"Nona Laras, lebih baik anda yang duluan keluar. Naiki tangga yang saya buat itu," kata Robert menunjuk tumpukan tas dan suitcase kecil pada sandaran kursi.
Laras memandang tangga darurat itu. Sebenarnya jarak tepi patahan dengan barisan kursi yang ada tidak terlalu jauh. Namun karena posisinya mengarah ke atas, maka harus ada tangga tumpuan untuk mencapainya.
Laras mencoba memanjat dan mencapai bagian pinggir patahan pesawat. Dia menyembulkan kepalanya melewat batas patahan. Dia melihat seorang pria sedang menarik batang pohon menjauh dari tepi patahan. Laras berteriak memanggil:
"Hai.. Saya akan lemparkan tas persediaan lebih dulu."
"Ya,"
Dean menoleh sebentar lalu lanjut menyingkirkan ranting-ranting pohon besar yang tersisa. Tempat itu sudah aman untuk pendaratan orang yang ingin melompat dari dalam pesawat.
3 tas dan ransel dilemparkan Laras dengan susah payah. Terutama tas terakhir yang paling besar. Robert mengangkatnya tinggi-tinggi di atas kepalanya untuk memudahkan Laras mengeluarkannya.
Dean dengan cepat menjauhkan tas dan ransel yang jatuh. Dia melihat ke atas dan memberi aba-aba:
"Ok, tempat pendaratan sudah clear sekarang. Anda bisa mulai lompat. Ini cukup aman untuk mendarat karena saljunya tebal."
Laras melihat ke arah kaki pria itu yang tenggelam cukup dalam di salju. Baiklah, itu tidak akan terlalu keras, pikirnya menenangkan diri. Laras mengangkat tubuhnya lebih tinggi dengan menumpukan kaki pada patahan besi yang menempel kuat di lantai. Itu terlihat seperti kaki kursi penumpang. Entah dimana sisa kursi lainnya.
"Adakah sesuatu di bawah sana yang bisa dipakai untuk menutupi bagian yang tajam ini?" tanyanya sambil menoleh pada Robert
Robert melihat sekitar lalu memungut beberapa tas dan menyerahkannya pada Laras.
Laras menyusun tas-tas itu menutupi patahan metal yang tajam. Dia mulai naik lalu menduduki tas. Laras memegang sisi dinding pesawat hati-hati lalu berusaha berdiri.
"Saya lompat," katanya memberitau Dean.
Lalu.... Syyuuttt... bbrukkk!!
Laras dengan cepat mendarat. Kakinya tenggelam di salju hingga lutut. Badan terdorong miring ke belakang, lalu jatuh terduduk di salju.
"Apa anda baik-baik saja?" tanya Dean sambil membantunya berdiri.
Laras mengangguk dan berjalan menjauhi tempat pendaratan. Dia menengadah ke atas.
"Alan, sekarang giliranmu. Tumpukan salju ini aman untuk pendaratan," ucapnya pada Alan yang sudah berdiri di tepi patahan pesawat.
Brukk!
Alan melemparkan tas peralatannya ke samping kiri lalu menyusul lompat ke arah kanan.
Dia menjaga agar bahunya yang tadi bergeser tidak mengalami cedera lagi. Laras segera membantunya berdiri dan membawanya menuju tempat tas-tas yang dikumpulkan. Mereka duduk di batang pinus menunggu Robert turun.
Dean datang dan menyerahkan tas pada Alan. Lalu dia melambaikan tangan pada Robert agar dia segera melompat.
Brukk!
Robert mendarat sambil berguling ke arah depan. Yahh, dia adalah mantan tentara. Melompat seperti ini bukan hal yang sulit baginya.
Segera dia berdiri lalu mengibaskan butir-butiran salju yang menepel pada pakaiannya. Dia menghampiri Dean dan menyalaminya.
"Saya Robert," katanya hangat.
"Saya Dean Whittman," balas Dean ramah.
"Mari kita berkumpul dengan yang lainnya," lanjut Dean lagi.
"Tunggu," tahan Robert.
"Tampaknya anda tidak menyadari seperti apa rupa anda saat ini," ucapnya sambil memandangi wajah Dean dan melihat balutan di kepalanya.
"Nona Laras, dapatkah anda membantu membersihkan wajah Dean? Tampaknya pria muda ini terlalu sibuk menyelamatkan orang lain hingga lupa bahwa dirinya juga terluka. Lihatlah noda-noda darah ini."
Dean tersenyum kaku. Akhirnya dia mengerti kenapa beberapa orang terkejut dan menjerit saat belihatnya. Hahh wanita di hutan tadi bahkan pingsan karenanya. Mungkin dia tampak menyeramkan sekarang.
Laras membuka sebuah tas dan mengambil kemasan tissu basah. Dia menghampiri Dean dan membantu menyeka noda darah yang mempel di wajah Dean. Noda darah itu sudah membeku. Dengan 2 lembar tissu basah, wajah Dean kembali bersih dan ketampanannya kembali terlihat. Laras terpesona.
"Hahaa, look at you," Robert tertawa mencairkan suasana yang canggung.
"Baiklah, mari kita temui korban selamat lainnya," ajaknya sambil mengangkat tas ransel paling besar ke punggungnya menggantikan ranselnya sendiri yang kiri digenggam di tangan kanan.
Dean mengangkat tas lain dan berjalan disamping Robert. Laras dan Alan mengikuti dari belakang.
Belum lama berjalan, terdengar lolongan serigala. Dean menoleh ke arah suara itu dan berkata pada Robert:
"Serigala itu sudah makin dekat. Sebelum malam kita sudah harus membuat tempat perlindungan."
"Disamping itu, jenazah penumpang yang tewas sebisanya dikuburkan di dalam salju. Karena mereka bisa mengundang binatang buas ke sini."
Dean menjelaskan pemikirannya. Robert menggukkan kepala tanda setuju.
*
*
Dean, Robert, Alan dan Laras sudah sampai di bagian tengah pesawat yang terguling terbalik tapi tak menemukan seorangpun disitu.
"Tadi saya meminta mereka pindah ke bagian ekor pesawat. Mungkin mereka sudah di sana sekarang," jelas Dean pada Robert.
Lalu mereka berjalan lagi ke arah kiri melewati beberapa pepohonan. Terlihat banyak orang duduk di permukaan salju.
Dean terkejut. Kenapa mereka duduk di tempat terbuka begini? Bukankah ini sangat dingin?
"Kenapa kalian disini? Tempat terbuka ini dingin dan sangat berbahaya. Banyak binatang buas berkeliaran disini."
Rentetan kata-kata Dean terdengar tidak sabar.
"Mereka yang di dalam melarang kami masuk," jelas dokter Chandra.
"Apa?!"
Dean kesal lalu dengan tergesa masuk ke ruangan bagian ekor pesawat itu diikuti Robert.
"Siapa tadi yang melarang korban lainnya masuk ke sini?"
Dean bertanya dengan suara tinggi. Dia menatap orang-orang yang sedang mengobrol itu dengan tajam.
Orang-orang itu terkejut dan bersamaan menoleh ke tirai pintu. Sebagian mereka gugup lalu menoleh pada seorang wanita muda seakan mengatakan bahwa dialah pelakunya.
Gadis itu awalnya terkejut, tapi cepat menguasai diri dan dengan percaya diri berkata:
"Ya, saya yang melarang mereka masuk. Ini adalah kelas eksekutif. Tak sembarangan orang bisa masuk ke sini," katanya dengan sombong.
Robert mendengar Dean menggertakkan gigi karena geram, lalu bicara untuk menengahi ketegangan.
"Apakah anda sudah melihat hamparan salju di luar jendela, nona?" tanya Robert.
"Ah, yaa... salju. Lalu kenapa? Bukankah itu indah? Tak semua orang pernah liburan ke luar negri untuk melihat salju. Jadi ini rejeki mereka," jawabnya tidak peduli.
Robert menggelengkan kepalanya. "Nona, taukah anda bahwa salju itu dingin dan bisa membekukan orang? Dan apakah anda tidak mendengar suara lolongan serigala? Berada di tempat terbuka sangatlah berbahaya, bukan...."
"Itu bukan urusan saya," potong Lena cepat.
"Lagi pula tak akan lama sampai tim rescue menemukan kita. Jadi tak masalah mereka bertahan sebentar," ucapnya tanpa perasaan.
"Lagi pula saya adalah putri konglomerat Indonesia, ada juga seorang artis dan anggota parlemen di sini. Saya yakin pencarian sudah dilakukan dengan ketat. Ayah saya tidak akan membiarkan hal buruk menimpa saya. Jadi tunggu saja," tambahnya dengan nada sombong.
Dean emosi mendengar kata-kata sombong putri kaya itu. Sia-sia menjelaskan apapun pada orang seperti itu.
"Nona, kelas eksekutif itu hanya berlaku saat penerbangan. Sekarang pesawat ini jatuh. Jadi kedudukan semua orang adalah sama. Tidak ada yg kaya atau miskin, tidak ada konglomerat, pejabat, artis dan rakyat biasa. Anda semua sama di mata saya. Kita adalah korban kecelakaan pesawat!" ejek Dean dengan sinis.
"Dan taukah kamu dimana kita sekarang? Akankah ayahmu mencari ke mari? Adakah wilayah dengan musim dingin seperti ini di Indonesia? Sudahkah kau pikirkan dengan otak udangmu itu keadaan yang sebenarnya kita hadapi?"
Kata-kata Dean sangat tajam dan penuh penghinaan. Orang egois tak berperasaan tak bisa ditoleransi saat terjadi bencana, itu prinsipnya.
Semua terdiam. Lena geram karena mendapat penghinaan begitu kasar. Tapi tak ada yang terlihat mendukungnya saat ini, jadi dia diam.
"Sekarang saya ingin tau, siapa lagi diantara kalian yang berani melarang korban lain masuk ke sini?"
Kata-kata itu penuh ancaman sekarang.
Mereka saling memandang satu sama lain. Apakah pria itu akan mengusir mereka keluar jika kembali melarang masuk orang-orang di luar sana?
Orang di luar lebih banyak ketimbang yang ada di sini. Akhirnya mereka hanya menundukkan kepala. Meski tidak puas, tapi mereka hanya bisa bergumam sendiri. Tak ada yang berani melawan Dean.
******
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 426 Episodes
Comments
PHSNR👾
woilaaah, ingat situasi mbak 😂😅
2025-04-20
1
Alderlinch
jiahh ... dlm keadaan spt itu pun masih bisa terpesona..
2022-11-21
3
Dewi
Syukur deh, semuanya bisa keluar jg
2022-11-18
3