. Tunggu ya, aku siapin dulu!" ucap Safira sembari mengambil kantong kresek yang berisi makanan dari tangan Lutfi.
"Aku bantu ya, Ra!" jawab Vita menawarkan diri.
"Oh, boleh. Mari!" jawab Safira seraya berjalan menuju dapur.
Sepeninggal Safira dan Vita, Zein dan Lutfi saling berdiam diri. Saling sibuk dengan perasaan mereka masing-masing. Sibuk dengan pertanyaan-pertanyaan yang mengelilingi pikiran mereka.
Sedangkan di dapur, Vita memberanikan diri meminta restu dari Safira perihal hubungannya dengan kakak kandung dari sahabatnya tersebut.
"Kamu nggak masalah kan, Ra. Kalo aku sama abangmu pacaran?" tanya Vita, sedikit ragu. Takut saja sebab tadi ia dan sang kekasih terciduk sedang melakukan sesuatu yang tidak pantas.
"Oh, kalo soal itu terserah kalian aja, Vit. Kalian dan sudah dewasa," jawab Safira singkat. Padahal dalam hati wanita ini sangat kecewa. Kecewa kepada dia insan tersebut.
Mengapa mereka berdua begitu tega bermain api di belakang Zi? Memangnya sebesar apa cinta mereka sampai mereka tak mau tahu bagaimana cara menjalin hubungan yang sehat.
Sungguh, ingin sekali Safira bertanya? Apa yang sebenarnya mereka pikirkan tentang hubungan yang tidak sehat ini.
Safira telah selesai menyiapkan makan untuk mereka. Lalu ia pun memanggil Zein dan Lutfi untuk ke bergabung di meja makan bersamanya dan Vita.
Tak ada perbincangan berarti di antara mereka. Sebab Lutfi dan Safira merasa sangat muak dengan tingkah Zein dan Vita yang sok romantis itu.
"Kalian nginep di mana?" tanya Vita.
"Oh, kami... kayaknya di hotel aja nanti. Kita mau bulan madu lagi kan, Mas? Itung-itung jalan-jalan sambil kerja," jawab Safira asal.
"Ohh, nginep aja di rumahku? Mau?" tawar Vita. Wanita ini bermaksud baik. Ingin ngobrol bersama sahabatnya yang lama tidak bertemu.
"Emmm, bukannya kami menolak, Vit. Tapi kami udah ada rencana, ya kan Mas?" jawab Safira sambil meminta dukungan dari sang suami.
"Ya, kami sudah ada rencana, Bu Vita. Insya Allah, nanti kalo kami ke Jakarta lagi, kami mampir," jawab Lutfi, tersenyum sekilas. Agar Vita percaya, bahwa mereka berdua serius.
"Oke, baiklah," jawab Vita sembari menilik jam tangannya. Lalu tak lama ia pun kembali berucap. "Emmm, sorry banget ya... aku nggak bisa lama-lama. Tiga puluh menit lagi aku mesti ketemu klient, nanti kapan-kapan kita sambung lagi ya. Makasih banyak loh ini makanannya, nanti lain kali aku yang traktir ya," ucap Vita, berpamitan.
"Oh, oke... kamu hati-hati ya, Vit. Semoga harimu menyenangkan," balas Safira sembari mengantar sahabatnya tersebut keluar rumah. Sedangkan Zein hanya diam dan melambaikan tangan mengiringi kepergian sang kekasih.
Selepas kepergian Vita, Safira langsung menatap tajam pada kakak kandungnya yang dinilainya keterlaluan itu.
Zein ingin menghindar, namun dengan cepat Safira pun mencegah pria brengsek itu.
"Katakan, apa maksud dari semua ini?" tanya Safira kesal.
"Maksud apa?" Zein membuang padangannya. Enggan menatap mata sang adik.
"Di mana kak Zi?" Safira tak mau menundanya lagi, ia ingin kejelasan di sini.
Zein diam, tak menjawab.
Safira kesal, lalu ia pun kembali mempertanyakan keberadaan kakak iparnya itu.
"Bang, aku peringatkan sekali lagi, jangan main-main dengan pernikahan, Bang! Jangan buat kesalahan yang sama!" Safira berjalan ke arah Zein, meminta pria itu menatap matanya.
"Bang, please.... kasih tahu aku, di mana Kak Zi berada?" desak Safira lagi.
"Untuk apa? kamu punya urusan apa dengannya?" akhirnya Zein mau membuka suaranya, meskipun terdengar ketus dan kesal.
"Bang, ini nggak bener. Abang pacaran dengan Vita, sedangkan abang masih sah suami kak Zi," ucap Safira lagi.
"Siapa bilang? Jangan sok tahu kamu! Aku dan Zi... kami... kami sudah berpisah," jawab Zein. Suaranya bergetar, terdengar sangat berat. Namun, inilah kenyataan itu. Kenyataan yang mencekiknya. Kenyataan yang membuat hatinya gelisah. Merasakan betapa dalamnya penyesalan itu.
"Abang jangan bercanda, Bang!" Safira terlihat meneteskan air mata kekecewaannya.
Zein tak sanggup menjelaskan apapun pada siapapun sekarang. Sebab ia sendiri juga masih sibuk menenangkan hatinya. Menghibur perasaannya, selalu membujuk hatinya untuk menerima kesalahan yang ia perbuat.
Zein melangkah meningalkan Safira dan Lutfi yang terlihat shock atas jawaban yang diberikan oleh kakak tercinta mereka.
Sungguh mereka tidak menyangka, bahwa Zein akan melakukan hal bodoh itu. Menjadakan istri demi menikahi seorang janda. Dan bagi Safira ini sangat-sangat gila. Safira kecewa.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 186 Episodes
Comments
Ima Ko
kayaknya menyebalkan Zein ini,pengin njitak
2023-11-26
2
Kenzi Kenzi
ooooo...rondo kempling ta si vita,
2023-11-25
0
Ajeng Ina
orang seperti zain hrs d bikin menyesal yg mendalam klu bs hidup segan mati juga engak biar tau rasanya gimana d posisi zi
2023-11-09
0