Dua garis.
"Hahahah... Ngak, ngak mungkin." Aku terkekeh geli, tanganku yang mengengam testpack bergetar tak karuan.
Aku berdiri di depan cermin kamar mandi, aku melihat wajahku. Bagaimana ini? Dengan gerakan kaku aku mengacak-acak rambutku.
"Ngak, ngak, ngak ini pasti salah. Testpack nya pasti rusak, iya Testpack nya pasti rusak." Ucapku menyangkal.
Aku takut, tapi aku penasaran. Esok harinya aku membeli lima testpack berbeda, aku mencobanya satu persatu dengan ritual yang sama, cuci tangan, ambil urine, teteskan, tunggu.
Percobaan pertama pagi itu, dua garis.
Siang, masih dua garis.
Sore, tetap dua garis.
Malam, masih dua garis.
Aku masih tidak percaya. Keesokan harinya, aku membeli lima lagi. Total sudah sepuluh testpack dari berbagai merek dan harga. Hasilnya tetap sama. Selalu sama.
Dua garis merah yang tanpak jelas setiap kali aku mencobanya. Membuatku semakin frustasi.
Aku meremas testpack terakhir begitu erat hinga plastik nya retak.
Perlahan, tangan ini meraba perut yang masih rata. "Aku harus gimana."
Aku tersenyum kecut, padahal hanya nikah kontrak lima bulan, tapi justru hamil.
"Sial."