Langit Jakarta menjelang senja dipenuhi warna jingga yang berpendar di kaca gedung-gedung tinggi. Di tengah hiruk pikuk itu, seorang pemuda berjaket lusuh turun dari Transjakarta. Wajahnya teduh, matanya bersinar lembut, tetapi langkahnya penuh kehati-hatian. Namanya Alvero Renzo.
Alvero Renzo bukan siapa-siapa, setidaknya itulah yang dikatakannya pada dunia. Namun, di sebuah kota kecil di Sulawesi, dia adalah anak tunggal dari keluarga terpandang yang memiliki bisnis besar. Setelah ibunya meninggal, ayahnya menikah lagi, dan sejak itu Alvero tak lagi punya tempat. Ia memilih pergi ke Jakarta untuk hidup mandiri, membawa tabungan seadanya dan cerita masa kecil yang menyakitkan.
Jakarta mengajarinya banyak hal: bahwa hidup tak pernah berhenti berjalan, bahwa kebaikan datang dari orang asing, dan bahwa kesulitan bukan musuh, melainkan guru.
Alvero bekerja serabutan kurir paket, barista, sampai petugas gudang. Walaupun hidup sederhana, ia selalu menolong siapapun yang ia temui: kakek-kakek yang kesulitan menyebrang, rekan kerja yang dimarahi pelanggan, atau anak kecil yang kehilangan dompetnya. Karena kebaikannya, banyak yang menyayanginya. Tapi ia juga menjadi sasaran iri beberapa orang yang merasa Alvero "terlalu menonjol".
Suatu sore, saat Alvero mengantar paket di kantor media digital "AuraKasana", ia bertemu dengan Kyra Aluna, seorang content editor muda yang cerdas. Kacamata bulat dan rambut hitam panjangnya membuatnya tampak seperti karakter utama drama Korea, tetapi sikapnya sangat sederhana.
Kyra tersenyum ketika menerima paket. "Mas, kok namanya Alvero Renzo? Serius?".
Alvero tersenyum canggung. "Nama pemberian almarhum mama."
Kyra sering memesan paket ke kantor, dan setiap kali kurir yang datang adalah Alvero, mereka selalu berbincang sebentar. Diam-diam, Kyra mengagumi Alvero, Alvero selalu tampak sopan ringan tangan, dan tulus, karakter yang jarang di temui di kota besar.
Namun kebahagiaan kecil itu tak berlangsung lama. Di tempat kerja Alvero, seorang rekan bernama Eren merasa tersaingi. Eren iri karena pelanggan lebih sering mencari Alvero, dan bos mulai mempercayai Alvero sebagai koordinator shift.
Suatu malam, ketika Alvero hendak pulang dari gudang, Eren dan dua temannya menghadangnya. "Lo tuh sok baik!" ejek Eren. "Padahal nyari muka. Berhenti pura-pura jadi pahlawan deh!"
Alvero hanya tersenyum. "Kalau gue bikin salah, ngomong aja. Gak perlu kayak gini."
Tapi Eren tak mau mendengar. Mereka memukul dan menendangnya hingga Alvero jatuh, tubuhnya memar. Namun di tengah rasa sakit, Alvero menatap mereka dengan wajah yang tak menyimpan dendam.
"Gue maafin kalian," katanya pelan.
Ucapan itu membuat Eren terdiam. Mereka pergi, meninggalkan Alvero yang terkulai di pinggiran jalan raya.
Kyra yang kebetulan lewat dengan ojek online, melihat Alvero. Ia segera membawa Alvero ke klinik terdekat dan menemaninya sepanjang malam. Saat Alvero terbangun, Kyra menatapnya dengan mata berkaca-kaca.
"Kenapa kamu ga melawan?" tanya Kyra.
Alvero tersenyum lemah. "Karena kalau aku balas, aku sama saja dengan mereka."
Kyra tak bisa berkata apa-apa. Di tengah dunia yang keras, ada seseorang seperti Alvero dan ia merasa hatinya mulai bergerak.
Beberapa hari kemudian, ayah Alvero datang ke Jakarta. Lelaki itu sudah menua, namun wibawanya tetap terasa. Ia menemukan Alvero berkat bantuan Kyra yang menghubunginya setelah membaca kontak darurat di dompet Alvero.
"Alvero," ujar ayahnya, Ayah sudah mencari kamu kemana-mana. Ibu tirimu...dia sudah pergi. Dan ayah ingin kamu pulang. Bisnis keluarga menunggu pewarisnya."
Alvero terkejut. Dunia yang ia tinggalkan setelah luka lama kini memanggilnya kembali. Kyra memandangnya, takut kehilangan seseorang yang baru saja ia temukan.
"Aku...aku cuma kurir di sini," ucap Alvero pelan.
Ayah menggeleng. "Tidak. Kamu anakku. Pewaris keluarga besar Renzo. Kamu calon penerus perusahaan, Alvero."
Kyra terperangah. Kurir yang selama ini membuatnya kagum ternyata pewaris sebuah perusahaan besar.
Alvero menunduk. "Saya akan pulang, Ayah. Tapi bukan untuk jadi raja harta. Saya mau belajar dulu bagaimana jadi manusia yang berguna."
Ayahnya tersenyum haru. "Kau sudah lebih dari itu, Nak."
Beberapa bulan kemudian, Alvero kembali ke Jakarta, bukan sebagai kurir, tetapi sebagai direktur muda yang rendah hati. Ia mengajak Kyra makan di kafe kecil yang dulu sering mereka kunjungi.
"Kyra," katanya sambil tersenyum. "Kamu mau...ikut membangun sesuatu? Hidup baru...masa depan baru?"
Kyra tersenyum malu. "Kamu yakin? Aku cuma content editor biasa."
Alvero menggeleng. "Kyra, kamu satu-satunya yang melihat aku sebagai manusia ketika orang lain melihat aku sebagai tidak siapa-siapa. Itu cukup."
Kyra mengangguk, dan senja kembali berpendar di kaca jendela kafe itu.
Dan begitulah, kisah Alvero Renzo pemuda yang ditempa kesulitan, dituntun oleh kebaikan, dan menemukan cintanya di tengah kota yang tak pernah tidur.