Di ruangan yang sempit, berdesakan banyak orang. Tercium aroma rokok yang begitu menyengat di ruangan itu. Di salah satu sisi ruangan, Panji terlihat sibuk dengan laptopnya.
Panji bersama dengan wartawan lain tengah dikejar deadline untuk mengerjakan salah satu calon berita utama yang besok akan disiarkan di berbagai stasiun TV dan diterbitkan di berbagai surat kabar.
Tiba-tiba suatu nada khas terdengar. Suara itu berasal dari dalam tas kecil milik Panji. Panji terbelalak. Panji tahu betul itu suara apa. Itu adalah suara alarm dari alat aneh yang baru saja dibelinya di Jerman.
[Mungkinkan Aliska benaran diculik?] Panji yang kalut segera memeriksa isi pesan suara dari alat itu.
“Senior, tolong! Aku terjebak serangan penjahat di Rumah Sakit Dewantara Group.” Sebuah suara keluar dari alat aneh itu ketika Panji menekan tombolnya. Itu tidak lain adalah suara Aliska yang meminta tolong.
Panji pun bergegas ke ruangan lain untuk bertemu polisi-polisi yang sedang jaga malam di situ untuk menginformasikan kasus yang butuh penanganan darurat itu sesegera mungkin. Beruntung, Panji saat itu berada di Markas Besar Kepolisian Kota Jakarta. Dalam waktu 20 menit, rombongan mobil polisi beserta dengan anggota Densus 88 dan para wartawan segera menuju lokasi. Mereka tiba dalam waktu 1 jam 10 menit di lokasi kejadian.
Dengan bantuan Densus 88, anggota polisi dengan sigap mengamankan pelaku dan menenangkan korban setelah tiba di tempat kejadian. Untunglah kejadian itu tidak banyak menelan korban jiwa, ya, hanya ada 11 korban luka ringan dan 1 orang meninggal. Korban meninggal tidak lain adalah Office Boy yang menjadi kunci penyelamatan itu, Syarif Saleh.
Berkat jasa heroik Syarif mengirimkan sinyal SOS kepada Panji lewat alat aneh yang dimiliki oleh Aliska, kerusakan yang lebih parah dapat terhindarkan. Panji segera mencari Aliska di sekeliling rumah sakit. Mendengar suara seniornya yang berteriak-teriak memanggil namanya, Aliska berjalan pincang keluar dari ruangan office boy dan memanggil nama seniornya.
“Kak Panji.”
“Aliska!”
“Hiks…Hiks…Kakak, Mas OB-nya. Hiks…Hiks…” Ujar Aliska setengah bergumam seraya memeluk Panji dan menangis sekencang-kencangnya.
“Aliska.”
“Biarkan aku seperti ini dulu Kak. Aku ketakutan.”
Tangan gemetar Aliska memeluk Panji erat-erat.
***
Waktu menunjukkan pukul 3.50 dini hari. Kaiser yang terbangun lebih awal merogoh sebotol jus jeruk instan di kulkas dan bersandar di sofa. Kaiser merasa ada yang salah dini hari itu karena kakek, ayah, ibu, paman, serta bibinya terdengar geger akan sesuatu.
“Sayang, bagaimana ini? Danial juga ada di rumah sakit. Bagaimana jika sampai terjadi apa-apa dengannya?” Tanya Bibi Kaiser kepada suaminya.
“Tenang sayang. Berdasarkan laporan dari orang rumah sakit, para penjahat tidak berhasil mencapai lantai 8…” Jawab Sang Suami.
Mendengar suara samar dari bibi dan pamannya itu, Kaiser segera berlari dari ruang belakang ke ruang utama yang juga terletak di lantai satu tidak jauh dari situ.
“Apa yang Bibi maksud rumah dengan rumah sakit diserang penjahat?” Tanya Kaiser dengan penuh kepanikan.
“Tenang dulu Sayang. Sebaiknya kita segera ke sana untuk mengeceknya langsung. Semuanya akan baik-baik saja.” Ibu Kaiser menenangkan Kaiser sambil mendekap kedua telapak tangan Kaiser.
***
Pukul 6.05 pagi, rombongan keluarga Kaiser tiba di rumah sakit. Hampir semua peralatan yang terletak di lantai 1 dan 7 rumah sakit hancur berantakan. Untunglah para penjahat tidak sempat ke lantai 3 dan 4 rumah sakit tempat ke-35 pasien miskin rawat inap dengan penyakit yang bisa dikategorikan mengancam jiwa yang kebanyakan menggunakan peralatan penopang kehidupan, yang disponsori oleh uang jajan Kaiser, serta lantai 8 rumah sakit di mana 6 pasien VIP berada.
Kaiser dan rombongan segera naik lift ke lantai 8 dan menuju kamar 808 tempat di mana Danial, sepupu Kaiser, dirawat. Setelah menyaksikan keadaan Danial yang tertidur tanpa lecet sedikitpun, Kaiser segera meminta izin pamit untuk mengunjungi sahabatnya Dios di kamar 801.
***
Di ruangan itu terbaring layu seorang pemuda cantik. Badannya putih namun kurus kering. Kedua penjaga yang menjaganya tampak membungkukkan kepala pada seorang pemuda yang penuh keeleganan yang memilki rambut halus jatuh dan kulit yang putih dengan mata birunya yang berkilau layaknya berlian yang memasuki ruangan itu.
“Bagaimana perkembangannya?” Tanya Sang Pemuda yang tidak lain adalah Kaiser.
“Sama sekali belum ada perubahan Tuan Muda. Kondisinya masih sama seperti sebelumnya.” Kata seorang penjaga yang tampak lebih tua.
“Aku paham. Kalian berdua bisa keluar.”
Kedua penjaga itu lantas menundukkan kepalanya dan bergerak ke luar ruangan.
Kaiser berjalan perlahan menghampiri sahabatnya Dios yang terbaring layu di ranjang itu. Matanya biru berkilau. Tampak air mata siap jatuh di mata bak berlian itu.
“Dios, syukurlah kamu baik-baik saja. Maaf, maafkan aku. Aku tak bisa melindungimu.”
Air mata runtuh satu-persatu di mata yang indah nan menawan itu.
“Tuan Muda.”
Di tengah keheningan ruangan, seorang gadis masuk menginterupsi keheningan itu.
“Agni, kamu datang ya.”
“Maafkan saya Tuan Muda karena baru sempat hadir. Ada sedikit kendala di rumah dalam persiapan menuju ke tempat ini.”
“Apaan. Tidak usah minta maaf begitu. Lagipula tidak ada yang perlu kita lakukan karena masalahnya sudah berakhir. Syukurlah, tidak ada hal-hal merepotkan yang benar-benar terjadi.”
“…”
“Jadi, kamu sudah memeriksanya? Apakah kamu menemukan sesuatu?”
“Iya Tuan Muda. Ada 11 orang luka ringan dan 1 orang meninggal karena kejadian ini.”
Kaiser terperangah pada ucapan ‘1 orang meninggal’ yang diucapkan Agni.
“Jadi, siapa yang meninggal?”
“Itu… Dia… OB yang tugas jaga malam kemarin Tuan Muda, Kak Syarif.”
Mendengar nama Kak Syarif disebutkan, Kaiser menunduk. Kedua tangannya menggenggam kuat-kuat. Tampak sorot mata yang tajam di balik pupilnya yang indah.
“Kakak yang malang. Mengapa sampai akhir, hidup Kakak begitu malang. Apakah kita sudah menemukan siapa dalang di balik serangan ini?”
“Itu… Berdasarkan rekaman suara yang ditempatkan pada alat pengaman antara lantai 7 dan 8, pelakunya kemungkinan adalah orang-orang dari Sungsin Group.
“Ahhhhhhhhh, lagi-lagi mereka! Sebegitunyakah mereka ingin membunuh Dios! Apa yang sebenarnya pemuda malang ini lakukan kepada mereka?! Selama ini Dios hidup baik-baik tanpa pernah sekalipun berkontak dengan mereka. Tetapi mereka tiba-tiba menghampiri Dios dan merundungnya. Bukankah itu aneh? Apa mereka tidak malu karena rasa superioritas mereka ditujukan pada seorang pemuda yang lemah yang bahkan tidak bisa melawan?! Jangankan manusia, hewan pun tidak akan mungkin disakitinya. Pemuda yang lemah lembut begitu…Kenapa…Kenapa mereka sebegitu inginnya menghancurkannya.”
Pemuda yang marah yang berusaha kuat menahan ledakan emosinya, tak terbendung lagi, dia meremas bagian tajam kursi sehingga tangannya berdarah.
“Tuan Muda tenanglah.” Agni yang melihat itu, berusaha menenangkannya.
“Maaf, aku hanya terbawa emosi.”
Tiba-tiba terdengar suara pintu terbuka. Yang masuk adalah ayah Kaiser, Lucias Dewantara.
“Ayah?”
“Nak.”
“Ayah sudah tahu pelakunya?”
“Ya.”
“Bisakah aku memohon satu permohonan kepada Ayah?”
Sang Ayah kemudian melangkah maju dan mendekap bahu putranya.
“Apapun keinginanmu putraku.”
“Tolong hancurkan mereka.”
“Serahkan hal ini pada orang dewasa. Kami pasti akan membalas dua kali, tidak, empat kali lipat dari apa yang mereka lakukan. Sang Paman yang ikut masuk bersama kakek dan ibu Kaiser berkata dengan tegas menyatakan niatnya.
“Terima kasih, Ayah, Paman, Kakek, Ibu. Tidak hanya Dios, mereka tanpa pikir panjang tega menghilangkan nyawa seseorang. Kali ini, Kak Syarif… Aku takkan pernah memaafkan perbuatan mereka.”
“Sabar Sayang.” Ibu Kaiser menepuk bahu yang lain dari putranya.
Sepasang suami-istri itu memeluk erat-erat putra mereka. Tangis jatuh dari wajah mereka bertiga.
[Orang-orang seperti itu pantas mati. Aku…Aku akan membunuh kalian] Kata Kaiser dalam hati.
***
Pagi hari pukul 7, berita-berita televisi dan surat kabar dipenuhi berita mencengangkan.
“Salah seorang pelaku pembulian siswa SMP yang hampir merenggut nyawa korban kembali menyerang korban dengan menggunakan fasilitas perusahaan ayahnya begitu masa tahanan rumahnya selama 2 tahun berakhir. Motif diduga karena dendam sebab korbanlah yang menyebabkan pelaku menjalani tahanan rumah.”
Berita menjadi sulit untuk ditutup-tutupi perihal puluhan wartawan yang telah datang bersamaan dengan polisi seketika mendapati bukti rekaman suara di alat pengaman pada tangga lantai 8 yang dibeberkan oleh salah satu penjaga keamanan di rumah sakit tersebut.
“Menurutmu, berita apa yang akan muncul besok pagi?”
“Kerugian milyaran rupiah Dewantara Group, banyak pasien yang meninggal karena pemadaman listrik di RS Dewantara, manejemen Dewantara Group yang buruk.”
“Hahahahaha!”
“Habis ini kita mau ke mana?”
“Ya ke mana lagi, ke markaslah, ke Sungsin Security Center Building untuk berpesta dari uang bonus dari Bos. Hahahahaha!”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 169 Episodes
Comments
⧗⃟ᷢʷ
ceritanya bagus banget
2022-05-28
1
Bpearlpul
salam dari My Arrogant Princess, gomen aku baru sempet mampir
2022-05-19
1
anggita
kaiser,, dios..
2022-02-19
2