Bayangan di Balik Lampu Kota
Di kota Arwana, malam selalu hidup. Lampu-lampu gedung menjulang seperti bintang buatan manusia, namun di balik terangnya cahaya, ada bayangan yang membuat banyak orang menunduk ketakutan. Bayangan itu bernama Raka.
Tak ada yang tahu pasti sejak kapan Raka menjadi sosok paling ditakuti di kota. Ia tidak pernah muncul di berita, tidak pula menampakkan diri di depan umum. Namun namanya berbisik dari satu sudut ke sudut lain—di pasar gelap, lorong sempit, hingga ruang-ruang gelap kekuasaan. Satu hal yang pasti: jika Raka sudah turun tangan, tidak ada yang berani melawan.
Raka bukan pria besar atau berpenampilan garang. Ia justru terlihat tenang, dengan sorot mata tajam dan langkah yang selalu terukur. Setiap keputusannya dibuat dengan kepala dingin. Ia memimpin kelompoknya seperti seorang raja tanpa mahkota, dihormati sekaligus ditakuti.
Namun, tak banyak yang tahu bahwa di balik kekuasaannya, Raka menyimpan masa lalu yang kelam. Dulu, ia hanyalah anak jalanan yang tumbuh tanpa perlindungan. Kota yang sama pernah merampas keluarganya, memaksanya belajar bertahan hidup dengan cara keras. Dari situlah Raka belajar satu hal: di kota ini, yang lemah akan selalu diinjak.
Suatu malam, Raka berdiri di atas gedung tertinggi, memandangi kota yang telah ia kuasai. Angin malam menyentuh wajahnya, membawa suara sirene jauh di kejauhan. Ia tahu semua orang menyebutnya monster, penjahat, atau iblis malam. Namun bagi Raka, semua yang ia lakukan adalah bentuk balas dendam pada kota yang tak pernah adil.
Meski begitu, hati kecilnya mulai bergejolak. Semakin tinggi ia berdiri, semakin terasa kosong. Kekuasaan tak lagi memberinya kepuasan, hanya rasa sepi yang semakin dalam. Ia menyadari bahwa ketakutan orang lain bukanlah kemenangan sejati.
Di sebuah sudut kota, Raka melihat anak kecil yang mengamen sendirian—wajahnya mengingatkan pada dirinya di masa lalu. Saat itulah Raka mengerti, ia telah menjadi bagian dari lingkaran yang dulu ia benci.
Malam itu, untuk pertama kalinya, Raka membuat keputusan yang berbeda. Bukan untuk menaklukkan, melainkan untuk berhenti. Bayangan yang selama ini menghantui kota perlahan menghilang, meninggalkan satu pertanyaan: apakah seorang lelaki yang ditakuti bisa memilih jalan baru?
Kota Arwana tetap terang, namun kali ini, tanpa rasa takut yang sama.