Di sudut toko buku kecil di London, Zara sedang membersihkan rak yang jarang disentuh. Tiba-tiba, sebuah bungkusan kertas tua terjatuh dari celah buku. Dia membukanya, dan di dalam ada kartu ucapan yang sudah usang, dengan tulisan tangan yang indah:
Untukmu, Chloe. Semoga hari ulang tahunmu penuh kebahagiaan. Aku minta maaf karena tidak berani mengucapkannya langsung, tapi... aku suka padamu. Selalu. — Sam
Tanggal di kartu itu: 15 April 2005. Sudah 18 tahun yang lalu.
Zara penasaran. Dia melihat nama penulis di buku yang berada di celah itu—buku puisi berjudul "Langit di Kaki Kita", ditulis oleh Sam Evans. Dia mencari di internet, dan menemukan bahwa Sam sekarang adalah penulis terkenal yang tinggal di Edinburgh. Dia juga menemukan alamat kantor penerbitnya.
Tanpa berpikir panjang, Zara mengirimkan kartu itu ke alamat tersebut, beserta catatan: "Aku menemukan ini di toko buku. Mungkin kamu ingin tahu apa yang terjadi pada Chloe?"
Seminggu kemudian, dia menerima pesan dari Sam: "Terima kasih. Aku sudah lupa pernah menulis ini. Chloe... dia pindah ke Australia tahun itu, dan aku tidak pernah punya keberanian menghubunginya lagi. Bisakah kita bertemu? Aku mau tahu lebih banyak."
Mereka bertemu di kafe di tepi sungai Thames. Sam tampak tua sedikit dari foto di internet, tapi matanya masih penuh semangat. Dia menceritakan bahwa tahun 2005, dia dan Chloe adalah teman sekolah yang dekat, tapi dia terlalu pemalu untuk mengungkap perasaannya. Setelah Chloe pindah, dia menghabiskan tahun-tahun menulis puisi tentang dia.
"Sekarang apa denganmu?" tanya Zara.
"Aku sudah menikah, tapi perceraian tujuh tahun lalu. Hidupku cuma tentang tulisan," jawabnya.
Beberapa hari kemudian, Zara mendapatkan pesan lagi dari Sam: "Aku menemukan nomor Chloe di internet. Dia tinggal di Sydney, sudah jadi dokter, dan juga sendirian. Aku mengirimkan kartu itu ke dia. Dia membalasnya hari ini."
Sam menunjukkan pesan dari Chloe: "Aku juga suka padamu dulu, Sam. Aku menunggu kamu mengungkapkannya, tapi aku harus pindah. Apakah kita masih bisa memulai lagi, meskipun sudah terlambat 18 tahun?"
Beberapa bulan kemudian, Zara melihat berita di media sosial: Sam dan Chloe sedang menikah di pantai Sydney, dengan puisi yang Sam tulis tahun 2005 dibaca sebagai janji mereka. Dan di kolom komentar, Sam menulis: "Terima kasih pada orang yang menemukan kartu itu. Kamu membuat kita menemukan jalan kembali ke satu sama lain."
Zara tersenyum. Dia tidak pernah menyangka bahwa sebuah kartu ucapan yang lupa dikirim bisa mengubah hidup dua orang—dan membuat dia percaya bahwa tak ada yang terlambat untuk kebahagiaan.