CHAPTER 2
Pelarian Paling Tidak Profesional di Dunia_
Raka baru sadar satu hal penting saat ia dan Lyra melompat dari atap gedung ke gedung berikutnya.
Ia tak bisa lompat sejauh ini.
“GUE BUKAN PARKOUR!” teriak Raka saat Lyra menarik kerah jaketnya di udara, mendaratkannya dengan mulus di atap gedung sebelah.
“Sekarang kamu parkour,” jawab Lyra santai sambil terus berlari. “Adaptasi cepat itu penting.”
Di belakang mereka, langit Neoterra makin kacau. Retakan hitam bercahaya ungu membelah awan, menurunkan makhluk-makhluk aneh—campuran data rusak dan sihir liar. Beberapa terlihat seperti binatang pixel yang salah render, lainnya seperti ksatria berzirah digital dengan mata kosong.
Drone keamanan kota terbang tak beraturan, sebagian diserang makhluk tersebut, sebagian lagi justru menyerang warga.
“Ini bukan hari biasa, kan?” tanya Raka sambil menghindari ledakan kecil.
“Bahkan untuk Neoterra, ini termasuk hari sial tingkat nasional,” kata Lyra.
Mereka meluncur ke bawah melalui seluncuran darurat gedung, mendarat di jalanan bawah yang penuh kabel dan uap neon. Sirene meraung di segala arah.
Raka terengah. “Oke… kita kabur ke mana?”
Lyra berhenti di depan sebuah gang gelap dengan simbol sihir berputar di udara. “Ke tempat yang seharusnya tidak ada.”
“Gue benci jawaban misterius.”
Lyra menekan rune di udara. Realitas bergetar, lalu gang itu membuka mulut—secara harfiah. Seperti lorong yang menguap, memuntahkan cahaya biru.
Raka menatapnya. “Gang itu barusan… makan jalanan.”
“Jangan dipikirkan,” kata Lyra sambil masuk. “Nanti kamu pusing.”
“TERLAMBAT!”
Mereka tersedot masuk.
---
Raka jatuh terguling dan menabrak sesuatu yang empuk.
“AU— eh… sofa?”
Ia membuka mata. Mereka berada di sebuah ruangan luas bergaya perpustakaan futuristik. Rak melayang di udara, penuh buku bercahaya dan chip data. Di tengah ruangan berdiri lingkaran sihir besar bercampur panel hologram.
“Selamat datang di Hideout Nexus,” kata Lyra.
“Tempat persembunyian rahasia?”
“Tempat persembunyian sangat ilegal.”
Sebuah suara tua muncul dari udara.
“Lyra, kamu membawa masalah lagi?”
Hologram seorang pria tua berjanggut panjang muncul, tubuhnya setengah digital, setengah transparan.
“Paman Kade,” sapa Lyra. “Aku membawa… katalis.”
Kade menoleh ke Raka. Matanya menyipit.
“Oh. Yang ini kelihatan rapuh.”
“HEY!”
Kade mendekat, memeriksa simbol bercahaya di lengan Raka. Wajahnya berubah serius.
“Sigil Nexus aktif,” gumamnya. “Sudah lama sekali…”
“Apa sih semua orang lihat tato gratis gue dan langsung panik?” Raka mengeluh.
Lyra menyilangkan tangan. “Paman, kota sedang diserang. Retakan dimensi sudah terbuka.”
Kade menghela napas berat. “Berarti Ordo Null bergerak lebih cepat dari perkiraan.”
Raka mengangkat tangan. “Oke, berhenti. Siapa Ordo Null? Kenapa mereka jahat? Dan kenapa hidup gue tiba-tiba kayak game RPG murahan?”
Lyra menatapnya. “Karena kamu terpilih.”
“Alasan paling malas sedunia.”
Kade tertawa kecil. “Aku suka anak ini.”
Ia menjentikkan jari. Hologram kota Neoterra muncul, dengan titik-titik merah menyebar cepat.
“Ordo Null percaya dunia ini cacat,” jelas Kade. “Perpaduan teknologi dan sihir menurut mereka adalah kesalahan. Mereka ingin reset realitas.”
“Reset?” Raka menelan ludah. “Kayak… hapus semuanya?”
“Ya,” jawab Lyra pelan. “Termasuk kita.”
Ruangan hening sejenak.
Raka duduk di sofa, memijat wajahnya. “Gue cuma mau hidup normal. Kerja, makan, tidur, ngeluh soal harga makanan.”
Lyra duduk di seberangnya. “Aku lahir di dunia ini. Normal itu relatif.”
Tiba-tiba alarm di Hideout berbunyi.
> INTRUSI TERDETEKSI.
Kade mengumpat. “Mereka melacak kita!”
Dinding bergetar. Portal hitam terbuka, dan tiga sosok berjubah abu-abu muncul. Wajah mereka tertutup topeng polos tanpa ekspresi.
“Serius,” kata Raka berdiri. “Topeng tanpa muka? Klise.”
Salah satu anggota Ordo mengangkat tangan. Realitas di sekitarnya retak seperti kaca.
“Serahkan pembawa Sigil,” suara mereka bergema. “Ia milik kehampaan.”
Lyra menarik dua belati bercahaya. “Coba ambil.”
Pertarungan pecah.
Lyra bergerak cepat, belatinya menari, memotong realitas dan tubuh sekaligus. Kade memanggil rune pertahanan, menciptakan dinding cahaya.
Raka? Ia berdiri panik.
“Aku harus ngapain?!”
“Gunakan Sigil!” teriak Lyra.
“AKU NGGAK TAU CARANYA!”
Salah satu anggota Ordo menyerang Raka. Refleks, Raka mengangkat tangannya.
Simbol di lengannya bersinar terang.
Waktu berhenti.
Segalanya membeku—ledakan, cahaya, bahkan ekspresi marah musuh.
Raka menatap sekeliling, terkejut. “Oke… ini baru keren.”
Ia melangkah mendekati musuh, menyentuh topengnya.
Waktu kembali berjalan.
BOOM!
Musuh terpental keras ke dinding, hancur menjadi fragmen data gelap.
Semua terdiam.
Lyra menatap Raka dengan mata melebar. “Kamu… baru saja menekuk realitas.”
Raka menatap tangannya sendiri. “Gue bahkan nggak sengaja.”
Kade tersenyum lebar. “Luar biasa.”
Namun senyum itu cepat hilang saat seluruh Hideout bergetar hebat.
“Retakan utama terbuka,” kata Kade serius. “Dan ini baru permulaan.”
Lyra menatap Raka. “Sekarang kamu tahu kenapa kami butuh kamu.”
Raka menghela napas panjang, lalu tersenyum miring.
“Baiklah,” katanya. “Kalau dunia mau hancur… setidaknya gue mau hancur sambil paham kenapa.”
Di luar sana, Neoterra berteriak dalam cahaya neon dan sihir rusak.
Dan jauh di balik kehampaan, seseorang tersenyum—mengetahui bahwa bidak terpenting akhirnya terbangun.
Buat kalian sorry banget klo cerpen ini ga Langsung tamat,nah ini buat capter 2 dan maaf banget kalo ada kalimat dan kata yang salah dalam penulisan dan semoga kalian suka sama novel ini....