Hari ini Sabtu, suasananya cerah, dan dua sahabat—Alice dan Ana—sudah siap berangkat ke rumah kakaknya Ana. Ada acara nikahan ponakan Ana, dan mereka diminta bantu-bantu masak di dapur.
Yang paling semangat tentu saja Ana. Maklum, hari ini hari bersejarah: Toni, pacar online-nya yang selama ini cuma nongol lewat chat dan video call, mau datang dari luar kota. Pertama kali ketemu! Ana sampai dandan kayak mau masuk TV.
“Pokoknya aku siap lahir batin,” kata Ana penuh percaya diri.
Alice cuma geleng-geleng.
“Semangat 45 sekali, Bu.”
Toni Datang
Sekitar jam sembilan lewat, suara motor berhenti di depan rumah.
“Itu diaaa!” teriak Ana, langsung lari sambil senyum-senyum kayak kena hipnotis.
Toni turun dari motor, pakai jaket hitam, rambutnya sedikit berantakan kena angin perjalanan. Begitu ketemu Ana, mereka langsung ngobrol—dan nggak berhenti-berhenti. Alice sampai ngeliatin sambil nahan ketawa.
Waktu berjalan cepat, dan mereka makin asyik. Sampai akhirnya Ana nyeletuk,
“Lis, kira-kira acara nikahan sampai jam berapa ya?”
Alice jawab santai, “Malam kali.”
Padahal… ternyata udah mau selesai.
Ide Buntut-buntut
Karena bosan duduk-duduk nggak jelas, Alice punya ide.
“Eh, ke rumah kakakku yuk. Ada ibadah syukuran. Daripada bengong di sini.”
Akhirnya mereka bertiga cabut. Ikut ibadah sampai selesai, makan sedikit, terus pulang buat mandi dan siap-siap lagi.
Setelah dandan seadanya, mereka kembali ke tempat nikahan…
dan…
Acara sudah SELESAI.
Mereka bertiga cuma bisa saling pandang terus ngakak.
Cari Penginapan & Kafe
Mereka pun mengantar Toni ke penginapan. Setelah dapat kamar, mereka lanjut cari kafe.
Kafe pertama: penuh.
Kafe kedua: lumayan estetik, tapi tempat duduknya bikin bokong protes.
“Aku nggak nyaman di sini. Pindah yuk!” kata Alice.
Akhirnya mereka nyebrang ke kafe seberang. Di meja tengah masih ada satu kursi. Alice dengan gaya sok santai langsung narik kursi lain dan duduk di tengah Ana dan Toni.
Sambil nunggu pesanan, Alice ikut nyanyi lagu yang diputar. Santai. Bahagia. Hidup terasa damai.
Sampai…
MOMEN MENGGAGETKAN
Ana tiba-tiba mendekat dan berbisik pelan,
“Lis… lis… Ada Bang Arman.”
Alice menghentikan nyanyiannya. “Apa?”
“Ada Bang Arman,” ulang Ana.
Secara refleks, Alice menoleh ke pojok kanan.
Dan benar saja—Bang Arman sedang duduk dengan dua temannya. Dia senyum ke arah Alice.
Alice langsung kaku macam patung pancasila upacara Senin pagi.
“Eh, bang… manusia…” ucap Alice, salah tingkah.
Bang Arman balas senyum santai. Tapi Alice?
Dalam hatinya: Tolong… ada portal Doraemon nggak? Aku mau masuk.
Misi Kabur
Pelayan datang membawa tiga gelas cappuccino dingin. Alice langsung seruput sekali…
TONI dan ANA terkejut.
“Lis… baru sekali sedot kok tinggal setengah?” pikir Toni sambil melirik.
Dua menit kemudian…
HABIS.
“Cepat habisin! Aku nggak betah di sini!” bisik Alice panik.
Ana dan Toni ngebut minum. Toni langsung ke kasir bayar.
Alice berdiri duluan, udah siap kabur.
Sebelum pergi, dia sempat dadah ke Bang Arman, “Bang… balik dulu ya…”
Bang Arman cuma angguk sambil bingung: Ini bocah kenapa?
Muter-muter Kota
Karena malam masih muda, mereka cari tempat nongkrong lain. Tapi semua penuh. Kota kayak lagi konser.
Toni yang baru pertama kali ke kota itu cuma bisa pasrah. Dalam hatinya:
Baru juga datang, kok petualangannya begini amat ya…
Akhirnya mereka menyerah. Mereka berhenti di bawah pohon akasia depan sebuah kantor.
“Udah lah, nongkrong di sini aja,” kata Alice.
Mereka duduk di pinggir trotoar, ketawa bareng mengingat kekacauan hari itu:
dari ga jadi ikut nikahan, pindah-pindah kafe, sampai misi kabur dari Bang Arman.
Malam itu berakhir dengan obrolan ringan, angin sepoi-sepoi, dan tawa yang bikin pipi pegal.
Lucu, capek, random… tapi seru.
Malam Minggu ala Alice, Ana, dan Toni memang beda.
---
Selesai