Seorang lelaki berpawakan tinggi terpekur di pinggir jembatan.Pandangannya fokus pada aliran air sungai yang tenang.Berbeda dengan pikirannya yang melayang mengingat kejadian tempo hari lalu. Di mana, Ferdi dengan percaya diri membawa sekuntum bunga mawar untuk kekasihnya.
"Sudah lama ya,nunggunya?"tanya Ferdi dengan senyum terpatri di wajahnya.
Fadia hanya tersenyum tipis.Menepuk kursi di sebelahnya agar Ferdi duduk di sampingnya.Ferdi menatap kekasihnya yang terlihat sedih.
" Kamu kenapa?" pertanyaan Ferdi membuat Fadia menghela nafas pelan.
"Maaf... "hanya kata itu yang lolos dari mulutnya. Ia melepas kalung liontin pemberian Ferdi.
Senyum Ferdi lenyap," apa maksudnya Fadia?" menatap nanar kalung pemberiannya satu tahun yang lalu di telapak tangannya.
Mata Fadia mulai berkaca-kaca,"maaf Ferdi, sampai di sini saja hubungan kita"
Bagai di sambar petir di siang bolong mendengar ucapan kekasihnya.
"Maaf Ferdi, bukannya aku tidak mencintaimu... tapi keadaan yang memaksaku"Fadia berhenti berbicara mengatur nafas, air matanya terus mengalir.
Melihat wajah sembab kekasihnya,Ferdi memeluknya erat.
" Ibuku sakit, mungkin waktunya sudah tidak lama lagi.Aku hanya ingin mengabulkan permintaan terakhirnya.Ibuku telah menjodohkanku dengan anak sahabatnya"
Ferdi mengusap punggung kekasihnya,bohong jika ia tidak kecewa, marah, dan sedih.Menatap kosong bunga-bunga yang melambai indah tertiup angin.
"Maaf Ferdi, maaf... " Kata maaf selalu ia ucapkan.Sesak rasanya harus meninggalkan lelaki yang dirinya cintai.
Ferdi menarik napas pelan berusaha terlihat tegar.
"Jika itu pilihanmu,aku akan berusaha ikhlas.Kamu tetap menjadi perempuan yang ada di hatiku"
Fadia melepas pelukkan sedikit menjauh.Mengusap sisa-sisa air mata di pipinya."Jika kita jodoh pasti akan bersatu"
Ferdi membuang nafas kasar.Segera pergi sebelum sore berganti malam.
Wanita paruh baya menghampiri putra semata wayangnya yang melamun di depan jendela. Ferdi menoleh mendapati sang ibu berdiri di sampingnya.
"Ibu lihat dia hari ini kamu sering melamun. Ada apa?"
Ferdi menggeleng pelan,"aku baik-baik saja.ada apa bu, apakah ibu ingin menyampaikan sesuatu?"
Wanita paruh baya tersebut terseyum.Mengusap bahu putranya pelan.
"Ibu hanya ingin tahu jawabanmu atas pertanyaan satu minggu yang lalu"
Ferdi terdiam menatap sang ibu.
"Nak,sebenarnya itu buka permintaan ibu. Melainkan permintaan mendiang ayahmu"
"Ibu, Ferdi bersedia.Ferdi ingin membuat mendiang ayah bahagia" ucapnya dengan tersenyum.Tidak dengan hatinya.
Ferdi berada di toko perhiasan.Bingung harus memilih cincin yang mana dan berapa ukurannya.
"Maaf bu,cincin yang sudah di gadaikan tidak bisa di ambil kembali dengan hanya membayar setengah harga" tutur pegawai toko.
Ibu tadi hanya bisa mengangguk pasrah dan segera pergi meninggalkan toko dengan raut sedih.
Ferdi yang melihatnya merasa iba.
"Maaf mbk,boleh saya lihat cinta tadi" Ferdi tersenyum melihat cincin bermata berlian.
"Saya beli yang ini mbk"
Setelah membayar Ferdi menyusul ibu tadi. " Maaf bu,boleh saya duduk di sini?"tanya Ferdi halus.
"Silahkan mas,inikan tempat umum" Sedikit bergeser memberi ruang.
"Apakah ini punya ibu?"
Wanita tersebut membuka kotak beludru merah yang berisi cincin pemberian almarhum suaminya yang belum sempat tersemat di jarinya.
"Ambillah bu,cincin ini sepertinya sangat berharga untuk anda" kata Ferdi tulus.
Ibu tersebut tersenyum.Mengembalikan kotak cincin pada pemuda di sampingnya.
"Cincin ini sudah menjadi milikmu nak,awalnya aku tidak rela cincin ini jatuh ke tangan orang lain.Tapi melihat kebaikan hatimu hatiku terharu.Ibu percaya cincin ini akan melekat di jari orang yang di cintai oleh sang pemberi" Senyumnya masih terpatri di wajahnya.
"Berikan cincin ini pada pujaan hati nak"
Ucap Ibu itu sebelum pergi menaiki kendaraan umum yang lewat.
Ferdi menatap kotak cincin di tangannya cukup lama. Lalu ia simpan ke dalam saku bajunya.
Bruk!
Fadia membekap mulutnya agar tak bersuara.Setelah loncat dari jendela ia segera pergi.Dirinya sungguh kecewa dengan ibunya yang telah berbohong atas penyakit yang di deritanya.Agar ia tidak menolak perjodohan.
Fadia terus berlari sesekali mengangkat kebayanya. Ferdi! hanya dia yang dapat menolongnya saat ini.
"Aw!"
ringisnya,kala terpeleset di pinggir jalan yang beraspal.
"Butuh bantuan?" Ucap seorang pria mengulurkan tangan.
Fadia mendongak terkejut," Ferdi!" Fadia segera berdiri lalu memeluk mantan kekasihnya.
"Fer, tolong bawa aku pergi... ayo kita mulai dari awal" ucapnya memohon.
Ferdi melepas pelukkan mereka," maaf Fadia, kita sudah tidak bisa seperti dulu lagi.Ayo, aku antar pulang "
Fadia menggeleng tak percaya.
Ferdi menatap dalam sang mantan kekasih"setelah kamu meminta putus.Aku sudah memiliki calon penggantimu"
Di dalam mobil Ferdi fokus mengemudi mengantar Fadia pulang.Fadia terdiam menatap kosong pemandangan lewat kaca mobil.Sakit rasanya mengetahui orang yang paling dirinya cintai sudah memiliki orang baru.Dirinya harus menerima kenyataan karna dirinya lah yang meninggalkan Ferdi duluan.
Sampai di depan rumah, Fadia melihat ibunya sedang berbincang ria dengan wanita yang mungkin seusia ibunya.
"Wah, calon mantu cantik sekali" Fadia hanya terseyum kaku.
"Iyalah,anak siapa dulu" Jawab Rina ibu Fadia percaya diri.
"Fer, kamu nggak nyeselkan nerima perjodohan ini.Liat tuh, calon mantunya manis"
Fer?Fadia berbalik terkejut melihat Ferdi berlutut di depannya dengan sebuah cincin di tangannya.
"Ini... maksudnya apa?" tanya Fadia tak mengerti dengan apa yang terjadi.
"Sebenarnya,Sebelum kamu ngajak aku bertemu di taman waktu itu.Ibuku berniat menjodohkanku dengan orang lain.Awalnya aku menolak karna memiliki kamu.Tapi setelah kamu memutuskan hubungan kita dengan memilih orang lain.Aku pun mulai belajar merelakan dan menerima perjodohan ini. Jadi, kamu mau kan menepati janji kita untuk selalu hidup bersama "
Fadia mengusap bulir-bulir air matanya. Tak menyangka pria yang akan di jodohkan dengan dirinya tak lain kekasihnya sendiri.
"Gimana mau nggak,kamu nggak kasihan tanganku pegel tahu"ucap Ferdi pura-pura bersedih.
Fadia tertawa pelan,"iya aku mau"ia mengambil cincin lalu di sematkan ke jari manisnya.
" Yes!" Seru Ferdi lalu memeluk calon istrinya dengan erat.Fadia membalas pelukkan Ferdi tak kalah erat.
"Ternyata kita memang jodoh" Ferdi tak bosan-bosannya menatap wajah cantik kekasihnya.
"Jangan di liatin terus malu!"ucap Fadia menutupi wajahnya dengan telapak tangan. Membuat Ferdi tertawa gemas.