🌻Apa yang kamu tabur itulah yang akan kamu tuai nantinya seperti hidupmu apa yang kamu lakukan di masa lalu akan kamu tuai di masa depan🌻
.
.
.
.
Dion bangun dengan santai tidak memperdulikan kedua orang yang sedang bersitegang. Siska menangis histeris mendengar ucapan Budi yang mengakhiri hubungan mereka.
"Tuan" ucap Dion sambil menunduk.
"Aku tunggu penjelasanmu Dion" bentak Budi dengan suara tinggi.
"Mas ini ngak seperti yang kamu pikirkan" ucap Siska sambil berdiri memakai selimut menutup tubuhnya menghampiri Budi.
"Diam kamu ja***g! Tidak ada yang perlu kamu jelaskan lagi" hardik Budi dengan suara tinggi.
Tak lama Bianca masuk sambil mengucek matanya karena terbangun saat mendengar teriakan sang ayah. Bianca berdiri dengan bingung melihat sang ibu yang duduk di lantai sambil menangis tersedu-sedu.
"Ibu kenapa?" tanya Bianca dengan raut wajah bingung.
"Sayang kamu masuk ke kamar ya" ucap Siska dengan lembut.
"Iya bu" ucap Bianca dengan patuh.
Budi hanya diam tidak memandang Bianca sedikit pun. Setelah Bianca sudah pergi Budi segera berjalan keluar dengan langkah panjang.
"Mas tunggu mas. Dengarin dulu penjelasanku mas" teriak Siska dengan suara kencang.
Budi tidak memperdulikan panggilan Siska hanya satu tujuannya yaitu segera pergi dari sana. Dion sendiri sudah memakai pakaiannya dan membereskan semua berkas perusahaan.
"Jika kamu pergi maka aku akan membongkar semuanya kepada istrimu" ancam Siska.
"Sudah berapa laki-laki yang menyentuhmu selama ini apa anak itu bukan darah dagingku juga?" tanya Budi sambil tersenyum sinis.
"Tarik kata-katamu mas!" teriak Siska dengan suara kencang.
"Cih! Kamu itu memang ja***g murahan" ucap Budi dengan sinis.
"Aku memang ja***g tapi Bianca adalah darah dagingmu sendiri mas" hardik Siska dengan suara tinggi.
"Jangan pernah muncul di hadapanku lagi ja***g" ucap Budi sambil berlalu pergi.
Siska berteriak histeris karena Budi tidak menanggapinya. Siska segera memakai baju untuk mengejar Budi, tanpa mereka sadari ternyata Bianca dari tadi mendengar semua ucapan mereka dari balik pintu kamarnya.
"Hiks hiks...........ayah.......hiks.......ibu........hiks hiks" ucap Bianca sambil menangis.
Brak.............
Bianca yang mendengar suara pintu di banting segera berlari keluar. Ia melihat sekeliling dan tak mendapati kedua orang tuanya di dalam sana, Siska yang mengejar Budi tak lagi memikirkan keberadaan anaknya.
Budi dan Dion segera naik ke mobil saat mobil jemputan mereka sudah di bawah apartemen. Siska yang melihat mobil Budi sudah pergi berlari dengan cepat mengejar tapi naas mobil Budi sudah pergi.
Saat berlari mengejar mobil Budi di tengah jalan tanpa ia sadari ternyata ada truk yang melaju dengan kencang di belakangnya.
Brak...........
Seketika tubuh Siska terpental jauh karena tertabrak truk dengan kuat. Supir truk keluar dengan wajah panik karena menabrak seseorang.
Darah Siska mengalir dengan deras dari sekujur tubuhnya, Siska bergumam dengan suara lemah saat orang-orang datang melihatnya.
"Bia..nca maafk...an i...bu na...k" ucap Siska dengan suara terbata-bata sebelum menutup matanya.
"Tolong panggilkan ambulans" teriak seorang pria.
...》 》 》 😘 😘 😘 😘 》 》 》...
Saat ambulans datang tubuh Siska sudah kaku dan segera di masukan ke dalam mobil ambulans. Para polisi segera mencari tahu data diri Siska dan orang-orang terdekatnya.
Di dalam mobil Budi, ia membuang napas dengan kasar karena sudah menyingkirkan Siska. Tak lama handphone milik Dion berbunyi tanda ada panggilan masuk.
^^^"Halo"^^^
"Halo selamat pagi"
^^^"Ya selamat pagi"^^^
"Maaf apa ini betul dengan bapak Dion Suyono" ucap seorang pria dari seberang.
^^^"Ya betul saya sendiri. Maaf tapi ini dengan siapa"^^^
"Kami dari pihak kepolisian polres Kenciri ingin mengabarkan bahwa saudari Siska Angraini baru saja meninggal karena di tabrak truk"
^^^"Apa" ucap Dion dengan kaget.^^^
"Kami mohon kesediaan bapak Dion untuk segera mengurus jenazah korban"
^^^"Baik pak terima kasih atas informasinya"^^^
"Iya sama-sama pak Dion"
^^^"Iya pak"^^^
Dion lalu mematikan panggilan dan segera melihat ke belakang. Budi mengangkat alisnya sebelah melihat wajah Dion yang terlihat panik dengan bingung.
"Tuan kita harus ke rumah sakit sekarang" ucap Dion dengan gugup.
"Ada apa?" tanya Budi dengan bingung.
"Barusan pihak kepolisian mengabari jika nona Siska meninggal di tabrak truk tuan"
"Apa" ucap Budi dengan kaget.
Budi tak menyangka jika Siska akan pergi secepat itu, ia hanya ingin meninggalkan Siska tapi bukan dengan cara seperti ini.
Dion yang melihat tuannya hanya diam segera menyuruh sopir menuju ke rumah sakit terdekat di dekat apartemen Siska.
~ RM Hospital ~
Sampai di RM hospital Budi dan Dion segera turun dan masuk ke rumah sakit dengan langkah cepat, saat masuk Dion segera bertanya pada resepsionis.
"Permisi apa ada pasien yang bernama Siska Angraini yang baru saja di tabrak truk di sini" ucap Dion dengan cepat.
"Sebentar saya cek dulu ya pak" ucap sang resepsionis.
Resepsionis itu segera mengecek apa ada pasien tabrakan truk yang baru saja masuk. Setelah 5 menit resepsionis segera memberi tahu informasi tersebut kepada Dion.
"Pasien tabrakan truk atas nama ibu Siska Angraini saat ini berada di ruang mayat pak" ucap sang resepsionis.
"Baik terima kasih"
"Iya sama-sama pak"
Dion segera memberitahu Budi jika saat ini Siska berada di ruang mayat. Keduanya lalu pergi menuju ruang mayat di mana di depan ruang mayat ada dua orang polisi.
Ternyata salah satu polisi adalah orang yang menelpon Dion tadi. Setelah memberi keterangan Dion segera mengurus jenazah Siska untuk di makamkan.
Budi hanya berdiri menatap tubuh kaku Siska dengan tatapan datar tidak ada kesedihan sama sekali. Bianca yang mendengar sang ibu meninggal seketika menangis histeris sampai tubuh Siska di masukkan ke dalam tempat pembaringan terakhir.
"Siapkan semuanya malam ini juga kita kembali ke Solo" ucap Budi dengan suara tegas.
"Baik tuan tapi bagaimana dengan nona Bianca tuan?" tanya Dion.
"Apa dia betul darah dagingku?" tanya Budi dengan tatapan sinis.
"Betul tuan" ucap Dion yang sudah melakukan tes DNA sebelum itu.
"Hemmm! Bawa dia juga"
"Baik tuan"
Dion segera menelpon anak buahnya untuk menyiapkan keperluan mereka.
Apa yang harus aku jelaskan kepada Arinta nanti, batin Budi.
~ Adi Soemarmo International Airpot ~
Waktu berlalu dengan cepat dan tak terasa sudah jam 20:10 waktu setempat. 1 jam 10 menit perjalanan dari Jakarta ke Solo tidak membuat Budi kelelahan.
Saat ini ia hanya memikirkan bagaimana caranya untuk memberitahu hal ini kepada sang istri. Dion dengan segera membukakan pintu untuk Budi dan Bianca.
"Pergi ke mansion" titah Budi.
"Baik tuan" ucap Dion.
...》 》 》 😘 😘 😘 😘 》 》 》...
Selama perjalanan menuju mansion Bianca hanya diam saja. Budi sendiri tidak perduli dengan Bianca karena ia hanya memikirkan Bagas, Valeria dan juga sang istri.
~ Mansion Kusumo ~
Tak lama mobil mereka sudah memasuki pelataran mansion Kusumo. Bianca yang baru kali ini melihat mansion seketika berdecak kagum.
"Ayah ini dimana?" tanya Bianca dengan antusias.
"Jangan bicara cukup kamu diam saja" bentak Budi dengan suara tinggi.
Bianca seketika kaget karena tak pernah mendapat bentakan dari sang ayah. Budi lalu keluar dengan langkah tegap melangkah masuk ke dalam mansion dengan pikiran berkecamuk.
"Selamat datang tuan" ucap bi Susi menyambut Budi.
"Dimana istri dan anak-anakku" ucap Budi.
"Nyonya, tuan muda, dan nona muda sedang menonton di ruang keluarga tuan"
Budi segera melangkah masuk ke dalam menuju ruang keluarga. Sampai di dalam seketika Bagas segera melompat dari sofa melihat ayahnya sudah pulang.
"Ayah" seru Bagas dengan senang.
"Hai jagoan ayah" ucap Bagas dengan senyum manis.
"Mas kamu sudah pulang" ucap Arinta dengan senyum manis.
"Iya sayang" ucap Budi sambil memeluk Arinta.
"Ayah itu siapa?" tanya Valeria sambil menunjuk Bianca.
Seketika pandangan Arinta dan Bagas langsung tertuju kepada Bianca yang berada di samping Dion. Arinta melihat suaminya dengan tatapan tajam meminta penjelasan.
"Sayang ikut aku ke kamar ada yang mau aku sampaikan" ucap Budi.
Arinta segera berlalu masuk ke kamar mereka di dekat ruang keluarga. Bagas dan Valeria melihat Bianca dengan tatapan datar, Bianca yang melihat kedua tatapan di depannya seketika menjadi takut.
"Siapa dia om Dion?" tanya Bagas.
"Nanti tuan besar akan memberitahu siapa dia tuan muda" ucap Dion.
"Hai nama kamu siapa?" tanya Valeria dengan senyum manis.
"B...ian....ca" ucap Bianca dengan gugup.
Baru saja Valeria ingin mengajaknya duduk seketika bunyi benda jatuh terdengar dari kamar orang tua mereka. Bagas menarik Valeria untuk duduk di sofa karena ia yakin kedua orang tuanya sedang bertengkar.
"Apa kamu bilang mas kamu tega ya sama aku!" bentak Arinta dengan suara tinggi.
"Aku khilaf sayang aku minta maaf" ucap Budi sambil memeluk tubuh sang istri.
Arinta menangis dan memukul tubuh Budi dengan brutal. Budi hanya pasrah saja karena memang ini semua kesalahannya.
"Dimana pel***r itu" teriak Arinta dengan suara tinggi.
"Dia sudah mati tadi pagi"
Arinta kaget mendengar perkataan suaminya, Budi lalu menceritakan semua kronologisnya kepada Arinta dari awal sampai akhir tanpa ada satu pun yang disembunyikan.
"Aku kecewa sama kamu mas.........hiks hiks" ucap Arinta sambil menangis.
"Aku minta maaf sayang aku sangat menyesal.......hiks hiks hiks" ucap Budi juga ikut menangis.
Hanya di depan Arinta saja Budi akan menunjukkan kelemahannya. Arinta diam tidak mengubris permintaan maaf suaminya, ia sendiri sangat kecewa dan marah dengan perbuatan suaminya itu.
"Lalu kenapa kamu bawa anak sialan itu kesini"
"Aku tidak tahu harus bagaimana Arinta dia juga darah dagingku"
"Apa kamu pikir kedua anakmu akan suka dengan hal ini Budi Kusumo!" hardik Arinta dengan suara tinggi.
Deg..........
Seketika tubuh Budi menegang mendengar perkataan Arinta. Ia sangat tahu jika Bagas memiliki sifat yang keras kepala seperti dirinya dan tidak menyukai orang lain selain keluarganya sendiri, berbeda dengan Valeria yang memiliki sifat terbalik dengan Bagas.
"Hiks hiks......Aku benci.......hiks......sama kamu mas..........hiks" ucap Arinta dengan derai air mata.
Arinta segera pergi keluar karena sangat sakit hati dengan suaminya. Budi terduduk lemah di atas ranjang sambil menjambak rambutnya.
Kamar mereka yang tadinya rapi sudah seperti kapal pecah karena semua barang di banting oleh Arinta. Saat keluar Arinta melihat Bianca dengan tatapan benci.
...》 》 》 😘 😘 😘 😘 》 》 》...
"Ibu" ucap Valeria dengan khawatir melihat wajah sang ibu yang sembab.
Arinta tersenyum melihat putrinya yang mengkhawatirkan dirinya.
Meski kamu sering kali mendapat bentakan dan kata-kata kasar dari ibu tapi kamu tetap mengkhawatirkan ibu nak, batin Arinta.
"Bagas, Valeria ayok ikut ibu" ajak Arinta dengan suara tegas.
"Baik bu" ucap keduanya dengan serentak.
Baru saja mereka tiba di depan pintu mansion seketika tubuh Arinta melayang karena di gendong seperti karung beras oleh Budi. Arinta berteriak minta diturunkan tapi tidak digubris sama sekali oleh Budi.
"Bagas Valeria ikut ayah ke atas" ucap Budi dengan suara tegas.
Keduanya hanya mengangguk dan mengikuti perintah sang ayah. Bianca yang melihat sang ayah tidak seperti biasa duduk dengan diam tidak berbicara satu kata pun.
"Turunkan aku mas kamu apa-apaan sih" ucap Arinta dengan suara tinggi.
Tak perduli dengan kata-kata sang istri Budi terus membopong tubuh sang istri di pundak. Sampai di lantai dua keempatnya segera masuk ke dalam ruang kerja Budi.
Prang.............prang...........prang............
Bunyi benda pecah terdengar di dalam sana. Arinta melempar vas bunga ke arah Budi beruntung bisa dihindari oleh Budi dengan cepat.
"Tenangin diri kamu Arinta" ucap Budi dengan suara tinggi.
"Ini semua karena kamu mas" teriak Arinta tak kalah tinggi.
"Ada anak-anak sayang" ucap Budi dengan suara kembali lembut.
"Biar mereka tahu kelakuan ayah mereka seperti apa di luar sana" ucap Arinta dengan tatapan tajam.
"Ayah ibu cukup" teriak Bagas dengan suara tinggi.
Keduanya seketika diam dan tak mengucapkan satu kata pun. Arinta yang melihat Valeria menangis dalam diam segera memeluk sang anak, biar bagaimanapun Valeria masih sangat kecil dan tidak seharusnya melihat kejadian barusan.
"Kamu tenang ya sayang jadi anak perempuan harus kuat" ucap Arinta dengan suara lembut.
"Udah jangan nangis lagi ya dek" ucap Bagas sambil mengelap air mata sang adik.
Budi yang melihat putrinya menangis seketika hatinya menjadi sakit. Ia yang biasanya memiliki ego sangat tinggi malam itu melepas semuanya dan memeluk ketiga orang yang di cintainya dengan erat.
Ketiganya kaget karena baru kali ini mereka melihat seorang Budi Kusumo melakukan hal seperti ini. Keempatnya menangis dalam pelukan tersebut, setelah agak mendingan mereka semua lalu duduk di sofa dengan diam.
"Ada yang mau ayah sampaikan" ucap Budi.
"Ada apa ayah?" tanya Bagas.
"Gadis di bawah adalah saudara tiri kalian" ucap Budi.
Deg.........deg.........
Jantung Valeria dan Bagas berdetak dengan cepat mendengar penuturan sang ayah. Bagas yang tahu maksud sang ayah segera berdiri dari duduknya.
"Bagas" ucap Budi.
"Tega ayah lakuin itu sama ibu. Selama ini aku selalu mengidolakan ayah sebagai orang yang paling aku banggain tapi ayah tega lakuin itu pada ibu, aku, dan Valeria" ucap Bagas dengan suara tinggi.
"Maafin ayah nak ayah salah. Ayah minta maaf" ucap Budi dengan memohon.
"Aku kecewa sama ayah dan sampai mati adik aku hanya Valeria saja!" teriak Bagas dengan suara tegas.
Bagas segera keluar dan membanting pintu dengan kuat. Semua orang kaget melihat hal tersebut karena baru kali ini Bagas menunjukkan amarahnya di dalam mansion.
"Kamu lihat sendiri kan mas........hiks hiks........ini semua akibat perbuatanmu" ucap Arinta sambil menangis.
"Valeria maafin ayah" ucap Budi sambil melihat putrinya.
...》 》 》 😘 😘 😘 😘 》 》 》...
Valeria menangis melihat tatapan sang ayah, hatinya sakit mendengar ucapan Budi tadi yang telah menyakiti hati mereka bertiga.
Tak tahu harus berkata apa Valeria memeluk Arinta dengan erat sambil menangis histeria. Hari ini Valeria tidak menjadi anak yang kuat dan tegas tapi hanya anak kecil yang berumur 10 tahun.
"Beri kami waktu mas karena ini bukan masalah sepele" ucap Arinta dengan tatapan kecewa.
Arinta keluar sambil memeluk sang anak menuju kamar Bagas. Malam ini ia akan tidur bersama dengan kedua anaknya untuk berbicara serius dengan keduanya, biar bagaimana pun Budi masih tetap ayah dan suami mereka.
Budi melihat kepergian istri dan anak-anaknya dengan sedih. Baru kali ini ia merasa sedih sudah mengecewakan keluarganya karena perbuatannya.
"Maafin aku Arinta aku bukan suami dan ayah yang baik untuk kalian" ucap Budi dengan sedih.
Dion yang mendengar ucapan sang tuan dari depan pintu mengurungkan niatnya untuk masuk. Ia memberikan waktu kepada sang tuan untuk menenangkan diri karena ia tahu sang tuan sangat mencintai istri dan anak-anaknya.
"Bi tolong bawa nona Bianca ke kamar tamu" ucap Dion.
"Baik tuan Dion" ucap bi Susi.
Bi Susi lalu membawa Bianca menuju kamar tamu, sampai di dalam kamar bi Susi lalu memberitahu letak kamar mandi dan juga lemari pakaian kepada Bianca.
Bianca yang sangat sedih hari ini seketika menangis di atas tempat tidur. Kepergian sang ibu yang sangat mendadak dan sifat sang ayah yang tiba-tiba berubah membuatnya menjadi sedih.
"Ibu..........hiks hiks........kenapa harus ningalin Bianca........hiks" ucap Bianca sambil menangis.
Meski baru umur 10 tahun tapi ia sudah tahu mengenai permasalahan yang barusan terjadi. Lebih tepatnya ia tak menyangka jika sang ibu adalah wanita ketiga dalam rumah tangga sang ayah.
❄❄❄❄❄
To be continue..............
Jangan lupa beri dukungan kalian lewat vote, like, dan komen yang sebanyak-banyaknya guys😘❤
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 194 Episodes
Comments