Anin masih terjaga sepanjang malam, ia hanya duduk menekuk kaki jenjangnya sambil menatap langit-langit kamarnya, tidak ada yang berubah selama empat tahun terakhir ia menempatinya hanya saja mungkin sebentar lagi akan berubah jika ia akan pindah.
Kedua temannya sudah pulang ke rumah masing-masing, besok adalah hari Wisuda mereka termasuk Anin jadi mereka memutuskan pulang karena akan pergi bersama orang tua dan keluarga mereka.
Hari sudah menunjukkan pukul 04:12, ia sekarang tahu insomnianya sepertinya sudah akut, ia merasakan pusing pada kepalanya namun sudah ia coba rebahkan badannya tapi matanya tak mau bersahabat. Anin memutuskan untuk ke dapur di rumah Bude.
Dapur Bude sudah menjadi tempat kedua bagi anak-anak kostan, dapur Bude seperti dapur umum karena kamar mereka hanya memiliki kamar mandi saja tanpa dapur jadi setiap mereka ingin memasak mereka pergi ke dapur Bude dan mereka bebas untuk memasak apa saja, Bude juga tidak melarang mereka menggunakan peralatan Bude hanya saja setelah di gunakan harus di cuci dan di simpan di tempatnya kembali, benar-benar orangtua yang baik bagi Anin, itulah mengapa ia sangat betah berada di Jogja karena ada Bude yang pedulinya melebihi orangtuanya sendiri.
"Kamu mau masak apa Nduk shubuh gini?" tanya Bude yang baru saja datang ke dapur.
"Mau rebus air panas Bude, Anin mau mandi," ucapnya sambil menghidupkan kompor.
"Pasti semalam ndak tidur yo?" tanyanya.
"Iya Bude, Anin ndak bisa tidur tapi untungnya sekarang ndak ada kerjaan jadi semoga udah mandi bisa tidur," ucapnya.
"Insomnia mu itu udah akut? Kenapa ndak di periksa aja sih Nduk, kasihan kan tidurmu ndak teratur," ucapnya.
Anin hanya tersenyum pada Bude, ia tahu Budenya sangat khawatir padanya terutama dengan Insomnia yang ia alamani empat tahun terakhir ini.
"Bude biar Anin aja yang cuci piringnya," ucap Anin.
"Ndak usah, lagian cuman sedikit,"
"Ndak papa sambil tunggu air panasnya mendidih," ucapnya langsung mengambil alih.
Bude hanya menghela nafas, ia tahu jika Anindira ingin membantu tidak ada kata larangan, karena sekeras apapun Bude melarang, Anin tetap akan membantunya dan ia sangat bersyukur bertemu Anindira, kalau saja Hasan anak bungsu Bude lebih tua dari Anindira sudah pasti ia akan menjodohkan mereka berdua, terlebih Hasan juga dekat dengan Anindira.
"Bude mau kepasar sekarang?" tanya Anindira setelah selesai mencuci piringnya.
"Iyo, bahan-bahan banyak yang kosong apalagi kan besok sudah sabtu otomatis Bude harus belanja Double," ucapnya merapihkan meja makan.
"Anin boleh ikut Bude ndak?" tanyanya.
"Lah kamu kan belum tidur, nanti kalau ikut Bude terus tiba-tiba pingsan gimana?" ucapnya.
"Ya Ndaklah Bude," ucapnya memanyukan bibirnya.
"Yoweslah, ya sudah kamu mandi dulu nanti sudah shalat shubuh kita pergi".
Anindira mengacungkan jempol kanannya tak lupa ia memeluk Bude sebelum membawa air Panas ke kamarnya dengan ember yang ia bawa.
*-*-*-*
Mereka pergi ke Pasar setelah shalat shubuh, Anin membantu Bude berbelanja bahan makanan yang diperlukan untuk kedainya, Bude juga bilang hari ini keponakannya dari Bandung akan datang menginap beberapa hari, jadi ia akan memasak masakan kesukaan keponakannya setiap pulang ke Jogja.
Pasar mereka tidak terlalu jauh dari Malioboro, pedangan masih mengampar jualan mereka di pingir jalan, tampaknya shubuh tak menjadi halangan orang-orang berbelanja bahan pangan, karena jika Anin pikir pasar tidak begitu ramai ternyata dugaannya salah, ia harus berdesak-desakan dengan ibu-ibu yang sibuk berbelanja.
"Nduk kita beli kkan dulu saja," ajak Bude.
Anin dengan sabar menemani Bude berbelanja berkeliling hingga Fajar datang menyambut mereka. hari sudah menunjukan pukul 06:14 menit Anin baru saja mengecek jam digitalnya.
"Sudah Nduk kita pulang, kamu mau belanja?" tanya Bude setelah belanjaan yang ia butuhkan sudah terpenuhi.
"Ndak Bude, ya sudah ayo Bude kita cari becak,".
"Kamu mau beli Pecel lontong Ndak?" tanya Bude.
"Eh iya buat Sarapan Bude," ucapnya.
Mereka memesan Pecel Lontong 4 Porsi karena Pade bilang keponakan mereka sudah datang.
Lima belas menit mereka sudah sampai rumah, Anindira membantu membawa belanjaan Bude ke dalam rumah, Bude juga menyuruh Anindira makan bersamanya karena kedua teman Anindira juga sudah pergi tadi.
"Bude panggil Pakde dulu ya biar kita sarapan bareng-bareng," ucap Bude pamit.
Anin membuka bungkusan Pecel Lontong yang mereka pesan dan meletakannya di piring, ia mengambil sendok dan gelas yang kemudian ia tuangkan Air putih hangat.
"Nah, Ayo Dimas kita sarapan dulu," ucap Bude.
Anin yang tengah menuangkan airpun langsung melihat ke arah Bude dan Pakde yang berjalan ke arah meja makan bersama pria yang baru saja selesai mandi.
"Mas Dimas?" ucap Anindira terkejut.
"Anin? Kok ada di sini?" tanya Dimas tak kalah terkejut.
"Lah kalian berdua saling kenal?" tanya Pamde yang langsung duduk di kursi.
"Adek Ipar Dimas Pakde, dia adiknya Kirana," ucap Dimas yang langsung duduk.
"Lah jadi Anindira itu Adik ipar kamu toh? Yah berarti keponakan Pakde juga," ucap Pade langsung tersenyum.
"Maaf Mas Dimas itu keponakannya Palde sama Bude? Jadi waktu Bude ke Bandung itu?" tanya Anin.
"Iya Dimas itu anak adiknya Bude, waktu Dimas nikah Bude gak bisa datang karena ada acara, nah baru bisa datang seminggu udah nikah, Bude gak tahu kalau kamu itu adik Kirana habis kalian kelihatannya beda," ucap Bude.
"Yowes, makan dulu, nanti kita bicarakan lagi." ucap Pakde.
Setelah selesai menghabiskan makanannya, Anindira langsung membersihkan meja makan dan mencuci piring, setelahnya ia pamit kembali ke kamar kostannya untuk beristirahat.
Dimas duduk di sofa bersama Pakde dan Bude, Dimas membawakan beberapa oleh-oleh kesukaan Pakde dan Budenya yaitu Wajit dan Dodol garut, mereka memakannya sambil menikmati kopi khas Jogja yang Bude buat.
"Anindira ngekost di sini Bude?" tanya Dimas.
"Iyo, dia udah 4 tahun ngekost di sini, itu dia yang Bude ceritakan sama kamu yang suka bantuin kita,"
"Tapi Dimas baru lihat dia sekarang," tanyanya heran.
"Lah iya, dia tuh jarang di kostan, pagi-pagi sudah berangkat kuliah terus langsung kerja paling pulang tuh malam, dia sibuk banget tapi kalau libur kuliahnya dia suka di kedai bantuin Bude sambil ngerjain rancangan dia," ucap Bude.
"Kamu ke sini berapa hari?" tanya Pakde.
"Minggu rencananya pulang Pakde, kasihan juga Kirana lagi hamil ditinggal," ucap Dimas.
"Yang lagi manis-manisnya suami-istri gak bisa jauh-jauhan, dulu tuh ya Bude mau jodohin kamu sama Anindira, eh tahunya tiba-tiba dapet kabar kamu mau nikah aja, gak disangka malah jadinya sama kakaknya Anin," ucap Bude.
Dimas hanya tersenyum pada Bude dan Pakdenya yang selalu menyambutnya dengan ramah, Dimas juga teringat pada kejadian lima bulan lalu saat ia berlibur bersama teman-temannya, ia teringat pertemuan pertamanya dengan Anindira yang membuatnya kagum, ternyata Tuhan punya rencana lain, disaat Dimas bertemu dengan Anin ia malah berjodoh dengan Kakaknya Anindira yang kini sedang mengandung anaknya.
"Oh iya, Kamu tahu Anindira besok Wisuda, tapi orang tuanya gak bisa datang, kasihan dia," ucap Bude.
"Ya sudah kita saja yang temanin dia," ucap Pakde sambil mengisap batang rokoknya.
"Dimas juga nanti ikut buat perwakilan di suruh Kirana," ucap Dimas dan langsung di setujui Bude.
"Eh Mas kalau Anindira di sini kamu pasti dimarahin ngerokok lagi, sudah tua kok ndak kapok." ucap Bude.
"Memang kenapa Anindira?" tanya Dimas heran.
"Anindira itu selalu ngelarang Pakde ngerokok, katanya gak baik buat paru-paru, kalau Pakde ngerokok dia pasti langsung marah sama Pakde tapi anehnya Pakde mu ini nurut kalau Anindira larang tapi kalau Bude yang larang duh sampai sujud juga ndak di dengarin," ucap Bude.
Dimas hanya tertawa melihat Budenya yang kesal dengan suaminya yang merokok. Dimas hanya bisa mengambil kesimpulan bahwa Anindira sepertinya menyayangi Bude dan Pakde Dimas dan begitupun sebaliknya.
*-*-*-*-*
Anin sudah bersiap pergi ke acara kantornya, tadi pagi ia mendapatkan pesan undangan dari kantornya yang sedang membuka cabang baru, meskipun Anindira sebenarnya enggan datang namun karena atasannya memintanya untuk datang akhirnya Anindira menyetujuinya.
"Bude, Anin mau titip kunci ya ada acara di kantor," ucapnya.
"Acara apa, kenapa bajunya kayak gini?" tanya Bude.
"Kantor kerja Anin buka cabang baru, Anin disuruh datang sama pak Evan," ucapnya.
"Lah jangan-jangan kalian satu acara sama Dimas, tunggu Dimas juga lagi siap-siap," ucapnya menahan Anin.
Bude masuk ke dalam dan memanggil Dimas yang sudah rapih dengan kemeja biru dongkernya yang ia gulung sampai sikut.
"Kamu sekarang ke acara kantor mana?" tanya Bude.
"Kantor Karisma." ucapnya berjalan ke arah luar setelah mengambil kunci mobil.
"Kebetulan Anin juga ke sana, kamu bareng Anin gih dia udah siap," ucap Bude menunjuk Anin yang sedang mencari taxi online untuk ke sana.
"Kamu ke Karisma juga Nin?" tanya Dimas.
"Iya Mas Dimas, tadi pagi di suruh datang," ucapnya.
"Ya sudah kita berangkat bareng aja, saya juga mau ke sana," ucap Dimas.
Anin menatap ke arah Bude yang ikut mengangguk menyetujui ajakan Dimas, Aninpun akhirnya setuju untuk pergi bersama kakak iparnya itu.
Di dalam mobil tidak ada percakapan apapun, Dimas merasa canggung bersama Anindira, sebenarnya Dimas tidak ada rasa pada Adiknya itu tapi entah mengapa ia malah canggung.
"Sudah sampai." ucap Dimas.
Anindira pun turun dari mobil Dimas dan berjalan memasuki gedung berjulang tinggi tersebut, semua mata memandang ke arah keduanya, Anindira begitu cantik dengan gaun selutut dan rambut yang ia biarkan tergerai, mereka melihat Dimas yang berdiri di sebelah Anin berjalan seperti pasangan yang serasi.
"Selamat datang Dimas " ucap Evan pemimpin perusahaan yang langsung menyambut Dimas.
"Selamat untuk bisnis anda yang sudah membuka cabang baru," ucap Dimas tersenyum.
"Anin kenapa kalian bisa datang bersama?" tanya Evan.
"Dia adik ipar saya," ucap Dimas yang langsung menjawab Evan.
Anin hanya tersenyum kecil ke arah atasannya itu. Evan adalah Ceo dari perusahaan Karisma, umurnya kira-kira 28 tahun, ia belum menikah karena baru saja putus dengan kekasihnya, Evan dekat dengan Anindira sejak ia bekerja duatahun silam.
"Baik karena tamu sudah datang saya akan resmikan perusahaan kedua saya di buka, terimakasih atas kehadirannya semoga kita bisa bekerjasama," ucap Evan mengunting Pita yang kemudian dilanjutkan dengan memotong tumpeng.
"Dan kali ini juga saya berterima kasih banyak kepada karyawan saya Anindira yang sudah bekerja keras membuat rancangan untuk perusahaan saya ini, terimakasih atas kerja kerasnya," ucapnya kemudian memberikan potongan tumpeng pertamanya pada Anindira.
Semua orang bertepuk tangan memberi penghormatan, namun ada juga yang sinis pada Anindira karena mendapat perlakuan terhormat dari Evan, mereka tahu Anindira cantik dan Evan juga selalu mendekatinya mereka pikir Anindira hanya bekerja paruh waktu di kantor itu pun jarang sekali ia datang karena ia lebih banyak mengerjakan pekerjaannya di rumah dan di kampus.
Hari sudah malam, Dimas dan Anindira berpamitan pulang pada Evan, meskipun awalnya Anindira dilarang pulang lebih awal namun Dimas meminta izin agar membawa Anindira pulang karena hari sudah malam meskipun Evan bersedia mengantar Anin.
Anin dan Dimas sampai di rumah, Anindira berpamitan mengganti bajunya. Setelah berganti baju ia memilih memasak mie instan untuk makan malamnya, karena tadi saat di acara ia tidak berselera.
Anin masuk ke dapur lewat pintu belakang, karena Bude dan Pakde belum pulang ke rumah mereka masih berada di kedainya sedangkan Hasan ia sudah mengurung dirinya di kamae jika sudah magrib.
"Mau ngapain kamu?" tanya Dimas yang tiba-tiba duduk di meja makan sedang meminum air putih.
"Mas Dimas, Anin kira siapa," ucapnya terkejut.
"Kamu mau masak?" tanyanya masih memegang gelas di tangannya.
"iya mau masak mie, Mas mau juga?" tawar Anin.
"Boleh juga." ucap Dimas kemudian kembali sibuk dengan ponselnya.
Anin mengambil mie untuk Dimas, ia juga memotong sawi dan tomat yang ia masukkan pada mienya. Anin juga menaruh bawa goreng di atasnya membuat aromanya makin mengiurkan.
"Mas belum istirahat?" tanya Anin menaruh mie .
"Barusan habis telepon Kirana," ucapnya singkat.
Mereka pun memakan mie tanpa perbincangan, Anin sibuk dengan mienya sedangan Dimas memakan mienya sambil mengetik balasan pesan Kirana di ponselnya.
Telepon Anindira berdering, namun ia tak menghiraukannya dan tetap fokus pada mienya yang hampir habis, sekilas Dimas melihat nama panggilan yang tertera di ponselnya.
"Kenapa gak diangkat?" tanya Dimas.
"Gapapa, males aja." ucapnya kemudian mematikan suara ponselnya menjadi mode diam.
Sudah empat kali panggilan tersebut masuk, namun tak sekalipun Anin mengangkatnya ia juga tak merejectnya, Dimas menjadi heran dengan tingkah Adik iparnya itu yang tak mau menjawab panggilan.
"Dari siap?" tanyanya.
"Pak Evan, dia udah sering telepon terus kalau malam," ucap Anindira sambil melahap mienya.
"Kenapa gak diangkat, siapa tahu penting," ucap Dimas.
"Nggak Mas, dia telepon bukan urusan kerja, udah biasa dia telepon Anin buat basa-basi kadang juga suka mampir ke kedai, Anin malas buang-buang waktu gak penting." ucapnya dengan nada tidak suka.
"Dia suka sama kamu kali," celetuk Dimas
"Nggak tahu Mas, Anin juga risih sama dia soalnya gak enak sama karyawan lain gosipin kita berdua, Anin cuman ngehargain dia karena dia atasan aja," ucapnya kemudian meminum air putih.
"Jangan terlalu dengarin kata orang, kata orang itu punya mulut tapi gak punya hati." ucap Dimas kemudian menaruh piringnya ke wastafel cuci piring.
"Biar Anin aja yang cuci Mas," ucapnya.
Dimas mengangguk kembali duduk di meja makan sambil kembali fokus pasa ponselnya, sedangkan Anin setelah mencuci piring langsung pamit ke kamarnya
"Nin, besok kamu wisuda?" tanya Dimas saat Anin hendak pergi.
"Iya Mas, Bude sama Pakde mau nemanin besok," ucap Anin.
"Ya sudah saya ikut antar kamu," ucapnya.
Aninpun menganggukan kepalanya sambil mengucapkan terimakasih karena Dimas mau menemaninya di wisuda bersama Pakde dan Budenya juga, karena sebelumnya Kirana juga bilang jika Dimas akan menjadi perwakilannya nanti.
*-*-*-*
Pagi sekali, Anin sudah menggunakan makeup, beruntungnya ia bisa dandan dan memiliki beberapa koleksi merek ternama jadi tak perlu menyewa salon untuk mendadaninya, ia memilih memakai hijab untuk wisudanya, ia bilang jika ia wisuda dan nikah nanti ia ingin pakai hijab meskipun dalam keseharian dia belum menggunakan hijab seperti Kirana.
"Bude gimana bedak Anin numpuk Ndak?" tanyanya.
"Masyaallah, cantik banget kamu Nduk apalagi pake hijab gini,"
"Bude, Anin seriusan dandanan Anin berantakan ndak?" tanyanya.
"Ini Anin atau bidadari cantik banget kamu," puji Pakde menghampiri Anin bersama Dimas.
"Pakde, Anin malu," ucapnya menutup wajahnya.
Dimas hanya tersenyum pada Anin yang malu bahkan mukanya sudah memerah karena pujian dari Pakdenya, Dimas teringat pada Dina yang tingkahnya sama dengan Anin, ternyata sisi lain Anin sama seperti Dina sedikit manja dan pemalu.
"Ya sudah kita berangkat sekarang nanti kesiangan," ucap Dimas.
Anin mengambil tasnya dan menutupi wajahnya dengan topi toga yang belum ia kenakan, ia merasa kurang percaya diri karena ia berhijab pertama kalinya di kampusnya.
Tak butuh waktu lama, mereka sampai di kampus Anindira, orang-orang sudah ramai datang bersama keluarganya, Dimas melihat Anindira yang masih menutupi mukanya dengan topi toga, ia hanya tersenyum melihat tingkah Anindira, benar-benar mirip dengan Dina, sekarang ia tahu Anindira dan Dina mereka sama-sama adiknya yang pemalu.
"Gak mau turun?" tanya Dimas.
"Mau, tapi Anin malu," ucap Anin.
"Kenapa mesti malu?" tanya Dimas.
"Gak biasa pake hijab takut mereka gak kenal," ucapnya sementara Bude dan Pakde sudah turun.
"Gak usah malu pake hijab, nutupin aurat itu baik," ucap Dimas kemudian turun dari mobil.
Anin turun dari mobil, berjalan di belakang Bude dan Pakdenya yang sudah berjalan duluan untuk masuk ke gedung, karena undangan hanya untuk dua orang saja Dimas terpaksa menunggu di luar, sambil menunggu Acara selesai Dimas menelepon Kirana.
Hari sudah siang, Dimas sudah juga sudah merasa bosan menunggu acaranya yang begitu lama, Kirana juga memutuskan panggilan telepon, ia meminta Dimas malakukan videocall jika Anindira sudah selesai.
Dimas melihat banyak orang yang berjualan bunga yang sudah di bungkus, ia teringat Anindira yang tadi datang belum mendapatkan Bunga. Baru saja Dimas hendak membeli bunga tiba-tiba banyak mahasiswa yang sudah keluar dari gedung, mereka membawa spanduk yang bertuliskan Artitektur, sudah pasti itu jurusan Anindira.
"Anindira kita foto bersama," ucap seorang pria meneriaki Anindira yang baru saja keluar.
Anin pun ikut berfoto dengan manisnya, banyak teman-teman juga yang menyalaminya setelah selesai foto bersama. Bude dan Pakde sudah menghampiri Dimas yang sedang menunggu Anindira.
"Lama ya Dim nunggunya?" tanya Pakde.
"Iyo Pakde, panas gini," ucap Dimas.
"Dimas kamu harus bangga sama Adik iparmu itu, dia lulusan terbaik tahun ini di semua jurusan," ucap Bude tersenyum bahagia.
Anin mencari keberadaan Dimas dan yang lainnya, ia baru selesai sesi foto bersama dengan angkatannya dan beberapa temannya juga mengambil foto bersamanya, baru saja ia melambaikan tangan ke arah Bude sudah ada yang menghampirinya, Dimas hanya tersenyum melihat Anindira yang ternyata mahasiswi populer di kampusnya bahkan banyak adik kelas yang memberikannya bingkisan dan buket bunga padanya.
"Maaf nunggu lama ya?" ucapnya menyesal sambil membawa bingkisan dan buket yang hampir menutupi wajahnya.
"Ndak papa , lagian kamu banyak penggemarnya juga Nin," ucap Bude.
"Bude, boleh foto bersama gak? Itu ada tukang fotonya," ucap Anindira.
Mereka menyetujui ajakan Anindira untuk berfoto bersama, Anindira menaruh barang-barang di mobil Dimas, ia hanya membawa Buket bunga saja untuk di foto.
"Oke sekarang Mas sama mbak berdampingan, Bapak sama Ibunya di samping," ucap fotographer.
Dimas sempat menolak untuk ikut foto, namun Bude memaksanya untuk ikut sebagai moment untuk Anindira.
"Oke sekarang biar Mbak sama Masnya, boleh mbaknya duduk biar Masnya berdiri," arahnya.
Dimas dan Anindira sempat menolak untuk berfoto berdua, namun Fotographernya meminta mereka mengambil gambar berdua, mereka bisa memilih nanti untuk di cetak atau tidak dan Bude juga menyuruh mereka berdua berfoto.
"Masnya tangannya di pundak Mbaknya,"
"Maaf Mas bisa fotonya formal aja soalnya dia kakak Ipar saya, "ucap Anindira tak enak.
Tanpa berpikir panjang Dimas menuruti saja arahan fotografer lagipula mereka bisa memilih untuk di cetak atau tidak jadi tak masalah meskipun sedikit ragu namun Anindira juga ikut tersenyum ke arah kamera karena arahan fotografer yang menganggap mereka pasangan.
"Maaf, saya cuman ikuti arahan fotographer aja biar gak lama," ucap Dimas.
Anindira memakluminya ia pun menemui fotographernya dan meminta foto yang di cetak yang berempat dan yang sisanya di masukan ke dalam cd.
Sambil menunggu foto selesai di cetak, Kirana tiba-tiba melakukan panggila videocall via Whatsapp pada Dimas, dan meminta berbicara dengan Anindira, Anind yang senang mengambil alih ponsel Dimas dan mengajaknya berbincang, terlihat dari wajah Anindira ia bahagia bahkan entah berapa lama ia terus tertawa.
"Nih Mas handphonenya makasih ya," ucapnya tersenyum.
"Panggilannya dimatiin?" tanya Dimas.
"Iya kata teh Kirana udah selesai teleponnya jadi dia matiin deh," ucap Anindira.
Tak lama foto berukuran 12r pun sudah selesai di cetak, Anin juga meminta untuk dipasangkan bingkai agar langsung dipajang di dinding rumah Bude.
Anin memberikan uang pecahan seratus ribu empat lembar setelah fotonya selesai, mereka pun langsung pulang ke rumah untuk beristirahat karena Anin juga sudah lelah.
Di dalam mobil Bude dan Pakde juga nampaknya sudah lelah mereka tertidur, sedangkan Anindira ia kembali dengan pikiran panjangannya, ia binggung apa yang akan ia lalukan setelah wisuda? Apakah ia akan pulang ke Bandung atau menetap sementara waktu di Jogja? karena jika pun ia pulang ke Bandung ia pasti akan kesepian telebih Kirana juga sudah pindah tinggal bersama Dimas, entahlah apa yang akan Anindira lakukan setelah ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments
Haru Kagami
iya bner ponakannya dimas. ya ampun ini novel pertama kayanya yg aq Prnh baca awal" tau NT. dh lama bgt ternyata.
2024-02-16
2
Sugianti
kasihan yaa baca kisahnya Anin kok ada orang tua yg segitu cueknya sama anak sendiri...😢😭😭apa bukan anak kandung
2021-07-04
1
Susan Kl
thor foto visualnya dong
2021-05-23
1