Kalian tahu? Di dunia ini masih banyak hal yang belum diketahui oleh umat manusia. Baik di dalam maupun luar. Keterbatasan manusia adalah salah satu faktor yang menjadikan demikian. Namun di lain hal, ada sebagian orang yang diberkati sebuah kemampuan untuk melihat sesuatu yang tidak nyata adanya.
Aku adalah salah satunya.
Aku bisa melihat bahkan merasakan sesuatu yang tidak bisa dilihat oleh orang awam. Sesuatu yang orang-orang menganggapnya itu hal yang aneh.
Aku ...
... seorang indigo.
Kini ... di padang rumput yang bergoyang karena angin, seorang gadis dengan rambut hitam panjang memakai terusan putih bercorak bunga duduk di kursi taman yang berada tepat satu meter di depanku. Tidak ada hal yang mencurigakan pada gadis itu, hanya saja... dia tidak menapak pada tanah.
Aku tidak bercanda, sungguh.
Tapi bohong.
Tidak sih ... aku hanya bercanda. Ha-ha!
Oke, tidak lucu.
Aku tidak mengetahui nama gadis tersebut, tetapi yang pasti ada sesuatu hal terjadi padanya di masa terakhir dia hidup sampai bergentayangan seperti ini.
Gadis itu tampak menikmati angin yang menggerakan rambutnya. Pandangannya mengarah kepada langit biru yang dihiasi burung merpati berwarna putih.
Dia menyukai burung merpati putih.
Katanya merpati putih itu melambangkan kesetiaan, kesucian dan cinta. Aku pun berpikir begitu. Karena yang kutahu merpati itu burung yang setia pada pasangannya. Mereka biasanya hanya memiliki satu kekasih untuk seumur hidup. Tidak seperti para buaya darat yang berkeliaran. Dan tentu saja aku tidak termasuk.
Mengingat itu ... membuat aku ingin merasakannya.
Aku tersenyum tipis memandang punggung gadis itu. Kenangan-kenangan indah bersama dia tiba-tiba terbesit dalam pikiranku.
Dan jujur saja... aku menyukai gadis itu.
Gadis yang awalnya kukira sebagai hantu duplikat sadako karena rambut hitam panjangnya yang menjuntai ke depan. Gadis yang kemudian menjadikan dirinya sebagai tempat menampung kisah-kisahku. Dan gadis yang tidak akan pernah bisa kudapatkan.
Aku tahu ini gila. Aku tidak menampik akan hal itu. Jelas sekali, mana ada orang waras menyukai arwah gentayangan? Yang ada dia lari!
Namun ... bolehkah aku mencoba mengungkap rasa ini?
Semakin bertambah hari yang kulalui bersamanya, semakin bertambah pula rasaku padanya. Beban dihatiku pun semakin terasa berat. Apa kalian tahu bagaimana rasanya itu?
Hah ... begini banget nasibku ...
Sekarang aku berniat memberitahu ia tentang perasaanku. Apapun tanggapannya aku akan terima itu.
Gadis itu tiba-tiba menoleh padaku. Senyuman lemah terulas di bibirnya. Manik hazel miliknya menatapku dengan sorot yang tidak bisa kujelaskan.
Lantas aku bertanya-tanya. Apa yang menjadikan dia seperti demikian? Aku pun bangkit menghampirinya.
"Kamu ... kenapa? Tumben, kok, diam aja?"
Gadis itu bergeming. Masih menatapku.
Aku berdeham sejenak kemudian duduk di sampingnya. "Aku ... ada salah sama kamu, ya?"
Gadis itu masih diam. Dia menunduk menatap tanah kemudian menggeleng pelan.
"Kamu ... tahu kan, jika arwah sudah mengetahui penyebab kematiannya, dia akan pergi?" tanya gadis itu, suaranya manis dan sedih seakan merasakan beban yang berat.
Aku mengangguk. Pandanganku beralih ke atas langit. "Ya ... begitulah ...."
"Memangnya kenapa?" lanjutku.
Tidak ada tanggapan darinya.
Aku menoleh padanya. Sepersekian detik terlewati tetapi gadis ini sama sekali tidak ingin membuka mulut.
"Hey ... kenapa?"
Gadis itu semakin menunduk. Dia meremas kedua tangannya dengan erat. Perlahan bahunya terguncang dan tba-tiba terdengar suara isakan tangis menyakitkan dari gadis itu.
Alisku mengerut bingung. Ingin bertanya tetapi aku terdiam membisu. Pikiranku kini bercabang.
Gadis itu mengangkat kepalanya. Tangannya terangkat mengusap air mata yang masih tersisa. Kemudian dia menoleh padaku. Matanya yang berkaca-kaca menatapku dengan pilu. Senyum lemah terulas di bibirnya yang pucat.
"Aku ... sudah tahu semuanya ...."
Napasku tercekat. Jantungku berdetak lebih kencang dari biasanya. Tidak mungkin 'kan dia ....
"Mㅡmaksud kamu apa?"
"Aku sudah tahu penyebab kematianku ... dan sebentar lagi aku akan pergi ...." katanya dengan suara yang lebih tenang.
Aku diam, tidak menanggapinya. Manik hitamku menatap lurus padanya. Dadaku kini terasa sesak. Mataku mulai terasa panas sehingga membuat air mata mengumpul di pelupuk mataku, menunggu waktunya untuk jatuh.
Aku tahu ini akan terjadi. Tetapi kenapa harus saat ini? Apa semesta tidak ingin membiarkanku bersamanya lebih lama?
Setidaknya biarkan aku merasakan kenangan indah yang akan terjadi. Tolong biarkan aku merasakan bagaimana dia membalas perasaanku ....
Perlahan aku mengedip. Tak sadar jika itu membuat air mataku jatuh.
Dari ekor mataku, aku melihat dia tertegun.
"Ah ... maaf ... aku terlalu emosional."
Aku mengusap air mataku, kemudian mengembuskan napas.
"Baguslah ... jika itu akan membuatmu tenang, maka aku mendukung dan mendoakanmu." Aku tersenyum, kemudian memandang langit.
Sejak itu keheningan menyelimuti kami.
Kami sama-sama diam. Bingung ingin mengatakan apa sebagai kata perpisahan yang baik, dan bisa untuk dikenang selamanya. Di atas rumput hijau, di bawah langit yang mulai menenggelamkan matahari. Embusan angin lembut mendamaikan suasana yang tidak seperti hati dan pikiranku.
Aku menoleh padanya. Helai rambutnya menutupi sebagian wajahnya. Hah ... entah apa yang akan terjadi bila dia pergi dariku.
"Kapan ...." Aku berbisik lirih padanya, tidak ada niat dariku untuk menutup luka hati ini.
Gadis itu langsung menoleh padaku.
"Kapan kamu mengetahuinya?" Aku melanjukan.
Dia menunduk. Mungkin saja dia tidak ingin melihat wajahku yang kacau saat ini.
"Seperti yang aku bilang ke kamu, aku ingin menyelesaikan masalahku sendiri, aku tidak ingin melibatkan kamu dan merepotkanmu."
"Akhir-akhir ini aku pernah mendapatkan rekaman-rekaman yang aku yakini itu adalah kenanganku di masa lalu. Aku coba mendalaminya, aku terus berpikir, sampai akhirnya aku menemukan yang menjadi kata kunci."
Gadis itu menoleh padaku. "Merpati, itu kata kuncinya."
"Terus ... bagaimana?" tanyaku.
Dia menggeleng. "Aku tidak bisa memberitahu sepenuhnya padamu. Aku ingin setelah aku pergi, kamu mengenang hal baik tentangku."
Aku mengembuskan napas kemudian tersenyum. "Apapun itu, aku berharap baik untuk kamu."
Dia pun ikut tersenyum.
Aku senang, sangat, karena dia akan tenang untuk selamanya. Namun di sisi lain aku merasa sedih, sama halnya seperti akan kehilangan teman terbaik.
"Hey ... sampai sekarang aku belum tahu nama kamu. Boleh aku minta kamu untuk memberitahuku? Setidaknya sebagai teman walaupun hanya sebentar, aku tahu namamu."
"Dara. Namaku Dara."
Bagus. Nama itu cocok untuknya sebagai penyuka burung merpati. Aku sama sekali tidak kepikiran.
"Oke, Dara. Sebentar lagi langit akan berubah menjadi hitam dan dikelilingi banyak bintang. Tidakkah kamu akan pulang?" ... untuk selamanya. Kata itu tidak sanggup aku ucapkan.
Dia tersenyum, mengerti akan maksudku. "Ya, aku akan pulang. Tidakkah kamu akan merindukanku?"
"Aku selalu merindukanmu, selalu memikirkanmu hingga aku menyukaimu." Jangan katakan aku bodoh, aku hanya ingin perasaan ini diketahui oleh pemiliknya.
Gadis itu terkejut. Mata bulatnya membola. Tidak bisa kubayangkan bila itu menggelinding. Namun kemudian tatapan rasa bersalah darinya dilempar padaku.
Aku tidak suka tanggapannya. Aku hanya ingin dia mengetahuinya, bukan memaksa untuk membalas. Lagipula aku tahu diri.
Aku tersenyum geli. "Cukup kamu, diriku, dan Tuhan yang tahu ... Dara jangan."
Dia masih saja menatapku seperti itu.
"Tidak apa-apa, jangan menatapku seperti itu, akan lebih baik jika kamu memberiku senyuman manis agar dapat terekam di kepalaku selalu." kataku menenangkan.
Lantas dia langsung memberikan senyuman terbaik versinya padaku. Aku tertawa melihatnya, dia terlihat konyol. Matanya yang merah dan bengkak, dipadukan dengan senyum gigi kelincinya.
Kami terdiam. Sekarang sudah saatnya dia kembali ke tempat dimana ia seharusnya berpijak.
Dengan senyuman yang sama-sama terulas di bibir. Perasaan jiwa yang tenang luruh bersama sapaan angin lembut. Akhirnya kami menghadapi perpisahan itu.
Kulihat, tubuh gadis itu mulai bercahaya.
"Sudah saatnya aku pergi ...."
(Aku tahu itu, tolong jangan diperjelas.)
Perlahan tapi pasti, tubuhnya menjadi tembus pandang.
"Tolong jangan lupakan aku ...."
(Aku memang tidak ingin.)
Kemudian dia melayang ....
"Aku mencintaimu."
(Aku juga menㅡ)
... dan menghilang.
Aku tertegun. Menatap nanar pada langit yang seakan mengejek. Sekarang dia benar-benar pergi, meninggalkan jejak di hati yang luar biasa efeknya.
Senyum hampa terbit di bibirku. Hebat sekali dia menyimpan rapi semua itu dariku. Namun aku merasa lega karena perasaanku terbalas, meskipun akhirnya tak bersama.
Aku percaya pada takdir. Kemanapun dia membawaku pergi aku akan menerimanya. Bahkan jika itu membuatku terluka sehingga aku bisa merasakan sembuh. Tidak apa. Semuanya akan baik-baik saja.
•••
"Mas ... bangun ...."
Bahuku terguncang kuat sehingga membuatku tersentak kaget. Reflek tanganku mengusap kedua mata yang terasa berat untuk terbuka. Rasa pusing merayap di kepalaku. Samar-samar terlihat bayangan sesosok wanita berdiri di depanku.
"Kamu tidur atau gladi resik meninggal, sih? Kebo banget!"
Aku meringis saat merasakan tamparan di bahuku. Mataku menyipit. Bayangan itu makin terlihat jelas hingga saat melihat rupa dari sosok wanita tersebut, mataku seketika membulat sempurna.
Dia ... Dara?
•••
00:22
Jum'at, 15 Oktober 2021
Ditulis saat mendengar lagu Only - LeeHi