Masih ingatkah kalian dengan Covid-19? Jika kalian mengingat virus yang mematikan itu, aku malah teringat dengan wajahnya yang masih terngiang di benakku. Saat itu adalah era new normal, sekitar bulan Agustus-Desember 2020, awal pertemuan kami.
Aku adalah gadis pendiam di kelasku. Waktu itu anak-anak tidak hadir secara full, namun dibagi menjadi dua sesi. Jika sesi pertama masuk hari ini, maka sesi kedua masuk di hari berikutnya.
Aku terdaftar di sesi pertama, kala itu aku duduk sendirian, memilih membaca buku daripada meladeni kebisingan di kelas. Ya, saat itu jam kami sedang kosong, tidak ada pembelajaran dari guru melainkan hanya dikasih tugas.
Tiba-tiba seseorang menyeletuk, membuatku mendongak padanya. Seorang lelaki tinggi dengan kulit sawo matangnya yang manis.
"Aku belum pernah melihatmu, siapa namamu?" tanyanya padaku sembari duduk di bangku yang ada di depanku.
Aku menyebutkan namaku, dan dia mengulanginya, membuatku tersenyum. Awal pertemuan kami hanyalah sebatas teman, dan tidak terduga akan menjadi dekat. Rasa kami mulai berubah, saling menyukai, namun tidak pernah terucap. Mata kamilah yang berbicara.
Di kelas itu aku memiliki teman, dan dia adalah mantan dari lelaki itu. Sebelumnya aku merasa biasa saja, meskipun ada rasa panas di hatiku. Mereka berdua saling menjahili satu sama lain di hadapanku. Aku hanya tersenyum geli melihat tingkah mereka berdua.
Kadang-kadang kami mengerjakan tugas bersama, bercerita, dan saling menggoda. Dia anak voli sekaligus aktif di Pramuka. Pantas saja dia populer. Tidak seperti aku, aku hanyalah gadis pendiam.
Dia mengajariku cara bermain voli saat pembelajaran olahraga. Dia membimbingku dengan sabar meskipun beberapa kali aku gagal dalam teknik servis. Hufh, cuma badanku yang tinggi tapi bodoh dalam bidang olahraga.
Tetapi aku berhasil berkat dia. Aku bersyukur memiliki teman sepertinya. Kehadirannya benar-benar membuatku bahagia.
Dia sering memanggil namaku saat kami sedang berpapasan. Tak jarang mata kami selalu bertatapan, cukup lama, lalu membuang muka.
🥀🥀🥀
Sekitar bulan Januari-Mei, perasanku padanya semakin dalam. Setiap mata kami bertemu, aku merasa jantungku ingin meledak. Inikah rasanya jatuh cinta? Tanyaku pada diriku sendiri.
Namun beberapa minggu kemudian, aku mendengar bahwa dia berpacaran dengan gadis kelas sebelah. Aku benar-benar terkejut sekaligus tidak percaya dengan perkataan temanku. Ya, aku bersikap acuh tak acuh walaupun kebenarannya, hatiku terbakar. Aku tidak pernah mengungkapkan tentang "aku menyukai dia" pada temanku, mereka tidak bisa dipercaya. Mulut mereka ember, tapi aku menyayangi mereka.
Suatu hari, pacarnya datang ke kelas kami ketika waktu istirahat tiba. Saat itu suasana kelas sedang sepi. Aku duduk sendirian, mengerjakan tugas yang belum ku selesaikan. Aku dapat melihat mereka dari ujung mataku. Mereka duduk di bangku yang bersebelahan denganku.
Aku berpura-pura tidak terganggu dengan kehadiran mereka. Tiba-tiba "cup" suara kecupan yang jelas itu membuatku membeku di tempat. Barusan.... dia mencium pacarnya? Apakah dia sengaja?
Aku tidak tahu mengapa dia melakukan itu saat dikelas hanya ada kami bertiga. Mungkinkah, dia hanya ingin menunjukkan kasih sayang pada pacarnya itu?
Tiba-tiba saja dia beranjak dari tempat duduknya, menghampiri ku. Aku langsung cepat-cepat menulis, membuatku seolah-olah sibuk dengan tugasku. Dia berdiri di depanku sambil mencondongkan tubuhnya untuk mendekat padaku.
Pandangan ku tetap tertuju ke buku.
"Kamu sudah selesai, belum? Ada salah satu soal yang tidak bisa aku pahami," katanya dengan suar khasnya yang lembut.
"Soal yang mana?" tanyaku.
Dia semakin mencondongkan tubuhnya. "Yang ini," ujarnya sembari menunjukkan nomor soal yang tertulis di buku ku.
Aku menjelaskan soal itu kepadanya, dan syukurlah, dia cepat memahami penjelasan ku. Aku ingin dia segera pergi dari hadapanku. Sementara itu, aku melirik pada pacarnya yang ternyata sedang mengerjakan tugasnya. What? Apakah dia memanfaatkan pacarnya?
Dia pun pergi dari hadapanku dan kembali duduk di samping pacarnya, seraya mengelus kepala gadis itu yang tersipu malu. Hubungan mereka tidak bertahan lama, hanya beberapa hari saja, aku mendengar bahwa mereka break up.
Mendengar itu seketika aku menjadi lost interested padanya. Bahkan saat mereka masih berpacaran, tatapan dia tidak lepas dariku saat aku berjalan melewati mereka.
Aku sadar, dia lelaki playboy. Dari satu suara ke suara yang lain, aku mendengar bahwa dia memang suka ganti pacar sejak kelas sepuluh. What the hell!!!
Namun perasaanku padanya belum sirna sepenuhnya. Tatapan dia semakin dalam saat menatapku. Seolah-olah dia ingin mengatakan sesuatu, namun sepertinya dia juga ragu-ragu.
Dia terus mengucapkan namaku saat kami berpapasan, berhadapan, dan terkadang saat aku sedang melamun. Dia selalu tersenyum padaku, membuat hatiku kembali luluh.
Dan terakhir kali aku mendengar suaranya, saat hari kelulusan tiba. Dia memanggil namaku untuk yang terakhir kalinya, sebelum akhirnya kami benar-benar berpisah. Cinta yang tidak pernah terucap, namun diutarakan melalui mata.
Selamat tinggal....