Aku, Anne Loanhert, anak dari pasangan gelap antara Robert Loanhert dan Riana. Yah, ayahku dulunya sudah beristri dan mempunyai anak bernama Hannes Loanhert. Tidak, aku tidak pernah bertemu dengannya, aku hanya melihat fotonya saat dia masih SD. Keinginan mempunyai anak perempuan membuat ayah berselingkuh dengan ibunya yang seorang bunga raya di kota. Tapi, aku tak perduli dari siapa aku lahir, selama mereka menuruti kemauanku, jadi gunjingan orang pun aku tak apa. Sayangnya mereka tidak tau aku mempunyai rahasia yang kusembunyikan dengan rapat selama dua tahun terakhir.
Dua tahun lalu, saat aku pertama kali mengunjungi salah satu kafe terkenal di kota. Tepatnya perpustakaan tua berkedok kafe. Awalnya, kulihat dari luar itu hanya kafe biasa yang banyak digandrungi mahasiswa. Tetapi, saat aku masuk, kesan pertama yang kulihat adalah itu bukan kafe, melainkan perpustakaan yang penuh dengan rak kayu tua. Tidak, maksudku itu memang kafe yang menyediakan berbagai macam makanan dan minuman, namun di bagian dalamnya dikelilingi rak-rak kayu yang berisi banyak buku. Namanya adalah Zimmercafe’ Buchen. Dan di sana aku bertemu seorang pria tampan nan mempesona. Kudengar dari ayahku, dia seorang mahasiswa cerdas di kampusnya.
Aku mempunyai obsesi gila setelah pertemuan pertama dengannya di sana. Dia, Hannes Loanhert, anak ayahku dari istri sahnya. Aku tau, aku tak akan bisa bersamanya, karena kami punya hubungan darah. Tetapi, aku tak kehabisan akal, dengan nekat aku mencari-cari informasi di sosial media, atau dengan membaca banyak refrensi buku, lalu menyusun rencana sedikit demi sedikit. Meminta ayahku untuk membeli beberapa alat laboratorium sains dan kimia. Ayahku menurut saja, mungkin dia berpikir aku ingin melanjutkan studyku. Padahal, ini kulakukan karena cinta dan obsesi yang tumbuh di hatiku. Jika tidak dengannya, maka dengan seseorang yang mirip dengannya, tidak masalah bukan?
Dua tahun berlalu, aku sudah melakukan banyak hal. Bahkan kamarku sekarang terdapat banyak buku yang kususun di rak kayu tua. ‘Ketika cinta hadir maka bukupun akan berbicara’, itu hal yang aku lakukan.
Seperti hari ini, kamarku sangat berantakan, buku berserakan dimana-mana, aku belum merapihkannya. Jangan salah sangka, semenjak kejadian itu aku bukan anak manja yang kamarnya dirapihkan oleh pembatu. Aku merapihkan semuanya sendiri agar tak ada yang tau rahasia besarku, bahkan orangtuaku sekalipun. Aku bergegas bersiap, mencari outfit yang pas untuk ke kafe buku itu lagi. Ada bagian dalam kafe yang belum kujamah, aku yakin di sana masih banyak cara untuk menyempurnakan ideku.
Menuruni tangga, aku melihat ibu sedang menonton tv sendirian. Meminta ijin sebentar lalu pamit pergi menaiki sepeda ontel kesayanganku. Setelah sampai, aku memparkir sepedaku tak jauh. “Ehm, permisi kak. Mau nanya, apa boleh meminjam salah satu buku di rak paling belakang?” tanyaku meminta ijin.
Setelah mendapat anggukan dari barista kafe, aku bergegas menuju rak paling belakang. Membaca dengan teliti judul buku yang tertera. Yang tidak diketahui banyak orang, dibalik rak paling belakang berisi buku-buku sains, teknologi, dan buku khusus eksperimen-eksperimen kimia. Melangkah kesalah satu rak yang paling kanan, membaca judul dengan teliti. Ketemu. “REKAYASA GENETIKA PADA MAKHLUK HIDUP” judul yang tertera pada rak paling atas. Melihat sekeliling, menarik kursi untuk mengambilnya. Aku membaca ulang judul yang tertera di cover buku. Tersenyum tipis. Aku semakin dekat dengan rencana yang sempurna.
Merasa ada seseorang dibelakang, aku menoleh, seseorang menatap tajam diriku. Satu kata, tampan. “REKAYASA GENETIKA? Kau study sains? kudengar dari pria tua itu, kau berhenti di SMA, tapi kulihat kau sering ke sini untuk membaca banyak buku” ah, ternyata aku dipehatikan secara diam diam. Rasa senang muncul di hatiku. Mataku berkilat penuh minat sekilas, lalu pura-pura tak suka. “Lalu, apa hubungannya denganmu, tuan? Ini hidupku tak perlu kau urusi” aku hendak pergi, tetapi tanganku ditahan olehnnya. “Oh yaa? Kurasa aku salah kemarin karena melihat seseorang mengikutiku diam-diam” seringainya. Kepalang malu, aku segera menyentak tangannya dan pergi dari sana.
Mengayuh sepedaku, setelah tadi meminjam buku. Mari kita pulang, melakukan rencana selanjutnya. Pikiranku melayang, berharap tidak terjadi sesuatu yang fatal. Sesampai di rumah, aku melihat mobil ayah sudah terparkir rapih di garasi. Sepertinya ayah pulang, melirik jam klasik di tanganku, pukul 13.15 siang. Ada keperluan apa ayah pulang? Batin bertanya.
Baru saja masuk, aku sudah dihadiahi tatapan tajam ayah dan ibu. Ada apa? Apakah aku membuat kesalahan?
“Darimana kamu, Anne?” suara bariton ayah terdengar. “Eh, aku habis dari kafe kota ayah, kenapa memangnya?” ku lihat mata ayah menajam. Hatiku gelisah tak karuan. Firasatku mengatakan telah terjadi sesuatu. Blank. Tidak, tidak mungkin kan? Tidak mungkin ayah mengetahui sesuatu tentangku? Tas selempang berisi buku kupegang erat.
“Anne, kau tahu, dua tahun lalu ada kasus di rumah sakit kota milik Leonhert. Seorang pasien laki-laki berusia 24 tahun menghilang saat tengah malam. Berita itu tersebar luas. Ku pikir dia diculik seseorang yang mungkin musuhnya, Karena dia pengusaha muda yang dua tahun lalu kecelakaan” blank, otakku seketika blank. Bagaimana ini, apa maksud ayah? Batinku bertanya-tanya. Melihat keterdiamanku, ayah melanjutkan ucapannya. “Dia adalah Andrew Marion, anak tunggal dari tuan Muria Marion, keturunan bangsa Yunani satu satunya di kota ini, juga teman kakak tirimu, Hannes” tubuhku semakin gelisah. Kepalaku menunduk, mataku bergetar menahan sesuatu.
“Kau sepertinya tau sesuatu, Anne, apakah tebakkanku benar?” lagi ayahnya memberi pertanyaan.
“Apa maksud ayah, aku tidak tahu menahu soal itu” jawabku berusaha tidak gugup. “Oh, ya? ibumu bilang dua tahun lalu kau pernah mengunjungi rumah sakit untuk memeriksa sesuatu”
“Ayah, jikapun aku pernah ke sana bukan berarti aku melakukan kejahatan” sanggahku cepat. “Lalu, apa yang ada dibalik rak buku di kamarmu? Seorang pemuda terbaring tak berdaya dengan alat-alat canggih yang penah kau pinta padaku” tubuhku menegang. “AYAH!” Aku tanpa sadar berteriak. Menjadi anak durhaka yang membentak ayahnya sendiri, tapi emosiku saat ini tak bisa lagi kukontrol.
“Bukankah sudah aku katakan tak ada seorangpun yang boleh memasuki kamarku. Termasuk ayah dan ibu. Aku punya kehidupan sendiri” amarahku memuncak. Mataku memerah akibat emosi yang meluap luap.
“Anne! Jaga bicaramu pada ayahmu sendiri. Kau tau kau salah melakukan ini. Ibu tidak pernah mengajarimu membuat kejahatan. Apa yang kau lakukan dengan obsesi gilamu itu, Anne. Ayahmu menanggung semua tanggung jawab atas kehilangan putra tunggal tuan Muria, dan ternyata pelakunya adalah anaknya sendiri. Apakah kasih sayang kami kurang untukmu, Anne?” kemarahan ibu ikut meluap. Suasana tegang di ruang tamu tercipta.
Aku terkekeh pelan, lalu menatap ayah dan ibu, tersenyum manis. “Ya, aku memang gila ibu. Anak gadismu ini gila. Aku jatuh cinta padanya, apakah salah jika aku jatuh cinta, ibu?” tanyaku tersenyum manis. Ayah menatapku sendu penuh penyesalan dan kekecewaan. Tapi aku tak perduli, keinginanku tak ada yang bisa mencegah. Sudah banyak usaha yang kulakukan, bukankah cinta harus diperjuangkan? Tanpa sepatah kata lagi, aku menaiki tangga ke atas menuju kamarku. Aku harus menyelesaikan semuanya, lalu pergi dari kota ini, dan hidup berdua dengan kekasih. Hahaha, menarik sangat menarik.
Membuka pintu, ah ayahnya ternyata sudah melihat semua barang-barang eksperimennya. Aku mendorong rak kayu di kamarku, terdapat ruangan kecil dengan seseorang terbaring di ranjang kecil. Pemuda tampan, dia Andrew Marion, yang akan kuubah menjadi pemuda yang sempurna. Menyiapkan suntikan yang sudah disterilisasi. Hari ini, aku akan menyempurnakannya. Membuka buku yang kupinjam tadi, membaca sebentar bab pertama “TRANSFER GEN”, teknik transfer gen ini digunakan pada tanaman, tapi aku menggunakannya pada tubuh manusia.
Teknik ini merupakan pendorong penelitian mengenai molekul dan fungsi gen, yang dilakukan dengan bukti bahwa gen terbuat dari asam DNA, oleh dua orang peneliti, Osward Avery dan Maclyn McCarty. Mereka merupakan ahli bakteorologi dan ahli genetika. Tetapi, tak ada yang bisa memahami itu semua. Hingga akhirnya James Watson, ahli biologi dari Amerika dan seorang fisikawan inggris yaitu Crick, memberikan jawaban mengenai molekul DNA yaitu sebagai molekul beruntai dua, melingkar dalam heliks ganda. DNA sendiri mengandung informasi keturunan, dan bisa direplikasi. Di beberapa buku, dijelaskan, seseorang bisa tes DNA agar tau mereka satu golongan atau tidak.
Tetapi, yang kuingin tau adalah cara meng-transfer gen seseorang kepada orang lain. Aku sudah mengesktrasi rambut seseorang untuk kusuntikan ke dalam tubuh Andrew. Aku berharap ini berjalan lancar. Dengan alat-alat canggih yang kupinta pada ayah dua tahun lalu, aku melakukan uji coba ini. Efek sampingnya memang cukup serius, tapi demi cinta ini akan kulakukan. Keringat mengucur di pelipisku. Bukuku sudah berserakan, bahkan rak di belakangku sudah tak karuan. Aku berdoa semoga ini berhasil dan tidak berakibat fatal. Selama dua tahun ini aku berusaha semaksimal mungkin agar hasil yang kuinginkan tercapai.
Dua hari berlalu, aku tak keluar dari ruangan ini sedikitpun. Mataku sudah menghitam karena tak tidur. Tubuhku mulai kurus karena aku tak makan. Daripada lapar, aku lebih memikirkan kejadian selanjutanya. Aku memutuskan keluar sebentar, mendorong salah satu rak buku, lalu terbuka berderit seperti pintu. Ya, itu rahasia didalam kamarku. Kulihat kamarku sudah rapih. Sepertinya pembantu yang merapihkan. Aku tak acuh, lebih baik mandi dan makan sedikit agar tubuhku kembali bugar. Selesai mandi, berganti pakaian, aku duduk termenung sebentar, melirik rak buku dari kayu di samping meja belajar. Aku penasaran apakah sudah bereaksi hasilnya atau belum. Aku bergegas mengisi energi, lalu kembali ke sana. Setelah selesai, aku mendekati rak kayu tua itu, menarik salah satu buku, dan terdengar suara berderit dari rak. Lalu aku masuk keruangan kemarin. Yaa, rak tua itu adalah jembatan pintu untuk ruangan rahasiaku. Mungkin kemarin lusa, ayahku berhasil menemukan cara untuk masuk ke sini. Tapi tak apa, aku sudah tidak perduli.
“Siapa kamu?” suara lemah dan sedkit dingin menyapa telinga. Aku menoleh ke arah ranjang kecil. Ah, Andrew ternyata sudah sadar. Sepertinya berhasil. Aku melihanya ingin bangun, tapi tak lama dia berteriak kesakitan. Aku terkejut, lantas menghampirinya. “Hei, kau tak apa? Apakah terjadi sesuatu? Jawab aku” seruku khawatir.
“Seluruh tubuhku sakit, rasanya seperti diremas. Tolong aku. Ini sakit sekali” serunya terbata-bata. Astaga apa yang terjadi. Aku tak berharap akan seperti ini. Sungguh ini keliru. Aku kembali memeriksa buku-buku di sana. Mencari sesuatu. Ayolah kumohon. Aku tak ingin sesuatu terjadi. Aku mengigit bibir kuat. Berusaha tenang. “Nona, kumohon. Ini sakit sekali” suara lemah itu memohon. Aku semakin tak karuan. Aku tak mungkin melewatkan sesuatu kan? Mengambil sisa buku di rak setelah semuanya tak ada jawaban. Membaca sedikit demi sedikit. Mataku terbelalak membaca sesuatu itu. Tubuhku bergetar hebat. Tidak, ini tidak boleh tejadi. Eksperimenku harus sempurna.
“Dalam penelitian, mengekstrasi kode genetik lalu menyuntikan ke tubuh manusia, jika keliru bisa membunuh inangnya, atau membuat cacat permanen hingga kelumpuhan total.”
Aku membeku. Kemudian melirik ranjang kecil itu, napasnya mulai tersendat. Ini di luar dugaanku. Meski aku tau terdapat beberapa efek samping pada penyuntikan kode genetik, aku tidak tau jika keliru bisa berakibat fatal. Sialan, sepertinya aku melewatkan sesuatu. Aku bergegas keluar. Menuruni tangga dengan tergesa-gesa. “Ayah, ibu dimana kalian?” aku berteriak kesetanan. Lalu melihat ruang tamu, mereka di sana. Aku berlari mendekat, tanpa permisi langsung menarik lengan ayah dan ibu. Mereka terkejut dengan aksiku. Tapi aku tak acuh karena keadaan genting sekali. Menaiki tangga dengan tergesa-gesa. “Anne ada apa, kenapa wajahmu panik sekali?” ayah terus saja bertanya. Memasuki kamar lalu mendorong rak tak sabar, terlihatlah sebuah ruangan kecil minimalis itu. Aku menunjuk ranjang kecil, di sana Andrew terbaring tak berdaya. “Ataga Anne, apa yang kau lakukan dengannya?” seru ayah marah. Lalu mengecek nadinya. Dan benar, pemuda itu sudah tak bernyawa.
“Kau keterlaluan ANNE! Karena obsesi gilamu itu, kau sampai membunuh orang tak bersalah. Ada apa denganmu Anne?” teriak ayah marah besar. Orang-orang yang mengukuti tadi lantas ikut melihat apa yang terjadi. Mereka semua syok. Ya mereka, adalah orang tua Andrew Marion, tuan dan nyonya Marion. Mereka mendekat cepat, lalu menangis pilu. Mereka sudah mencari kemana-mana anaknya, tapi nihil hasilnya. Dan ketika dipertemukan kembali, anaknya sudah tak bernyawa. Ya, Andrew Marion, meninggal karena eksperimen gila seorang Anne.
“Ayah, sungguh aku tak melakukan apapun. Aku hanya ingin mengubahnya seperti kak Hannes. Aku mencintai kak Hannes. Ayah, ku mohon, maaf ayah” teriakku menangis pilu. Aku melihat Hannes menatapku rumit, dia diam saja ketika aku ditarik paksa ayah untuk dibawa ke kantor polisi. “Aku mencintaimu, Hannes” ucapku, tersenyum sendu. Sedangkan ibu, hanya bisa menangis tak kuasa.
“Andai saja. Andai saja aku tidak pergi ke Zimmercafe’ Buchen, ini tak akan terjadi. Aku tak akan bertemu denganmu. Aku tak mungkin menaruh rasa padamu, benarkan Hannes?” aku menyesal. Maafkan aku Andrew.