Bab 2

Sore menjelang, Arin mulai melakukan tugasnya mencuci perabotan dapur yang digunakan memasak. Sedangkan Mbok Yem dan Mbak Inah, mereka berdua yang memasak karena mereka adalah juru masak di kediaman itu. Meskipun demikian, Nyonya Kandi selalu turun tangan saat meramu hidangan.

"Arin, tolong buatkan Teh untuk Sadewa ya." kata Anjani yang baru datang dan menyiapkan gelas untuk diisi kopi.

"Baik Nyonya." jawab Arin patuh.

"Mereka berdua sudah pulang ya." Nyonya Kandi yang sedang memeriksa persediaan bumbu bertanya tanpa menoleh.

"Iya, Ma. Baru saja." jawab Anjani sambil meletakkan air di teko kecil untuk direbus terlebih dahulu.

Tak perlu waktu lama, teh dan kopi sudah disiapkan di atas sebuah nampan.

"Aduh, Arin, tolong bawakan ini untuk Tuan Nakula Sadewa di Ruang Tengah ya. Kopi untuk Tuan Nakula, Teh untuk Tuan Sadewa. Saya kebelet." ucap Anjani dengan ekspresi menggelikan.

"Iy-iya Nyonya." Arin ragu, namun takut menolak perintah.

"Terima kasih Arin." Anjani tersenyum kemudian melesat pergi.

Arin bingung, ia lantas menoleh mencari Mbak Inah, namun seniornya itu sudah pergi entah kemana. Mau minta tolong Mbok Yem, tidak mungkin. Akhirnya dengan was-was ia membawa nampan berisi minuman panas itu ke ruang tengah.

Disana sedang duduk dua orang pemuda dengan wajah identik, mereka membicarakan sesuatu sambil menatap kertas masing-masing. Arin meletakkan minuman di depan kedua orang yang duduk berhadapan itu.

"Tu-tuan Muda, ini minumannya."

"Terima kasih ya." ucap keduanya tanpa menatap Arin.

Salah satu diantara keduanya yang masih mengenakan jas langsung mengambil dan menyeruput tanpa melihat gelasnya. Tanpa disangka pemuda itu menunduk ke lantai dan menyemburkan minuman yang belum ditelannya itu.

"Huh! Sialan! Apa ini?!!" hardiknya dengan raut wajah kesal. "Berapa kali kubilang aku tak suka kopi?!" bentaknya dengan volume suara tak terkontrol.

Tubuh Arin bergetar, suara Tuan muda yang tiba-tiba menggelegar itu membuatnya tersentak. Disusul kemudian suara kaki orang berlari dari arah dapur.

"Siapa kau?" Tuan muda itu mengernyit mendapati orang asing yang telah melayaninya. Pertanyaan yang dilontarkan membuat saudara kembarnya jadi mengamati Arin.

Arin semakin dalam menundukkan kepalanya, ia sibuk berdoa supaya tidak dipecat karena kesalahan yang telah diperbuatnya.

"Ada apa?" Nyonya Kandi datang tergopoh-gopoh bersama Mbok Yem.

"Dia memberiku kopi, Ma." Tuan Muda itu mengadu.

Nyonya Kandi menatap Arin. "Arin, memangnya tadi Anjani tidak memberitahumu?"

"Su-sudah Nyonya. Tapi, saya belum bisa membedakan Tuan Muda." Arin memegang nampan semakin erat untuk menyalurkan ketakutannya.

Nyonya Kandi menghela napas dan tersenyum geli. "Nakula, Sadewa, dia Arin ART baru. Tolong dimengerti ya nak."

Arin terkejut, ia tak menduga reaksi Nyonya Srikandi Wasesa hanya seperti itu. Nakula tersenyum mengangguk kemudian berdiri mendekati Sadewa.

"Arin, namamu Arin kan." gadis itu menunduk jadi dia tak tahu siapa diantara kedua Tuan Muda itu yang sedang berbicara.

"Iya Tuan."

"Angkat wajahmu, amati kami agar kau bisa membedakan kami."

Arin mengangkat wajah dan pandangan matanya langsung bertemu dengan Tuan Muda yang marah-marah tadi. Pemuda itu terkesiap begitu melihat wajah ART baru, namun dengan cepat ia bisa menguasai otot wajahnya. Detik berikutnya tanpa sadar ia tak bisa berhenti menatap manik mata Arin yang berwarna coklat kehitaman itu. Pikirannya seakan terhipnotis oleh tatapan Arin.

Satu detik

Dua detik

Tiga detik

Arin merasa canggung, kemudian ia berkedip untuk memutus kontak mata keduanya. Merasa sudah cukup, ia ganti mengamati majikan yang satunya. Pemuda itu memakai kemeja putih dengan lengan yang sudah digulung asal-asalan.

"Namaku Nakula." ucap Pemuda itu sambil tersenyum ramah. Arin mengangguk sebagai bentuk hormat.

"Yang ngomel-ngomel itu Sadewa." jelas Nyonya Kandi karena sepertinya Sadewa enggan mengeluarkan suaranya. "Sudah tahu bedanya Rin?" beliau tampak antusias.

"Sudah Nyonya." Arin menunduk menghadapkan tubuhnya pada Srikandi.

"Apa bedanya?" Nyonya Kandi menaikkan salah satu alisnya.

"Ada bekas luka sobek di atas alis sebelah kiri pada wajah Tuan Nakula, Nyonya."

"Bagus." puji Sang Majikan. "Tapi sekalipun kedepannya kamu masih salah saat membedakan, saya bisa memakluminya." ujar Nyonya Kandi dengan senyuman lembut.

"Terima kasih Nyonya. Dan maaf atas kesalahan saya Tuan, saya akan membuat kopi yang baru untuk Tuan Nakula."

Arin segera maju untuk membersihkan tumpahan kopi di lantai, namun Sadewa tak mau memberi jalan.

"Permisi, Tuan Muda." Arin meminta ijin untuk lewat, Sadewa bungkam. Ia malah memindai tubuh Arin yang jaraknya tak begitu jauh darinya.

"Sadewa!" teguran Sang Mama membuat Sadewa sedikit terkejut, ia lantas bergeser ke samping. Tanpa pemuda itu sadari, setiap gerak geriknya mulai dari awal melihat wajah Arin, diamati oleh Mama Kandi. Arin bergegas maju untuk membersihkan lantai dan membawa gelas kembali ke dapur disusul oleh Mbok Yem.

"Kenapa menatap ART baru seperti itu?" Nakula menyenggol lengan saudaranya dan langsung menginterogasi Sadewa.

"Hanya merasa seperti ada yang ganjil saja." jawab Sadewa datar.

"Jawaban macam apa itu." sahut Nakula tidak puas. "Ingat! Kau sudah memiliki tunangan."

"Kan aku sudah bilang, hanya merasa ada yang ganjil." Sadewa membela diri. "Kamu lihat nggak sih? ART itu tubuhnya terawat sekali. Mustahil dia dari kalangan orang biasa."

"Nggak tuh, biasa aja. Aku kan nggak jelalatan kayak kamu." sahut Nakula ketus.

"Cukup." Mama Kandi menengahi, ia memijat pelipisnya. "Mana Papa kalian? Kenapa tidak pulang bersama?"

"Papa masih terima tamu di ruangannya, Tuan Triantono." Nakula menjawab.

"Jadi Papa menyuruh kami pulang lebih dulu." Sadewa menambahkan.

Mama Kandi mengangguk-angguk. "Ya sudah kalau begitu, mama mau ke kamar."

"Selamat sore." belum sempat Nyonya Wasesa melangkah pergi, suara ceria seorang gadis terdengar disusul kemunculan Sang Pemilik suara.

Raut wajah wanita paruh baya itu berubah drastis. Ia menatap kedatangan gadis yang memakai mini dress dengan enggan.

"Selamat sore Della." mama Kandi menjawab salam Della dengan terpaksa. Demi menjaga perasaan putranya ia juga mengulas senyum tipis sebelum pergi ke dapur.

"Anjani, kamu antar kopinya Nakula. Biar Arin bisa bantu Mbok Yem bersihkan dapur." titah Nyonya Kandi pada menantunya.

"Iya Ma." Anjani melihat perubahan pada ekspresi mertuanya, namun ia enggan bertanya. Setelah Arin menuangkan air mendidih dan mengaduk kopi. Anjani segera membawa menuju suaminya.

Di ruang tengah Anjani melihat Della sedang duduk di lengan sofa bersandar pada Sadewa. Bahkan gadis itu sepertinya sengaja memakai mini dress untuk merayu adik iparnya itu. Anjani geleng-geleng kepala, pantesan muka mama nggak enak dilihat. Ternyata ada Della. Anjani bergumam sambil berjalan menuju suaminya.

***

Arin duduk di bangku pinggir lapangan basket yang dekat dengan area menjemur. Semua pekerjaannya telah selesai.

"Ternyata jadi pembantu melelahkan sekali. Padahal baru kerja beberapa jam. Apalagi besok." lirihnya pelan.

Ia mendongak menatap langit, tak ada satupun bintang yang terlihat. Bahkan bulan pun seakan enggan membagi sinarnya.

"Bunda, maaf." mata gadis itu mulai berkaca-kaca. Ia menghela napas berat untuk meredakan rasa sakit dalam hatinya.

"Ekhmmm!!!"

"Aaahhhhh!" Arin menjerit tertahan dan lompat dari tempat duduknya setelah mendengar suara berdehem seseorang.

"Apa kamu pikir saya ini hantu?" pertanyaan Sang pemilik suara membuat kepala Arin bergerak, menoleh kesana kemari dengan cepat. Tanpa sadar Arin memegangi dadanya, rasa takut mulai menjalar.

"Ada suara kok nggak ada wujudnya?" ujarnya sambil kembali melihat ke segala arah dengan cepat. "Jangan-jangan tempat ini ada setannya." imbuhnya sambil mengusap tangan dan tengkuk. Menyadari kemungkinan itu, Arin segera berlari kembali ke kamar.

Dari sisi lapangan yang gelap tak jauh dari bangku, muncul Sadewa yang memakai hoodie hitam sambil membawa bola basket. Ia terlihat jengkel, karena dari posisinya tadi ia bisa mendengar dengan jelas perkataan ART baru itu.

"Aku disangka setan? Padahal dia sendiri yang tidak mengamati sekitar dengan benar." Sadewa bersungut-sungut sambil melakukan shoot dari bawah ring.

Sementara itu di dalam kamar, Mbok Yem dan Mbak Inah keheranan dengan tingkah Arin yang masuk dan langsung menutup dirinya dengan selimut.

"Ada apa sih Rin?" Mbok Yem tak dapat menahan rasa penasarannya.

"Di lapangan basket ada setan Mbok." jawab Arin dari dalam selimut. "Ada suara nggak ada wujudnya."

Mbok Yem dan Mbak Inah saling pandang, belasan tahun bekerja pada keluarga Wasesa, baru kali ini mereka mendengar hal mistis seperti itu.

"Ya sudah, kamu tidur saja. Jangan lupa besok ruang tamu sama ruang tengah harus sudah dipel sebelum Tuan berangkat kerja." Mbak Inah mengingatkan.

"Iya Rin, bersih-bersih perabotan bisa belakangan. Nyapu dan ngepel itu yang utama." Mbok Yem menimpali.

Arin menyingkap selimut yang menutupi wajahnya. "Terima kasih sudah mengingatkan Mbok, Mbak." ia bersyukur seniornya itu mau membimbing dan mengingatkannya.

Gadis itu memejamkan mata, namun pikirannya masih berkelana ke beberapa menit yang lalu. Kayaknya pernah dengar suara setan tadi. Tapi dimana ya? Mmmmm, Ah sudahlah, mending tidur persiapan untuk tempur besok.

***

Terpopuler

Comments

YuWie

YuWie

kupikir sadewa adl pria yg di tolak ternyata dia sdh punya Della

2023-05-25

0

Elly Watty

Elly Watty

da srikandi, pandu, nakula n sadewa tokoh wayang semua😄

2023-04-25

1

Ilan Irliana

Ilan Irliana

Nakula Sadewa jd ingt ank'y aktris Firda Razak..hihi

2022-12-16

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!