"Mbak, mau tanya dong." kataku saat telah berhadapan dengan si mbak SPG itu.
"Iya, Kak. Ada yang bisa dibantu?" sahutnya.
"Ehm … itu … eng … anu …," entah kenapa aku mendadak gugup dan ragu untuk bertanya.
"Kakak sedang butuh sesuatu?" tanyanya saat melihat aku kebingungan.
"Iya … ehm … itu … li-nge-ry. Saya lagi cari itu," ucapku sambil mengeja kata yang sangat asing itu.
"Oh … Silakan ikut saya, Kak," ucapnya yang kemudian menunjukkan ke sebuah stand, di mana terdapat banyak sekali baju-baju dengan bahan transparan dan minim kain.
Aku mengernyitkan alis melihat baju-baju itu. Kenapa mbak SPG-nya membawaku kemari? Baju-bajunya sangat mengerikan.
"Silakan, Kak. Bisa dipilih, mau yang seperti apa," ucapnya sambil menunjuk ke deretan baju transparan itu.
"Hah?!" aku menganga dibuatnya.
"Mbak, saya carinya li-nge-ry. Kenapa malah dikasih lihat baju transparan begini?" keluhku pada SPG itu.
"Maaf, Kak. Tapi yang namanya lingery ya yang seperti ini. Memangnya kakak belum pernah lihat bentuknya?" tanyanya yang langsung membuatku diam.
Hah? Yang benar saja. Dasar si Murni mesum. Masa aku harus pakai baju seperti ini di depan suamiku. Malu lah.
Aku hanya diam sambil melihat ke kiri dan kanan, di mana banyak sekali model dan jenis dari baju yang katanya seksi itu.
"Bagaimana, Kak? Sudah ada pilihan atau masih mau melihat-lihat dulu?" tanya SPG itu lagi, dan membuatku tersadar dari pikiranku.
"Ehm … boleh saya pilih-pilih dulu, Mbak?" tanyaku yang sebenarnya masih ragu.
"Boleh, silakan. Kalau sudah dipilih, nanti bawa ke sana ya, Kak," ucapnya sambil menunjuk ke arah tempatnya berdiri tadi.
"I … iya, baik," sahutku.
Mbak SPG itu pun lalu pergi meninggalkan aku yang masih kebingungan, antara menunaikan niatku atau membatalkannya saja.
Namun, setelah teringat omongan Murni kemarin, aku pun jadi ikut penasaran dengan alasan suamiku, yang terus membuatku menjadi seorang perawan yang bersuami.
Akhirnya dengan gamang, aku pun memilih satu yang berwarna hitam. Setidaknya jika hitam, akan tersamar di dalam kegelapan dan tidak terlalu terlihat.
"Baiklah. Aku ambil yang ini saja,"
Aku pun mengambil sebuah lingery hitam, lengkap dengan g-string-nya yang saat itu kukira tali rambut, karena ukurannya yang sangat kecil dan tipis.
Setelah membayarnya, aku pun pulang.
Kebetulan, setelah menikah aku hanya tinggal berdua dengan suamiku di rumah yang kami kontrak.
Aku tak pernah mempertanyakan ke mana gajinya selama ini, sampai ia tak memiliki tabungan untuk membeli sebuah rumah.
Aku hanya ingin berusaha menjadi istri yang tak banyak tanya, dan menerima saja apa yang diberikan oleh suamiku.
Toh, selama ini dia selalu memberi uang belanja yang sangat cukup, hingga aku bisa menabung sisanya untuk keperluan pribadiku.
Aku membuka tas belanjaan yang berisi benda yang lebih mirip seperti jaring ikan itu, dan membentangkannya di atas tempat tidur.
Kufoto, lalu kukirimkan ke nomor Murni.
"Bebs, ini bener yang namanya lingery itu? Kok kaya jaring ikan gini sih?"
Sejenak kemudian, masuklah pesan balasan dari Murni.
"🤣🤣🤣🤣 pinter juga milihnya. Iya bener yang itu. Coba ntra malem langsung pake. Sama itu juga dipake yah," dia mengirim balik foto yang kukirim, dengan melingkari benda yang kukira tali rambut itu.
"Emang itu apaan?" tanyaku.
"Itu salah satu peralatan tempur. Makenya kaya kamu pake ****** ***** gitu," jawabnya.
Gila! Masa aku harus pakai beginian juga? Ternyata benda aneh ini dipakai di bawah? Ya ampun! Kenapa harus seaneh ini sih caranya.
"Kamu nggak lagi ngerjain aku kan, Mur?" tanyaku memastikan.
"Ngapain juga aku ngerjain kamu. Udah sana siap-siap. Mandi yang bersih biar wangi. Terus tunggu suami pulang. Jangan lupa, pas pake itu, kamu juga kudu pake lipstik yang warnanya merah merona, biar tambah uwow," kata Murni.
Aku yakin saat ini dia sedang menertawakanku di sana. Dasar si mesum akut.
Aku tak membalas chat-nya lagi. Tapi, dia kembali mengirimkan chat padaku.
"Good luck, ya. Cepet bunting juga🤣"
Hah … aku tidak tahu apa ini akan berhasil atau tidak. Tapi, sepertinya semua ini memang perlu dilakukan untuk memastikan kondisi suamiku.
Sore pun menjelang. Kini semburat jingga di ujung barat menghias cakrawala, yang membuat suasana begitu indah.
Aku menantikan suamiku pulang, dengan duduk di kursi teras depan.
Miko biasanya pulang sebelum magrib, dan itu sebentar lagi. Aku merasa deg-degan, apalagi saat mobil yang ia kendarai telah masuk ke pekarangan rumah.
Suamiku selalu memakai mobil yang katanya inventaris kantor, dan lagi-lagi aku tak pernah bertanya, kenapa tak ambil kredit mobil sendiri saja. Sebagai seorang kepala cabang dari salah satu kantor asuransi ternama di kota ini, bukan hal mustahil jika dia bisa membeli mobil sendiri.
Tak sadar, rupanya Miko sudah berdiri di depanku.
"Assalamualaikum," sapanya sambil mengulurkan tangan ke arahku.
"Ehm … waalaikumsalam, Mas. Kamu udah pulang?" sahutku yang terlihat sangat gugup.
Aku menyambut uluran tangannya dan mencium punggung tangan suamiku itu.
"Kamu sakit?" tanyanya sambil menyentuh keningku.
Aku hanya menggeleng pelan sambil tersenyum.
"Ya sudah. Yuk masuk! Udaranya semakin dingin di luar," ajaknya sambil merangkul pundakku.
Seperti yang ku katakan, dia sangat lembut dan sopan padaku. Aku pun bertanya-tanya, kenapa dia sama sekali tak mau memberi hakku sebagai istrinya.
Seusai mandi, Miko dan aku Shalat magrib berjamaah, dan kemudian kami bersantai di ruang tengah sambil menonton TV, menunggu waktu Shalat isya datang.
Selepas shalat isya berjamaah, kami pun makan malam bersama. Saat itu, aku mulai kembali gugup memikirkan apa yang akan kulakukan setelah ini.
Setelah makan malam, aku langsung masuk kamar, sedangkan Miko, seperti biasa dia selalu menonton TV hingga malam.
Aku mondar mandir di dalam kamar. Apa aku batalkan saja niatku itu. Rasanya sangat malu saat membayangkan diriku, hanya terbalut baju transparan yang jauh dari kata layak pakai itu.
Namun, perkataan Murni kembali mengusikku. Aku menarik nafas dalam, sambil menutup mata. Kuambil tas belanja yang tadi siang, dan segera masuk ke dalam kamar mandi.
Kupandang benda menerawang itu, dengan 'bismillah' aku niatkan untuk ibadah dan menunaikan tugasku sebagai seorang istri.
Malam mulai merangkak. Sudah sekitar pukul sepuluh malam, tapi Miko belum juga masuk ke kamar.
Aku masih menunggunya dengan was-was, sembari duduk di bibir ranjang. Akhirnya, aku pun keluar kamar. Beruntung, lampu-lampu sudah kumatikan sebelumnya, sehingga hanya ada cahaya dari layar TV saja yang menyinari ruang tengah.
Aku berjalan perlahan mendekati Miko.
"Mas," panggilku lirih dengan suara yang terdengar gemetar.
Miko menoleh, dan aku bisa melihat netranya membulat penuh.
Aku menunduk karena malu, sembari menutupi dadaku yang hanya terhalang kain jaring itu, tanpa ada apa pun di baliknya.
Miko mematikan TV-nya, dan itu membuat ku mengangkat kepala seketika.
Kulihat, Miko berjalan ke arahku dan melewatiku begitu saja. Hatiku mencelos, mendapati reaksinya yang seperti tak menyukai hal gila yang kulakukan ini.
.
.
.
.
Jika kamu suka, silakan like dan komen di bawah🙏😊
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
Nur Ahmadsaefudin
nggak normal atau gak mau nyentuh?
2022-03-13
1
Aulia Nia
miko kenapa tuh
2022-01-06
0
💦 maknyak thegech 💦✔️
masih menyimak
2022-01-04
0