Hari itu di kediaman keluarga Morgan sedang berkumpul beberapa anak yang sedang asyik menghias pohon natal di ruang keluarga mereka. Tampaknya mereka sudah tidak sabar untuk menyambut natal yang sudah mereka tunggu-tunggu.
"Sebentar lagi kita selesai menghiasnya,"ujar Grace, putri sulung keluarga Morgan.
"Iya, kak, setelah ini kita bisa bersantai,"sahut Natalie, dia adalah putri kedua dari keluarga Morgan.
"Biarkan saja semua sampah yang berserakan ini dibersihkan sendiri oleh dia,"ujar Natalie sambil berbisik ditelinga sang kakak, Grace.
"Eh, apa kita tidak keterlaluan kepadanya?"ujar Grace karena merasa tidak tega untuk melakukan hal itu.
"Halah, biasanya juga dia yang selalu membersihkan sampah, bukan,"ujar Natalie sedikit agak keras sehingga Brielle pun mendengarkan ucapan kedua kakak angkatnya tersebut.
"Nat, kamu jangan keterlaluan,"ujar Grace kepada Natalie. Akan tetapi adiknya itu justru semakin menjadi-jadi.
"Kenapa memangnya? Bukankah memang seharusnya sudah menjadi tugas dia untuk membersihkan sampah-sampah ini. Dia sendiri hidupnya sudah enak bukan selama ini? Menumpang di keluarga kita dan mendapatkan kasih sayang yang berlebih dari kedua orang tua kita. Sudah sepantasnya dia tahu diri!"ujar Natalie dengan bersungut-sungut.
Sungguh selama ini Natalie sudah bersabar melihat perlakuan istimewa kedua orang tuanya kepada gadis kampungan bernama Brielle tersebut. Kasih sayang kedua orang tuanya pun kini sudah beralih kepada Brielle seutuhnya.
"Iya, kakak, nanti Elle yang akan membersihkan semuanya,"sahut Brielle kepada kedua kakak angkatnya tersebut.
"Tuh, kan, kak, dia tahu diri kok, sudah sepantasnya menumpang itu harus tahu diri!"ujar Natalie dengan perkataannya yang pedas tertuju kepada diri Brielle.
"Sudah, kak, kita waktunya beristirahat sekarang, Oya, Elle jangan lupa bersihkan juga seluruh rumah ini. Itu pekerjaan kamu juga. Dan jangan lupa jika nanti kamu mendapatkan kado maka seluruh kadomu itu akan menjadi milik kami, mengerti!"ujar Natalie menakut-nakuti Brielle.
"Iya, kak,"sahut Brielle yang hanya bisa tertunduk sambil mengusap air matanya yang menggenang di kedua pelupuk matanya.
Natalie dan Grace meninggalkan Brielle seorang diri di ruang keluarga. Brielle pun seketika menangis meratapi nasib yang menimpa dirinya. Dia adalah yatim piatu sebelum keluarga Morgan mengangkat dirinya menjadi putri ketiganya. Akan tetapi, perhatian berlebih dari pasangan Morgan membuat dua putri kandung mereka merasa iri dengannya. Terutama Natalie, dia begitu tidak suka akan kehadiran Brielle ditengah-tengah keluarga mereka.
"Tuhan, apakah aku boleh meminta sebuah permohonan di natal tahun ini,"ucap Brielle sambil menatap pohon natal yang sudah selesai mereka bertiga hias.
Brielle masih sambil menangis mengatakan permohonan apa yang dia minta kepada Tuhan.
**
Malam harinya Natalie yang sedang tertidur tiba-tiba mendengar suara ketukan di pintu kamarnya. Awalnya Natalie mengabaikan begitu saja suara-suara itu. Akan tetapi, lama-kelamaan suara itu terdengar mengganggu juga baginya.
"Astaga! Ini siapa sih yang menggangu tidurku!"keluh Natalie kemudian dia berjalan ke arah pintu kamarnya. Dia membuka pintu kamar dengan kesal dan anehnya tidak ditemukan siapa-siapa di depan pintu kamarnya.
"Siapa yang kurang kerjaan seperti ini sih?"tanya Natalie dengan nada kesal.
Akan tetapi ketika dia menutup pintu kamarnya, dia melihat sebuah kado berukuran besar berpita merah berada di depan pintu kamar Brielle. Dan Natalie cukup kesal dengan kado itu. Natalie menduga jika kado itu pasti berasal dari kedua orang tuanya.
"Enak sekali dia mendapatkan kado,"ujar Natalie, kemudian dia mengambil kado milik Brielle tersebut dan membawanya ke dalam kamar.
Natalie pun penasaran dengan isi kado milik Brielle tersebut. Natalie bergegas membuka pita kado tersebut untuk melihat isi di dalamnya. Ternyata yang sungguh membuat Natalie tidak menyangka isi di dalam kado tersebut adalah foto dirinya yang berlumuran darah.
Natalie yang terkejut pun kemudian berteriak dan bergegas keluar dari kamar untuk mencari sebuah bantuan. Natalie mencoba mengetuk pintu kamar kakaknya, akan tetapi Grace sama sekali tidak membukakan pintu kamarnya. Kemudian Natalie berpindah ke kamar kedua orang tuanya dan sama juga dengan apa yang dia alami di kamar Grace. Kedua orang tuanya tidak membukakan pintu kamarnya.
Natalie pun merasa putus asa, dia menangis dan pintu terakhir yang terpaksa dia datangi adalah pintu kamar Brielle. Natalie terpaksa mendatangi kamar Brielle untuk meminta bantuan.
Akan tetapi, belum sempat Natalie sampai di pintu kamar Brielle. Tiba-tiba terdengar suara yang memanggil namanya.
"Natalie.... Natalie... Natalie....,"ternyata suara itu berasal dari sosok yang mengenakan baju merah dari dalam kamarnya. Sosoknya itu sungguh menyerupai dirinya dan sedang berlumuran darah. Sosok itu berjalan ke arahnya dengan kuku-kukunya yang tajam. Kedua matanya yang mengeluarkan darah. Natalie begitu ketakutan melihat sosok tersebut.
"Pergi! Siapa kamu! Pergi!"teriak Natalie yang terjebak di depan pintu kamar Brielle.
"Aku...adalah...sosok dirimu yang jahat! Kamu harus ikut denganku,"ujar makhluk itu sambil menyeringai menatap ke arah Natalie.
"Tidak, aku bukan kamu. Kita berbeda,"ucap Natalie tidak mau kalah.
"Jangan ingkari dirimu sendiri. Kita adalah sama. Aku adalah dirimu. Dirimu adalah Aku. Kamu yang telah memanggilku, kamu yang telah membawaku kemari!"ucap makhluk itu sambil tertawa melengking membuat sakit telinga Natalie.
Melihat hal tersebut, Natalie semakin takut saja kepada sosok yang menyeramkan itu. Natalie berteriak sekuat tenaga dan berusaha meminta tolong siapapun yang ada di rumah tersebut. Akan tetapi sampai tenggorokannya terasa sakit, tidak satupun orang yang menolongnya.
Natalie pun menangis meraung-raung karena sosok menyeramkan itu akan mengajak dirinya untuk masuk ke dalam kotak berpita merah yang tadi dibuka olehnya.
"Kita akan abadi berada di sana, saudaraku. Kita akan bersama-sama selamanya,"ucap sosok itu sambil menarik paksa Natalie untuk mengikutinya. Sosok itu tidak peduli akan luka yang diterima oleh Natalie akibat tarikan tangannya yang kuat membuat Natalie terluka oleh kuku-kukunya yang tajam. Natalie berusaha untuk melepaskan dirinya akan tetapi dia tidak bisa. Natalie pun menjerit.
"Tidak! Tidak! Tidaaaaaaaaaakkk!"
**
"Kak, kakak, kakak,"sebuah suara dan guncangan di bahunya membuat Natalie membuka kedua matanya.
"Kak, kak Natalie baik-baik saja,"itu adalah suara Brielle yang membangunkan dirinya. Natalie menatap Brielle dengan raut wajah yang masih ketakutan akibat mimpi tersebut.
"Astaga, kak Natalie, ayo minum dulu,"ujar Brielle memberikan air minuman di gelas yang ada di balas Natalie.
Natalie meminum air tersebut sampai habis. Natalie tidak habis pikir jika mimpinya itu sungguh sangat menakutkan baginya.
"Kak Natalie, kakak udah baik-baik saja?"tanya Brielle yang juga merasa panik akan teriakan yang kencang dari Natalie barusan.
"Tidak, apa, aku baik,"ujar Natalie masih mencoba mengatur napasnya.
"Kalau kakak sudah merasa lebih baik, aku akan tinggalkan...."
"Kamu di sini saja,"potong Natalie dengan cepat. Dia tidak mau ditinggalkan seorang diri sekarang. Dia benar-benar merasa takut dan masih kepikiran mimpinya yang tadi. Brielle yang mulanya merasa aneh akan perubahan sikap Natalie pun diam saja karena melihat Natalie yang tampak pucat.
"Oya, kak Grace ikut dengan ayah dan ibu untuk mengambil paket hadiah yang tertinggal di toko, tetapi tadi mereka bilang jika kita boleh membuka kado yang ada sambil menunggu kedatangan mereka,"ujar Brielle.
"Kado?"tanya Natalie sambil mengingat-ingat sesuatu.
"Iya, kak, bukankah memang ada kado yang diletakkan di bawah pohon natal setiap tahunnya,"kata Brielle dan sontak membuat Natalie teringat dengan apa yang sudah dia persiapan jauh-jauh hari.
"Apakah ada kado berpita merah di sana?"tanya Natalie dengan cemas. Brielle pun mengangguk.
"Ada, kadonya cukup besar, bukan?"
Pertanyaan Brielle pun tidak segera dijawab oleh Natalie. Dia justru bergegas menuju ke tempat dimana dia meletakkan sebuah kado berpita merah tersebut. Natalie segera mengambil kado tersebut dan bermaksud membakarnya.
"Kak, lho, mau dibawa kemana kado itu?"tanya Brielle dengan Bingung melihat sikap Natalie.
"Aku harus membuangnya, atau nasib sial akan menimpa kita semua,"ujar Natalie lalu membawa kado itu pergi untuk membakarnya.
Brielle tidak mampu mencegah perbuatan Natalie itu dan membiarkan saja kakak keduanya itu.
Natalie tahu apa sebenarnya isi di dalam kado berpita merah tersebut. Dia tidak mau mencelakai orang lain atau justru nantinya dirinya sendiri yang akan celaka karena perbuatan jahatnya.
***
END