Penulis :
1. Dhian Agung Pratiwi Nugroho
2. Eva Ayusahrinia
3. Siti Nuraisyah
4. Muhammad Fauzan Ramadhan
Angin sore berembus lembut di pantai Parangtritis. Langit mulai berwarna oranye keemasan, dan suara ombak terdengar seperti lagu yang menenangkan. Di tepi pasir, tiga sahabat duduk menikmati senja Rahayu, gadis pemberani yang selalu penasaran akan misteri alam; Saraswati, yang lembut dan penuh kehati-hatian; serta Raden, pemuda nelayan yang bijak dan tenang.
“Rahayu,” kata Saraswati sambil menatap laut, “konon katanya, Ratu Laut Selatan sering menampakkan diri kepada mereka yang berhati murni. Kau masih ingin melihatnya?”
Rahayu tersenyum. “Bukan ingin menantang, aku hanya ingin tahu apakah kisah itu nyata. Laut ini seperti memanggilku setiap kali aku datang.”
Raden menatap jauh ke cakrawala. “Kalau benar Nyi Roro Kidul ada, mungkin ia hanya ingin didengar, bukan ditakuti.”
Malam pun turun. Ombak semakin besar, dan angin membawa aroma garam yang tajam. Mereka menyalakan obor di tepi pantai, berharap cahaya itu bisa menjadi tanda penghormatan. Namun tiba-tiba, udara menjadi hening. Ombak berhenti, seolah waktu membeku. Dari tengah laut muncul cahaya hijau lembut yang berputar perlahan.
Dari dalam pusaran itu muncul sosok wanita cantik berpakaian hijau zamrud, rambutnya panjang terurai, wajahnya bercahaya bagai rembulan. Suaranya lembut namun penuh wibawa.
“Aku Nyi Roro Kidul,” ucapnya. “Kalian datang dengan hati yang berbeda dari manusia lain. Katakan, apa yang kalian cari di lautku?”
Rahayu menunduk hormat. “Ampun, Ratu Laut Selatan. Aku hanya ingin tahu... mengapa laut terasa hidup setiap kali aku memandangnya?”
Sang Ratu menatapnya penuh makna. “Karena laut memantulkan hatimu, Rahayu. Kau mencintai alam, maka laut pun membuka dirinya padamu.”
Raden bertanya pelan, “Apakah benar, Ratu, banyak orang yang hilang karena kemarahanmu?”
Senyum sang Ratu begitu tenang. “Aku tidak marah, Raden. Laut hanya mengambil mereka yang melupakan rasa hormat. Alam bukan musuh — ia guru yang sabar, tapi juga tegas.”
Saraswati bergetar menahan rasa takut bercampur kagum. “Jadi, laut bisa marah jika manusia serakah?”
“Benar,” jawab Nyi Roro Kidul. “Jika manusia terus merusak dan mencemari laut, maka lautan akan menuntut keseimbangannya sendiri.”
Cahaya di sekitar mereka semakin terang, dan angin kembali berembus lembut. Sebelum menghilang, Nyi Roro Kidul menatap Rahayu dalam-dalam.
“Rahayu, jagalah laut ini. Jadilah penjaga di dunia manusia. Karena laut dan manusia adalah satu kesatuan.”
Setelah itu, sosok sang Ratu perlahan menghilang, meninggalkan riak ombak dan wangi bunga laut yang lembut. Rahayu, Saraswati, dan Raden terdiam lama, menyadari bahwa mereka baru saja menyaksikan keajaiban.
Sejak malam itu, Rahayu memimpin warga desanya untuk menjaga pantai. Mereka membersihkan sampah, menanam pohon bakau, dan setiap tahun mengadakan upacara sedekah laut sebagai bentuk rasa syukur.
Dan setiap kali matahari tenggelam di balik ombak, Rahayu selalu melihat kilatan hijau di kejauhan — seolah Nyi Roro Kidul masih tersenyum dari kedalaman samudra, menjaga lautan dan mereka yang mencintainya.
Tamat.