"Kenapa gue di ajak kesini?" tanya Rara kesal, tadi setelah turun, pria yang naik bus bersama Rara menariknya kearah mobil yang sudah menunggu mereka.
Dan sekarang mereka berada di apartemen lantai paling atas, ting, suara kotak mesin bergerak itu pertanda berhenti, dan pintu pun terbuka, tanpa banyak kata pria itu menarik Rara ke sebuah kamar paling ujung.
"Hei, mau apa kau?" Rara terlihat cemas, sesekali kakinya menahan namun tetap kalah karena kekuatan pria itu lebih besar.
"Hei, gue ngga mau ikut elu," Rara masih mencoba berontak, "ck, gue ngga akan nyakitin elu. Percaya dech," kata pria itu santai tapi masih menarik Rara, 'mampus gue, mau di apain gue,' batin Rara berbicara.
"Lu tenang aja, teman gue baik kok. Cuma agak gini dikit," ucap pria itu sambil meletakkan jari telunjuknya di kening dan membuat miring.
'Aish, tambah bikin takut aja nih orang,' umpat Rara dalam hati, 'eh tunggu, itu kan orang yang marah-marah sama gue kemarin,' batin Rara berbicara saat melihat pria lain yang kemarin memarahi dirinya karena menabrak temannya.
"Udah ketemu?" pria yang di tanya mengangguk lalu melangkah masuk setelah dibukakan pintu oleh temannya.
"Ren, nih cewek yang lu cari, masih bocah ternyata," kata pria tadi yang terdengar seperti mencibir, "aawww!" pekik pria itu yang ternyata kakinya di injak oleh Rara.
"Ada apa om, nyari saya?" tanya Rara to the point, Reno tersenyum melihat gadis yang umurnya terpaut jauh dari dirinya.
"Jadi pacar pura-puraku," kata Reno yang terdengar seperti perintah, "ngga, om itu sudah tua bukannya sadar malah tambah aneh. Cari istri yang sepantaran atau seumuran, biar bisa mengurus om," sahut Rara cepat.
"Ck, saya belum punya pacar gimana mau nikah terus punya istri?" kesal Reno akan pernyataan gadis di depannya.
"Iyakah? Tapi om udah berumur lho, masak belum punya pasangan?" tanya Rara spontan, dasar Rara. Dan teman Reno mengulum senyum menahan agar tidak terbahak, 'ada juga yang berani ngatain si lemari es ini,' gumam teman Reno dalam hati.
"Diki!" orang yang di panggil pun menatap sahabatnya, dilihatnya mata sang lemari es, 'wah gawat bisa habis gue,' batin Diki orang yang menahan agar tidak tertawa tadi.
"Ya, Ren," sahut Diki berusaha bersikap wajar, namun nyalinya menciut saat gadis di sampingnya menatap dengan garang.
'Sepertinya mereka cocok, yang satu galak yang satu sadis. Kalau di satuin bisa-bisa anak-anak tertekan,' batin Diki berbicara.
"Ngapain lu ketawa?" tanya Reno sinis, Diki menelan ludah, "Jawab kalau ada orang bertanya," bukan Reno yang berbicara tapi Rara.
"Ngga kok, Ren. Memang gue ketawa? Perasaan gue dari tadi diem aja kok," sangkal Diki.
"Ck, terserah," ucap Reno akhirnya.
"Duduklah, saya mau ngomong serius denganmu," lagi permintaan tapi terdengar seperti perintah. Mau tidak mau Rara akhirnya menurut, dan memilih duduk di sofa tunggal.
"Saya mau minta bantuan kamu, dan saya akan membantu operasi ayah kamu," kata Reno to the point, Rara melonggo, mulutnya sedikit terbuka karena terkejut, 'dari mana orang ini tahu tentang penyakit ayahnya' batin Rara berbicara.
"Kalau saya menolak?" Rara mencoba alternatif lain, masak pacaran sama orang yang umurnya sudah tua, apa kata dunia dan teman-temannya.
"Kalau kamu menolak, saya takutnya ayah kamu tidak tertolong," kalimat kebenaran tapi terdengar seperti ancaman, Rara hanya menelan ludah sambil berfikir. Apakah menerima tawaran itu atau tidak.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 179 Episodes
Comments