Mario, seorang duda anak satu. Isterinya meninggal dua tahun yang lalu. Tinggal di sebuah komplek perumahan sederhana di salah satu kota di Indonesia. Bersama satu anak laki-lakinya, berusia 18 tahun.
Sehari-hari Mario bekerja sebagai driver ojek online demi memenuhi kebutuhan hidup mereka. Sedang puteranya, Marvin, belum bekerja setelah lulus dari Sekolah Menengah Atas. Hari-harinya diisi dengan bermain gitar di teras rumahnya.
Seperti pagi ini, sembari memetik gitar pemberian ayahnya, dia memperhatikan ibu-ibu yang sedang berkerumun di sekeliling gerobak tukang sayur sambil membicarakan aib tetangganya.
Ada satu ibu-ibu yang sedari tadi curi-curi pandang ke arah Marvin. Marvin pun menyadarinya. Mbak Leni, janda muda depan rumahnya. Masih bagus bentuk tubuhnya meski sudah punya anak satu, kelas dua SD. Seringkali Marvin memperhatikan apa saja yang dilakukan Mbak Leni di depan rumahnya. Dari menjemur pakaian, menyapu teras, sampai menyuapi makan anaknya.
Sejenak mata mereka beradu. Mbak Leni menyunggingkan senyum manisnya. Lalu segera berlalu masuk ke dalam rumahnya. Hati Marvin jadi ketar-ketir. "Busyet... Senyum janda manis juga." Marvin menggeleng-gelengkan kepalanya menepis bayangan gila yang meluncur tanpa permisi. Dia pun masuk ke dalam rumahnya.
Mario keluar dari dalam rumah dengan atribut ojek online. Sedang memanasi motornya, tiba-tiba datang Ibu Lina. Janda depan rumah juga, bersebelahan dengan rumah Mbak Leni.
"Pagi, Pak Mario," sapanya.
"Eh, pagi, Bu Lina. Ada perlu apa,ya?"
"Ini, Saya masak nasi goreng kebanyakan. Mungkin Pak Mario belum sarapan. Buat Bapak. Dimakan,ya...," ujar Ibu Lina malu-malu.
"Makasih, Bu. Wah, kebetulan Saya belum sarapan," sahut Pak Mario sambil menerima sepiring nasi goreng dari Ibu Lina.
Ibu Lina masih seumuran Pak Mario. Suaminya meninggalkannya karena sudah sepuluh tahun menikah tidak dikaruniai anak. Dan akhirnya menikah kembali dan mempunyai anak dua. Sedangkan Ibu Lina diceraikan.
"Saya permisi, Pak."
"Iya, Bu. Silakan." Pak Mario pun memakan nasi goreng dari tetangga baik hatinya.
Marvin keluar, Ia melihat ayahnya sedang menikmati sepiring nasi goreng yang hampir habis. "Ehem... Enak, nih pagi-pagi sarapan nasi goreng cinta. Hihihi," sindirnya pada ayahnya.
"Heleh... Enakan yang pagi-pagi sarapan senyuman bidadari kayangan kehilangan selendang," timpal Pak Mario.
"Hahaha...." Kedua anak dan ayah itu tergelak bersama.
"Sepertinya Kita beruntung tinggal di rumah ini. Tetangga depan rumah Kita sudah cantik, baik pula. Ayah nggak ada gitu niatan menikahi salah satu dari mereka?" tanya Marvin.
"Mungkin suatu saat, Nak. Ibumu masih tidak ada yang bisa menggantikan. Biarkan waktu yang menjawab." Pak Mario tersenyum. Ia mengenakan helmnya dan berpamitan untuk berangkat bekerja. "Ayah berangkat, ya, Nak."
"Iya, Ayah, hati-hati." Mario menyalimi tangan ayahnya.
Diantarkannya sang ayah hingga motornya menghilang di ujung jalan.
"Hai, Cantik... Masak apa, nih? Aku lapar." ( Janda Bohay send )
Marvin menyunggingkan senyumannya dan bergegas menutup pintu rumah.