KAMAR 13
Suara ketukan pelan tapi teratur terdengar dari balik pintu kamar yang sudah terkunci rapat. Tak... tak... tak... Satu, dua, tiga. Selalu tiga ketukan.
Rina baru pindah ke kos lama bernama "Wisma Cemara" tiga hari yang lalu. Kamar 13, yang ia tempati, adalah satu-satunya yang masih kosong dengan harga sewa jauh lebih murah dari yang lain. Pemilik kos hanya mengucapkan satu pesan sebelum menyerahkan kunci: "Jangan pernah membuka pintu ketika ada ketukan tiga kali di tengah malam. Dan jangan pernah melihat ke bawah ketika kamu sedang berjalan di lorong pada jam 00.00."
Malam pertama, ia mengira itu hanya omongan kosong. Tapi jam 00.00 tepat, ketukan itu datang. Tak... tak... tak... Suaranya seperti dibuat oleh jari-jari yang tidak memiliki kulit, mengetuk kayu dengan keras tapi terkontrol. Rina menutup telinga dan mencoba tidur, tapi suara itu tidak pernah hilang hingga subuh.
Keesokan harinya, ia bertanya pada tetangga kamarnya, Bu Sri, seorang wanita tua yang tinggal di kamar sebelah. Wajah Bu Sri langsung memucat. "Kamu dengarnya juga?" katanya dengan suara gemetar. "Banyak penghuni yang pernah pindah karena itu. Mereka bilang, ada seorang gadis yang dulu terkurung di kamar itu dan mati karena kelaparan. Dia selalu mencari orang untuk 'mengikuti dia'."
Malam kedua, ketukan datang lagi. Kali ini lebih keras. Rina mendengar suara bisikan lembut dari balik pintu: "Bukalah pintu... aku ingin bertemu denganmu..." Ia melihat ke bawah celah pintu, dan melihat sepasang mata putih tanpa iris yang sedang menatapnya. Rina menjerit dan mundur hingga punggungnya menabrak dinding. Suara itu hilang begitu saja.
Malam ketiga, ia memutuskan untuk mencari tahu. Ketika jam menunjukkan 00.00, ia berdiri di depan pintu, tangan siap membuka kunci. Ketukan datang lagi, tapi kali ini disertai dengan suara menangis yang menusuk hati. "Bukalah... aku sakit..."
Tanpa berpikir panjang, Rina membuka pintu.
Tidak ada seorang pun di luar.
Tapi ketika ia ingin menutup pintu kembali, sesuatu yang dingin menyentuh lehernya. Ia melihat ke bawah dan melihat tangan yang pucat dengan jari-jari panjang menggenggam lehernya. Ketika ia menoleh ke belakang, wajah seorang gadis dengan kulit yang membusuk dan mata yang menonjol menghadapinya sangat dekat. "Kamu membuka pintu untukku," ujar gadis itu dengan suara seperti gesekan batu. "Sekarang kamu harus tinggal bersamaku selamanya..."
Rina mencoba berteriak tapi tidak ada suara yang keluar. Tubuhnya semakin dingin, dan ia merasakan kekuatan itu menariknya ke dalam kegelapan yang tak berujung.
Keesokan paginya, Bu Sri merasa khawatir karena tidak melihat Rina keluar kamar. Ketika ia memanggil pemilik kos untuk membuka pintu kamar 13, mereka menemukan kamar yang kosong. Tidak ada barang milik Rina, tidak ada jejak apapun. Hanya ada tiga bekas ketukan yang dalam di atas meja kayu di tengah kamar, dan sebuah catatan kecil yang tertulis dengan darah: "Saya sudah menemukan teman baru. Dia akan datang untukmu berikutnya."
Sejak itu, tidak ada yang berani menyewa kamar 13. Tapi setiap malam tengah hari, ketukan pelan tetap terdengar. Tak... tak... tak... Dan terkadang, penghuni lain bisa mendengar suara bisikan di lorong: "Kapan kamu akan membuka pintu untukku?"