Setelah mengganti pakaianku yang terkena noda darah dengan kemeja dan blazer, aku tiba di kantor. Untuk pertama kalinya aku berhasil menjalankan misi dengan baik.
Keegan dan seorang pria berkacamata sudah menungguku di lobi dengan cemas.
“Ini, Bu.” Keegan menyerahkan sebuah tablet padaku. “Hasil pencarian teratas Google diisi oleh Bianca.”
Aktris cantik Bianca Salsabila hamil
Siapa ayah dari bayi Bianca Salsabila?
Kehamilan alasan Bianca Salsabila tak terendus media selama tiga bulan
Dari sekelumit ingatan milik Catherine yang masuk, Bianca Salsabila belum menikah. Setibanya di depan lift khusus, Nanda menekan tombol. Pintu langsung terbuka dan kami bertiga masuk ke sana.
“Ini unggahan dari akun Lambe_Mbahmu yang diunggah satu jam lalu.” Terlihatlah beberapa buah foto Bianca Salsabila yang menggunakan masker sedang berada di poliklinik obgyn.
“Pergi ke dokter obgyn kan gak berarti hamil. Kenapa hal seperti ini bisa terjadi?”
Lalu seorang pria berkacamata yang sejak tadi menunduk ketakutan berkata, “D-dia memang hamil, Bu.”
“Apa? Siapa ayah dari bayinya?”
“Itu saya juga belum tahu, Bu.”
Satu jam kemudian aku turun untuk membeli kopi. Jujur saja aku kebingungan bagaimana cara menghadapi masalah ini. Aku hanya seorang penulis. Ilmuku tidak sampai kalau harus disuruh menjadi pemimpin sebuah perusahaan besar. Apalagi aku tak punya semua ingatan Catherine. Aku juga kaget dengan sakit kepala yang mendadak menyerang waktu itu. Yang mana kusimpulkan sebagai gejala yang timbul saat ingatan Catherine akan muncul.
Namun jika ingatan-ingatan Catherine tak muncul lagi, apa yang harus kulakukan? Aku sendiri di sini dan tak tahu harus berbuat apa. Jujur, ini mulai terasa menakutkan. Tidak. Dari awal pun ini sudah sangat menakutkan.
***
Setelah membeli segelas caffe americano, mataku menangkap sebuah siluet wanita yang tidak asing. Sania Suherman sedang terburu-buru menuju caffee shop. Ini sudah lewat jam pulang kantor. Tapi wanita itu masih berada di sini. Ya, dia kan si anak magang rajin yang sering dimanfaatkan pegawai lain.
Aku tak ingin terlibat dengannya—
“Malam, Bu.” Langkah kakiku terhenti. Sania Suherman menunduk hormat, kemudian tersenyum lembut.
“Malam,” sahutku singkat. Dia benar-benar pemeran utama wanita. Sudah didorong sampai masuk ke dalam air mancur pun masih mau menyapa Catherine. Mungkin ini jugalah salah satu alasan Catherine terus mengganggu Sania. Saat kau berbuat jahat dan orang itu tetap seramah ini, kau malah semakin marah karena merasa dirimu sangat jahat. Akhirnya kau hanya tambah membenci orang tersebut.
“Terima kasih atas biskuit yang Ibu kirim. Saya sangat menyukainya.”
“Tidak masalah—“
Kotak misi muncul kembali.
Permalukan Sania Suherman di hadapan semua orang. Buat dia meninggalkan kantor ini karena malu.
Hah, bolehkah aku menangis sekarang? Sudah tiga kali dalam sehari ini aku mendapat misi-misi yang tidak masuk akal. Aku mau dikorbankan sampai seberapa jauh lagi untuk membuat Sania Suherman semakin terlihat seperti malaikat pemaaf yang tak pernah membenci orang yang mengganggunya.
“Saya harus pergi sekarang,” ucapku. Jika rasa sakit dari melawan misi muncul kembali, aku tak ingin muntah darah sambil menjadi tontonan orang.
“Iya, Bu.” Saat aku mulai melangkah, Sania memberi sedikit hormat padaku lagi. Gerakan tubuhnya yang mendadak itu membuatku tak sengaja menumpahkan kopi ke pakaiannya. Sania memekik, kopi panas itu pasti mengenai kulitnya. Sekali lagi, kami berdua menjadi bahan tontonan.
Tatapan-tatapan mencemooh mengelilingiku. Namun tak satu pun dari mereka yang berani menegur.
Kata-kata Tony tadi terngiang lagi di kepalaku.
Aku udah melaporkan kamu ke polisi. Kamu bisa bersyukur karena status kamu itu hukum gak mempan di kamu.
Orang-orang ini membenciku, tapi juga takut padaku.
“Maaf, Bu, saya gak sengaja,” cicit Sania sambil menundukkan kepala semakin dalam.
Bisik-bisik mulai terdengar.
“Kan yang nyiram Bu Catherine, kenapa dia yang minta maaf?”
“Sania memang lembut. Dia baik banget orangnya.”
“Kalau itu gue juga pasti minta maaf lah. Siapa yang mau berurusan sama Bu Catherine. Kalau ngelawan entah apa yang bakal dia lakuin.”
“Nasib karyawan kecil kayak kita. Bos yang semena-mena, kita yang semakin dipijak-pijak.”
“Kasihan banget Sania gue yang cantik dan manis itu. Andai gue punya kekuatan buat balas semua perbuatan Bu Catherine.”
“Aku jadi takut kerja di sini. Sekarang sih Sania, ke depannya entah-entah aku yang diperlakuin kayak gitu sama Bu Catherine.”
Mereka bisik-bisik tapi kedengaran semua.
“Enggak. Ini bukan salah Bu Catherine. Dia gak sengaja. Aku yang salah,” ucap Shania.
Berhentilah, Nona, kau hanya membuatku semakin buruk saja, batinku.
“Malaikat.”
“Bisa-bisanya dia masih bela orang yang jahatin dia.”
“Cuma Sania yang bisa ngelakuin itu.”
“Pantas Tony berpindah hati ke dia. Siapa pun pasti lebih milih malaikat dibanding iblis.”
Selain sikap Sania yang terlampau baik padahal sudah diperlakukan buruk, kata-kata orang seperti inilah yang membuat Catherine berubah semakin jahat. Meski sadar aku dihina bukan karena Sania, satu bagian dari diriku menyalahkannya. Aku kesal bukan main dengan kebaikannya. Aku benci dibanding-bandingkan dengannya.
Aku mendesah. Kulepas blazer-ku dan memasangkannya ke kedua bahu gadis yang masih terpaku itu. Kuikat lengan bajunya agar tak jatuh dan menutupi bagian yang terkena kopi.
“Itu bukan salahmu,” kataku pelan yang hanya dapat didengar olehnya. Lalu berbalik dan meninggalkan kerumunan ini.
Aku sangat marah. Apalagi rasa sakit mulai terasa dari dalam perutku. Kotak misi itu tak terima aku membantahnya lagi. Aku masuk ke lift khusus dan menekan lantai paling atas. Aku tak ingin bertemu siapa pun. Keegan pasti geger kalau melihatku kesakitan. Aku bersandar di dinding lift sambil memejamkan mata.
Tak adakah cara aku keluar dari sini? Ini benar hanya dunia novel kan?
Lekas aku membuka mata dan mengerjap beberapa kali. Meski terasa sangat nyata, tempat ini tetap dunia novel. Bukan dunia nyata. Lalu apa yang terjadi jika aku mati? Aku tak tahu apakah tubuh asliku di dunia nyata masih hidup atau tidak. Namun kalau aku mati, bisakah aku kembali ke kehidupan lamaku?
Sumpah aku tak menginginkan semua kekayaan ini. Tempat ini seperti neraka. Bisa-bisa esok hari aku akan disuruh membunuh Sania dan... tak sengaja melakukannya.
Tubuhku semakin gemetar. Rasa sakit itu semakin menjadi-jadi.
Meski Sania tak mungkin meninggal karena dia adalah pemeran utamanya. Namun membayangkan diriku melukai seseorang sampai sejauh itu benar-benar menakutkan. Aku tak akan punya apa-apa lagi kalau sampai terlibat kejahatan separah itu.
Aku tiba di lantai paling atas dan menuju atap. Semilir angin menerpa tubuhku yang hanya dibalut kemeja tipis. Namun suhu dingin tak mampu menghilangkan rasa terbakar dalam diriku. Tubuhku yang sudah sangat lemah jatuh terduduk di dekat pagar pembatas. Aku benar-benar bisa mati karena hukuman dari menolak misi.
“Apa bagi kalian hidup Catherine benar-benar gak berharga sampai kalian melakukan hal sejauh ini untuk membuatnya jadi penjahat?” Air mataku menetes, oleh sebab rasa sakit dan sesak di hati. “Dia kan juga pantas bahagia. Aku pantas bahagia. Kami pantas bahagia. Coba pikirkan siapa penjahatnya sekarang.”
Aku menoleh ke belakang. Menatap jutaan lampu yang berkerlap-kerlip. Gedung ini memiliki empat puluh lantai. Tempat yang sangat sesuai untuk sebuah percobaan kecil.
Aku bangkit berdiri sambil tersenyum kecil. Dunia novel bahkan lebih kejam dari dunia nyata. Satu kakiku melewati pagar pembatas, kemudian satu lagi. Lalu tanganku yang masih berpegang pada pagar pembatas terlepas. Tidak. Aku yang sengaja melepaskannya.
Selamat tinggal. Aku tak mau menjadi penjahat menyedihkan di dunia ini. Kumohon kembalikan aku ke tempat asalku.
***
Sincerely,
Dark Peppermint
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments
Titus Adjust
hhh..nama akunnya lucu..'lambe mbahmu'..penghinaan ini sama embah2.. othornya mau di kasih susur kapur sirih sma embah2?..🤣🤣
2021-12-19
2
ANAA K
Aku mendukungmu thor. Mari kita saling mendukung karya satu sama lain yah
2021-11-16
0