Chapter 3. Kehidupan Aruna

Setengah jam sudah berlalu.

Hukuman Aruna pun sudah selesai dilaksanakan, buru-buru dia masuk ke kelas dengan langkah gontai. Menyelonong masuk padahal pak Kumar sedang mengajar di kelas.

"Siapa yang menyuruhmu masuk?" Suara yang membahana bak halilintar menyambar membuat suasana menjadi merinding, tapi Aruna membalasnya dengan cengiran, sembari menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Maaf Pak, saya lupa mengucapkan salam." katanya yang masih menyengir, lalu menyampirkan tas ransel ke pundak kirinya yang sempat melorot.

"Lupa-lupa! Memangnya badan saya yang sebesar ini kamu tidak lihat? Apa badan saya kurang besar?" sergah Pak Kumar.

Badan pak Kumar hampir sebesar gajah hutan, mungkin. Belum lagi perutnya yang seperti bumil alias ibu-ibu bunting. Eh, hamil.

Suasana di kelas XII IPS 1 itu menjadi sedikit terhibur karena ucapan gadis cuek itu. Namun Yudha si ketua kelas hanya menatapnya datar bak tembok sekolah. Tak ada raut wajah untuk tertawa. Jangankan Tertawa, tersenyum sedikit saja tidak ada!

“Udah besar banget itu Pak, jangan ditambah lagi.” kata Aruna ngasal, tanpa sadar.

“Berani kamu ya,” Pak Kumar melotot ke arahnya.

“Ampun Pak.” Aruna menyatukan kedua tangannya, dia sungguh tak mau lagi berurusan dengan pak Kumar.

Pak Kumar menggeleng-gelengkan kepalanya, "Sudah, sana duduk!" Dielusnya dadanya agar tidak meluapkan emosinya lagi, menghadapi Aruna dua kali dalam seminggu itu cukup membuatnya lekas tua, heran entah kenapa perempuan itu bisa bersikap seperti itu laki-laki. Lebih dari laki-laki!

Aruna berjalan ke bangku yang paling belakang ujung kanan dekat dengan jendela. Namun, bangku yang di sebelahnya terisi oleh sosok cowok yang tak dikenalnya. Seperti yang diduga, pasti dia anak baru.

Namun dia merasa risih dengan adanya murid baru di sebelahnya itu, karena selama ini Aruna selalu duduk sendiri.

Aruna berjalan santai menuju bangku yang paling belakang ujung kiri dekat jendela. Namun bangku yang di sebelahnya dihuni oleh sosok cowok tak kenal rupa dan warna. Seperti yang ia duga pria itu pasti anak baru di SMA Gradien.

Namun keberadaan cowok satu itu hanya membuat Aruna merasa risi karena selama ini ia selalu duduk sendirian.

"Eh, lo! Ngapain duduk di sini? Pindah sono!" Usir Aruna dengan nada tinggi, mendadak seisi kelas kembali hening dan berpindah arah ke kanan kursi nomor lima.

Namun Aruna tetaplah Aruna yang cuek bagai bebek sekalipun banyak mata yang melotot marah dan jengkel. Namun ia justru asyik berkutat dengan suara batinnya. Ngapain dia duduk di sini sih? Padahal di sebelah sana ada si Goon Dook yang juga duduk sendirian. Wah! Modus nih cowok.

Nama yang di maksud Aruna adalah cowok gendut berkulit sawo matang yang duduk didekat jendela paling kanan pojok, sebenarnya namanya Delta Joshua. Hidup gadis ini memang sesuka-sukanya memanggil nama orang pun sering asal-asalan dan tidak peduli dengan mereka yang akan memarahinya nanti.

Laki-laki dicap sebagai anak baru itu menatap Aruna sejenak seperti memikirkan sesuatu hal. Cewek ini bukannya yang ada di lapangan tadi ya?

Ratapan mereka sama-sama terkunci dengan pemikiran yang sibuk bergulat di atas kepala, suasana kelas terasa beda dan hening di kala diamnya dua orang ini.

“Gue suka duduk di sebelah lo.”

Suasana kelas masih hening, menyaksikan dua orang yang sedang melakukan drama singkat yang waktunya kurang tepat. Perkataan laki-laki itu membuat Aruna sontak menendang kursinya hingga terjatuh.

"Aruna!" Pak Kumar membentak, dia mendelik sembari berkacak pinggang. Dia sudah cukup membiarkan mereka terus berdebat di jam pelajaran berlangsung.

“Kamu ini ya, bisa tidak diam mendengarkan saya mengajar. Kamu tidak menghargai saja berada di kelas ini.” keluhnya, seperti sudah menyerah menghadapi Aruna. "Sekali lagi kamu berulah, kamu tak usah masuk di jam pelajaran saya lagi, atau Bapak yang tidak usah masuk lagi ke kelas ini." katanya terdengar mengancam.

Siswa-siswi di kelas seketika mendelik ke Aruna, tentu mereka tidak akan mau jika itu terjadi. Aruna menatap ke teman-teman sekelasnya yang masih melotot meminta pertanggungjawaban, dia mengembuskan napasnya pelan.

"Iya. Maaf Pak, saya tidak akan nakal lagi," kata Aruna.

Tidak ada jawaban dari pak Kumar, dia kembali berjalan ke depan kelas dan mulai mengajar. Sementara anak-anak lain masih menyoroti Aruna.

"Dasar pembuat masalah." Umpat salah satu dari mereka. Tapi sayangnya Aruna tidak mendengarnya.

Dia kembali sibuk dengan anak baru itu.

Saat pelajaran telah usai tak ada perkenalan ataupun saling menyapa. Perkataan si murid baru membuat Aruna mengamuk seperti banteng, ingin segera memangsanya hidup-hidup.

"Nama lo Aruna, kan? Lo mau nggak jadi pacar gue?" tanya cowok itu sambil tersenyum tanpa ada bimbang.

Pacar? Mengajak cewek yang baru saja dikenalnya pacaran? Bahkan Aruna pun belum tahu namanya siapa? Apakah ada orang seperti itu di dunia nyata atau dirinya yang sedang tidur dan bermimpi?

"Sialan! Sekali lagi lo bilang hal bodoh itu lagi, jangan harap lo hidup aman damai di sekolah ini!" Balasnya dengan kejam.

"Dasar cewek absurd!" teriak seseorang berhasil meluapkan kekesalannya yang sempat tertunda.

Bentakan itu cukup menyita perhatian sebagian teman-teman di kelas, begitu juga dengan Aruna dan murid baru itu sontak menoleh ke sumber suara bariton berat dari ujung kelas, dia lumayan rapi tapi cupu. Namanya Daron.

Laki-laki itu masih ingin menghujatnya dengan tatapan remeh, Aruna rasa cowok itu sedang mengajaknya pemanasan. "Lo mending keluar aja deh dari sekolah, percuma datang buat masalah. Tau nggak? Lo itu cuma sampah masyarakat, datang ke sekolah kayak setan dan lo sadar nggak? Lo itu baru aja buat kami bermasalah!”

Sementara anak-anak lain tidak ada yang berani berujar karena tahu konsekuensinya cukup berbahaya meski perempuan berparas cantik dengan mata indahnya itu namun ditakuti oleh warga di kelas XII IPS 1 tidak ada satu pun dari mereka yang berani mencari masalah dengannya atau pulang nanti bisa jadi kaki atau leher mereka yang bengkok.

Aruna menatapnya dengan tatapan tidak suka. Cowok itu berani mendekatinya dengan menantang saat sampai di depan wajahnya. Daron berkata:

“Dasar pembuat onar ....”

Brak!

“Hebat juga nyali lo teman!”

Inilah alasannya mereka tidak mau cari masalah! Sekali tendang, laki-laki lembek macam tapai itu jatuh terpental ke marmer putih, punggungnya sampai menabrak banyak bangku dan kursi kayu hingga kini kondisinya amburadul, jangan salahkan siapapun. Itu hanya refleks kerja otak Aruna yang merespons hatinya yang memanas lalu saraf berjalan amat cepat ke tangannya untuk bertindak.

Keadaan justru semakin menegang, sebagian dari siswa siswi terperangah kaget. beberapa para cowok-cowok termasuk anak baru ikut menahan Aruna yang hendak kembali mendekati Daron. Dia ibarat seperti sedang kesurupan tidak melihat ke sekitarnya.

“Udah nggak usah dengerin dia, Na.” Nazih selaku teman sekelas yang baik memegangi pergelangan tangan Aruna agar tetap tenang.

"Sekali lagi lo bilang kayak gitu, nyawa lu gue gantung ya. Jangan harap mati dengan damai sebelum itu gue bakal nyiksa lo lebih kejam lagi, ngerti nggak lo, ngok-ngok!" katanya dengan sadis. Meluapkan semua emosi. “Jangan main-main sama gue, kesabaran gue itu rata-rata cuma 70% dan selebihnya gue bakal ancang-ancang buat mecahin mulut selebar lubang tikus lu itu atau otak lo yang gue bakar tengah malam nanti!”

Daron berusaha bangkit dengan raut muka marah sebenarnya dia sudah menyerah tapi karena banyak pasang mata yang memerhatikan dia tanpa ada satu pun mau membantu karena takutnya mendapat sergapan dari Aruna maka dia berusaha kembali bangkit walau berkali-kali jatuh. Sekujur tubuhnya terasa sakit. Benar-benar lembek.

"Jangan ada yang ngadu ke BK, kalian mau kelas jadi tercoreng? Tutup mulut kalian semua!"

Aruna pergi dengan angkuh, sebelum itu dia memukul dinding hingga bergetar membuat vas bunga di meja guru terjatuh. Semua murid-murid kelas XII IPS 1 menjadi termangu, masih mencerna apa yang baru saja terjadi. Si iblis baru saja mengamuk untung saja mereka tidak dalam keadaan slebor dan anggota badan mereka masih utuh total plus nyawa.

Duta bernapas lega lalu meregangkan otot lengannya. “Gue kalah hebat dari dia, benar-benar keren tapi seram.” Ia sontak bermanuver.

Andre yang sedari tadi masih tetap tenang di antara dua temannya, ia menoleh ke sekeliling yang keadaannya acakadut. “Udah, bubar semua. Jangan ada yang lapor BK apalagi polisi, masih sayang nyawa diam adalah cara yang terbaik.”

Satu persatu dari sebagian teman-teman mereka keluar dari kelas dengan terheran-heran. Baru sekali itu mereka menyaksikan Aruna sebrutal itu dan semenjak kejadian di kelas, mereka benar-benar tidak ingin mengusik gadis tomboi itu yang ternyata memiliki kekuatan lebih dari laki-laki. Mungkin saja kekuatan galaksi yang dia dapat dari dewa Yunani.

Namanya aja Aruna, tapi sikapnya nauzubillah min dzalik. Ganti aja namanya jadi the devil girl. Haris hanya terdiam tak tahu harus berbuat apa. Hari ini menempati kelas baru, namun kejadian mengejutkan sudah menjadi prasejarah baginya.

“Kalau lo nggak mau duduk bareng Aruna, mending pindah aja di sana.” Andre menunjuk meja nomor lima sebelah kanan dekat jendela, meja yang ditempati Delta Joshua yang di bangku sebelahnya kosong.

“Nggak deh, gue tetap di awal aja. Ya udah gue pergi dulu ya, bye.” Haris Beranjak pergi dari kelas untuk pergi ke suatu tempat.

“Gila! Orang mau jauh-jauh tuh sama si iblis, nah, dia malah ngejar?” Rasa penasaran Duta tidak sendiri, kedua temannya juga ikut memikirkan. Memang mereka bertiga bisa mengakui kalau gadis itu sangat cantik karena blasteran Irlandia, tapi sikapnya patut dipertanyakan.

“Udahlah, yuk pergi.” Ajak Duta segera berbalik keluar dari kelas menuju kantin belakang, tempat perkumpulan para cowok-cowok ganteng Gradien.

Sementara kelas mulai sepi, hanya tinggal beberapa orang yang mungkin membawa bekal atau semacamnya termasuk korban yang baru saja dihajar seorang gadis jutek.

Rinto selaku teman sebangku melirik ke Daron yang duduk kembali di bangkunya, mengambil tisu di dalam tas lalu menyumbat ke lubang hidung untuk menghentikan pendarahan.

“Lo sih Dar, nyari mati? Udah tau cewek itu absurd masih aja nyari masalah,” ucap Rinto keki, sungguh tidak bisa dibayangkan lagi entah apa yang terjadi kalau sempat Daron masih nekat untuk melawan. Kali aja patah pinggang, gue turut bersuka ngantar dia pulang pake gerobak segitiga.

“Psikopat itu harusnya berada di rumah sakit jiwa, mana ada cewek yang sikapnya kayak iblis?” Vano ikut bersuara. Dari pertama kali melihat Aruna dia memang tidak suka melihat tingkah laku gadis itu. Apatis tapi mengerikan. Cantik tapi iblis.

Yudha sedari tadi hanya diam mendengar beberapa dari mereka ikut mencercah gadis itu, sudahlah apatis, melawan guru, suka bolos pula. Tampaknya dari mata SMA Gradien sudah mengecap Aruna sebagai cewek yang tidak baik.

Yudha hanya bisa menghela napas dalam satu entakkan, lelah dengan tiap harinya mereka selalu saja membicarakan keburukan gadis itu. Memangnya mereka sudah sempurna hingga kerjaan saban harinya menggunjing orang lain?

Dari setiap koridor yang dilewati pun tidak seperti Aruna yang dipandang sebelah mata oleh orang-orang. Justru Yudha disanjung seperti layaknya seorang artis. Dia disapa cewek-cewek, melambaikan tangan dan memberikan senyuman terbaiknya agar cowok itu merasa tertarik kepada mereka.

Nyatanya tidak ada yang membuatnya tertarik, cukup melelahkan mendengar sanjungan mereka. Padahal gue nggak sesempurna itu.

Terpopuler

Comments

Isma Aji

Isma Aji

Hai Thor semangat 🤗

2021-06-19

0

Ace

Ace

semangattttt 💪💪💪

2020-11-28

0

Caramelatte

Caramelatte

semangat thor!
Salam dari "Belong to Esme"

2020-11-24

0

lihat semua
Episodes
1 Chapter 1. Gadis Tomboi
2 Chapter 2. Gagal Bolos
3 Chapter 3. Kehidupan Aruna
4 Chapter 4. Tentang Aruna
5 Chapter 5. Bolos Harian
6 Chapter 6. Menyukai, Disukai
7 Chapter 7. Nyaman Untuk Berteman?
8 Chapter 8. Keanehan
9 Chapter 9. Nge-gym
10 Chapter 10. Bertemu
11 Chapter 11. Keinginan Dari Seseorang Masa Lalu
12 Chapter 12. Stop To Be Tomboy
13 Chapter 13. Perubahan
14 Chapter 14. Tidak Sinkron
15 Chapter 15. Pengakuan
16 Chapter 16. Pertanda
17 Chapter 17. Cemburu Yang Tersembunyi
18 Chapter 18. Berbeda
19 Chapter 19. Pengakuan
20 Chapter 20. Menyukai Haris
21 Chapter 21. Sorry
22 Chapter 22. Dua Surat
23 Chapter 23. Letter Love To Aruna
24 Chapter 24. Pertemuan, Tiga Tahun Kemudian
25 Chapter 25. Rencana Yang Gagal
26 Chapter 26. Hadiah Dari Kata Menunggu
27 Chapter 27. Hal Yang Menyakitinya
28 Chapter 28. Terbelenggu
29 Chapter 29. Menentang Demi Cinta
30 Chapter 30. Mempertahankan
31 Chapter 31. Hal Yang Membingungkan
32 Chapter 32. Sweet Couple
33 Chapter 33. Perubahan Pada Aruna
34 Chapter 34. Kedatangan Bu Ryota
35 Chapter 35. Ruang Kenangan
36 Chapter 36. Ikhlas
37 Chapter 37. Cinta Yang Dipaksa
38 Chapter 38. Pecahan Masa Lalu
39 Chapter 39. Rindu
40 Chapter 40. Bersama Kesayangan
41 Chapter 41. Iseng
42 Chapter 42. Bimbang
43 Chapter 43. Keputusan
44 Chapter 44. Pilihan
45 Chapter 45. Menguatkan Diri
46 Chapter 46. Kenyataan dan Kebenaran
47 Chapter 47. Perih
48 Chapter 48. Ingkar
49 Chapter 49. Hati Aruna yang Hancur
50 Chapter 50. Yudha di Tanggal 9 Agustus
51 Chapter 51. Untuk Si Kecil
52 Chapter 52. Persiapan
53 Chapter 53. Love yourself, Aruna!
54 Chapter 54. Akhir
55 Chapter 55. Mata Biru Kecil
56 Chapter 56. Selalu Kecewa
57 Chapter 57. Luka
58 Chapter 58. Ketakutan
59 Chapter 59. Penolakan
60 Chapter 60. Pamit
61 Chapter 61. Aruna Telah Pergi
62 Chapter 62. Aruna Baru
63 Chapter 63. Kesedihan
64 Chapter 64. Suara Hati Yudha
65 Chapter 65. Sheva Putri Kecil Papa
66 Chapter 66. Shean Putra Aruna
67 Chapter 67. Shean dan Mamanya
68 Chapter 68. Mengetahui Semuanya
69 Chapter 69. Perubahan Sheva
70 Chapter 70. Ke rumah Papa
71 Chapter 71. Akhirnya Mengetahui
Episodes

Updated 71 Episodes

1
Chapter 1. Gadis Tomboi
2
Chapter 2. Gagal Bolos
3
Chapter 3. Kehidupan Aruna
4
Chapter 4. Tentang Aruna
5
Chapter 5. Bolos Harian
6
Chapter 6. Menyukai, Disukai
7
Chapter 7. Nyaman Untuk Berteman?
8
Chapter 8. Keanehan
9
Chapter 9. Nge-gym
10
Chapter 10. Bertemu
11
Chapter 11. Keinginan Dari Seseorang Masa Lalu
12
Chapter 12. Stop To Be Tomboy
13
Chapter 13. Perubahan
14
Chapter 14. Tidak Sinkron
15
Chapter 15. Pengakuan
16
Chapter 16. Pertanda
17
Chapter 17. Cemburu Yang Tersembunyi
18
Chapter 18. Berbeda
19
Chapter 19. Pengakuan
20
Chapter 20. Menyukai Haris
21
Chapter 21. Sorry
22
Chapter 22. Dua Surat
23
Chapter 23. Letter Love To Aruna
24
Chapter 24. Pertemuan, Tiga Tahun Kemudian
25
Chapter 25. Rencana Yang Gagal
26
Chapter 26. Hadiah Dari Kata Menunggu
27
Chapter 27. Hal Yang Menyakitinya
28
Chapter 28. Terbelenggu
29
Chapter 29. Menentang Demi Cinta
30
Chapter 30. Mempertahankan
31
Chapter 31. Hal Yang Membingungkan
32
Chapter 32. Sweet Couple
33
Chapter 33. Perubahan Pada Aruna
34
Chapter 34. Kedatangan Bu Ryota
35
Chapter 35. Ruang Kenangan
36
Chapter 36. Ikhlas
37
Chapter 37. Cinta Yang Dipaksa
38
Chapter 38. Pecahan Masa Lalu
39
Chapter 39. Rindu
40
Chapter 40. Bersama Kesayangan
41
Chapter 41. Iseng
42
Chapter 42. Bimbang
43
Chapter 43. Keputusan
44
Chapter 44. Pilihan
45
Chapter 45. Menguatkan Diri
46
Chapter 46. Kenyataan dan Kebenaran
47
Chapter 47. Perih
48
Chapter 48. Ingkar
49
Chapter 49. Hati Aruna yang Hancur
50
Chapter 50. Yudha di Tanggal 9 Agustus
51
Chapter 51. Untuk Si Kecil
52
Chapter 52. Persiapan
53
Chapter 53. Love yourself, Aruna!
54
Chapter 54. Akhir
55
Chapter 55. Mata Biru Kecil
56
Chapter 56. Selalu Kecewa
57
Chapter 57. Luka
58
Chapter 58. Ketakutan
59
Chapter 59. Penolakan
60
Chapter 60. Pamit
61
Chapter 61. Aruna Telah Pergi
62
Chapter 62. Aruna Baru
63
Chapter 63. Kesedihan
64
Chapter 64. Suara Hati Yudha
65
Chapter 65. Sheva Putri Kecil Papa
66
Chapter 66. Shean Putra Aruna
67
Chapter 67. Shean dan Mamanya
68
Chapter 68. Mengetahui Semuanya
69
Chapter 69. Perubahan Sheva
70
Chapter 70. Ke rumah Papa
71
Chapter 71. Akhirnya Mengetahui

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!