Beberapa objek itu muncul barang sekali dua kali dalam semenit. Seekor kelinci dengan baju pink yang centil mengernyitkan dahi lalu melompat dan terbang menembus jam dinding Mackenzie. Remaja yang bisa melihat objek aneh itu tidak kaget sedikit pun, semuanya terasa biasa saja, membaur pada dunia yang fana.
"Mackenzie, Mackenzie, Gojigoji Himawari!"
Sebuah mainan kayu berbentuk matahari berkaca mata hitam merasuki telinga Mackenzie. Gojigoji ia mengenalkan namanya. Ia mengaku matahari dari jepang. Mackenzie tidak peduli hingga Gojigoji tenggelam karena gelap malam.
"Satu, dua, tiga, empat...seratus lima puluh tiga" bibir Mackenzie capek mengucap angka-angka, sedang matanya mulai sayu, namun ia tak bisa memejamkan matanya lalu terlelap. "Aku di mimpi, kah, ini?" Ia mencubit pipi merahnya, sakit yang dirasakannya.
Mackenzie menarik selimutnya ke arah mukanya hingga kakinya terlihat. Jari-jari kakinya menggelitik, meledek domba-domba yang sudah ia ciptakan memenuhi ruang tidurnya. "Domba tapi mengaung", ujarnya.
Malam semakin larut, jendela ia buka, angin berembus masuk. Poni Mackenzie tersibak sedikit, terlihat jidatnya. Mackenzie meracau dirinya sendiri. "Aku capek dengan semua ini".
"Gojagoja satelit bumi, satelit bumi, satelit bumi".
Datanglah plastisin berbentuk bulan yang agak penyok, ia sedikit menyala seperti pendar kunang-kunang. Ia mengaku dari luar angkasa. "Halo, malam, Mackenzie sayang". Ia memutari dan membentuk cahaya di mata Mackenzie. Mackenzie mengusirnya seperti lalat. "Gojagoja, aku ingin tidur".
Tak lama Gojagoja datang, lampu kamar Mackenzie berkedip-kedip. Seekor burung hantu kekar jatuh dari bawah lampu, lalu berdiri menatap tajam Gojagoja. "Gojagoja, kamu menggangguku sehingga aku datang kemari". Tubuh kekarnya membentuk bayangan karena menutupi lampu kamar.
"OMG! Burung sialan! Aku di pihak Gojagoja deh, aku kan mau tidur", Mackenzie menggerutu, ia tahu jika burung hantu kekar itu adalah nokturnal.
"Gojagoja satelit bumi, hai burung hantu kekar, aku hanya ingin membuat cahaya yang tenang agar mata Mackenzie cepat tertutup", Gojagoja tersenyum.
"Gojagoja penyok! Karenamu, aku ikut mengantuk, aku sedang memburu koloni permen", burung hantu ternyata belum sama sekali mendapat satu permen.
"Huft, mulai", Mackenzie menghela napas.
—
"Sering mendengar dan melihat sesuatu?"
"Sudah biasa"
"Bisa membedakan mana yang nyata dan tidak?"
"Semua terlihat nyata tapi..."
"Tapi apa?"
"Beberapa seperti TV yang kehilangan sinyal".
"Sudah tahu kamu mengapa?"
"Sudah, maaf, makanya aku ke sini lagi".
"Itu hal yang tepat".
—
Mackenzie terbangun dari tidurnya. Ia mulai bersiap bekerja. Tas ia tenteng lalu bergegas pergi ke stasiun terdekat.
Sepanjang perjalanan kereta, apalagi saat di lorong. Ia melihat batang tenggorokan yang menelan keretanya. Lalu keluar lagi melihat cahaya, gajah-gajah beterbangan dengan gelembung yang ada di ujung belalainya. Sebuah pemandangan yang biasa bagi Mackenzie.
Setibanya di kantor, Mackenzie menyapa teman-temannya, juga hiu muda ganteng yang selalu menyeduh kopi di pagi itu. Lalu ia duduk di kursi kerjanya dan melihat notes yang ia sembunyikan di bawah tatakan tetikus. "28 November 2025-habis".
"Ah, shit, pantas saja, skizofreniaku kambuh."