Di sebuah desa kecil di pinggir hutan jati, hiduplah sebuah keluarga sederhana. Sang ayah bernama Pak Sastro, seorang pencari kayu bakar. Ibu tiri mereka, Bu Ratri, dikenal keras hati dan mudah mengeluh. Ia tinggal bersama dua anak Pak Sastro, yaitu Joko dan adiknya, Rini.
Suatu ketika, musim paceklik melanda desa. Persediaan makanan semakin menipis. Setiap malam Bu Ratri selalu mengeluh dengan nada kesal.
“Pak, dua anak itu hanya jadi beban. Kalau mereka terus tinggal di rumah, kita bisa mati kelaparan,” katanya dingin.
Pak Sastro terdiam. Hatinya sedih, tetapi ia merasa tak berdaya.
Tanpa sengaja, Joko mendengar percakapan itu. Malam harinya, ia berbisik pada Rini,
“Adik, kalau besok kita dibawa ke hutan, jangan takut. Kakak sudah memikirkan caranya.”
Keesokan pagi, mereka dibawa masuk ke hutan yang lebat. Diam-diam Joko menaburkan batu-batu putih kecil di sepanjang jalan. Tak lama kemudian, orang tua mereka meninggalkan mereka di hutan.
Saat malam tiba, batu-batu itu berkilau terkena cahaya bulan. Dengan mengikuti jejak tersebut, Joko dan Rini berhasil pulang ke rumah.
Namun Bu Ratri justru semakin marah. Beberapa hari kemudian, ia mengulang rencananya. Kali ini Joko tidak sempat mengambil batu, hanya membawa remah-remah roti. Sayangnya, remah itu habis dimakan burung.
Joko dan Rini pun tersesat jauh di dalam hutan. Mereka kelelahan dan kelaparan. Tiba-tiba, mereka melihat sebuah rumah kecil yang terbuat dari makanan tradisional—jadah, geplak, dan gula merah.
Karena lapar, mereka mulai memakan dinding rumah itu. Tiba-tiba keluar seorang nenek berpakaian hitam. Senyumnya tampak ramah, tetapi sorot matanya tajam.
“Masuklah, Nak. Nenek punya banyak makanan,” katanya lembut.
Ternyata nenek itu adalah dukun jahat yang suka memakan anak-anak. Joko dikurung, sedangkan Rini dipaksa memasak setiap hari. Meski takut, Rini tetap berpikir jernih dan mencari cara untuk menyelamatkan diri.
Suatu hari, nenek itu menyuruh Rini memeriksa tungku. Rini berpura-pura tidak mengerti.
“Nek, aku tidak bisa melihat. Di dalam gelap sekali.”
Saat nenek itu mendekat, Rini mendorongnya masuk ke dalam tungku panas dan menutup pintunya rapat-rapat.
Rini segera membebaskan Joko. Mereka mengambil harta yang ada di rumah itu lalu berlari keluar dari hutan hingga akhirnya menemukan jalan pulang.
Pak Sastro sangat bahagia melihat kedua anaknya kembali dengan selamat. Bu Ratri pun menyesali perbuatannya. Sejak saat itu, mereka hidup rukun dan tidak pernah kekurangan lagi.
Pesan moral:
Kecerdikan, keberanian, dan kasih sayang antar saudara akan selalu menolong kita menghadapi kesulitan.