Aku mulai menyadari keberadaannya sejak hari itu—hari ketika hujan turun pelan dan hampir semua siswa berlarian masuk ke kelas. Ia berjalan terakhir, tidak tergesa, seolah hujan hanyalah latar biasa dalam hidupnya. Sejak saat itu, aku sering tanpa sadar mencarinya di antara keramaian.
Kami tidak pernah benar-benar berbincang. Paling hanya saling melempar senyum kecil, senyum yang singkat tapi cukup untuk membuat hariku terasa lebih ringan. Aku mengenalnya dari kebiasaan-kebiasaan kecil: caranya membaca buku saat jam istirahat, caranya mendengarkan orang lain tanpa memotong, dan caranya menahan tawa saat mencoba bersikap serius.
Aku mengaguminya dalam diam.
Tidak ada pesan panjang, tidak ada ungkapan berani. Aku memilih menyimpan rasa ini sendirian, seperti rahasia yang terlalu berharga untuk dibagikan.
Kadang aku iri pada orang-orang yang bisa duduk di sampingnya, tertawa bersamanya tanpa canggung. Tapi rasa iri itu tidak pernah berubah menjadi benci. Justru aku bersyukur, karena melihatnya bahagia sudah cukup bagiku.
Pernah suatu hari aku ingin menyapanya lebih lama. Kata-kata sudah tersusun rapi di kepalaku, namun saat ia menoleh dan tersenyum, semuanya menguap. Aku kembali memilih diam. Bukan karena takut ditolak, melainkan karena aku takut kehilangan rasa tenang ini.
Aku belajar bahwa tidak semua perasaan harus disampaikan. Ada rasa yang memang ditakdirkan hanya untuk dirasakan, bukan untuk dimiliki.
Waktu berjalan. Kami semakin jarang berada di tempat yang sama. Aku tahu, hidup tidak pernah berhenti hanya karena satu rasa yang tidak terucap. Suatu sore, aku melihatnya berjalan bersama seseorang. Tatapan mereka penuh cerita yang tidak pernah aku miliki.
Dadaku sesak, tapi aku tidak menangis.
Aku tahu sejak awal, rasa ini tidak pernah meminta balasan.
Malam itu, aku berdoa lebih lama dari biasanya. Bukan agar ia memilihku, tapi agar ia selalu dikelilingi kebahagiaan. Aku melepaskan perlahan, meski tidak sepenuhnya lupa.
Kini aku mengerti, mengagumi tanpa memiliki bukanlah kegagalan. Itu adalah keberanian untuk mencintai tanpa mengikat, menyukai tanpa memaksa, dan merelakan tanpa membenci.
Dan jika suatu hari ia membaca cerita ini, aku harap ia tahu—pernah ada seseorang yang mengaguminya dengan cara paling sederhana dan paling tulus.