"AGGGGHH?!"
Sean yang baru saja pulang dari cafe tempatnya bekerja paruh waktu menjerit kaget ketika menemukan orang asing, meringkuk di tempat tidurnya nampak tertidur lelap.
Jeritan yang tiba-tiba itu tentunya mengagetkan dan membangunkan Lily, membuatnya terjatuh ke lantai dengan bunyi gedebuk.
Seraya bangun untuk duduk, dia melihat sekeliling dengan tatapan bingung sampai dia menoleh dan melihat Sean yang ketakutan menatapnya seperti melihat monster.
"Si-siapa kamu?!" Sean bertanya dengan was-was.
"Aku– aku iblis..." Lily menjawab jujur dengan suara agak gemetar.
Ketakutan mulai mencengkeramnya ketika dia menyadari bahwa dirinya telah tertangkap basah. Mendengar itu Sean pun terpaku di tempatnya, mencoba memahami apa yang baru saja dia saksikan dan dengar.
Hanya ketika Lily berdiri, dia menyadari sosoknya yang asing, wajahnya yang halus dan pucat dengan sepasang tanduk kecil di dahinya dilengkapi dengan mata kecubungnya yang bersinar merah padam serta dilengkapi dengan ekor yang menyembul dibelakang.
Jantung Sean pun berdebar kencang dan membeku di tempat, tidak bisa bergerak saat dia merasakan campuran rasa takut dan terpesona yang aneh.
'A-a apa?!! I-iblis?!!' Sean mengulangi dalam hati.
"Tolong jangan takut... aku nggak akan menyakitimu..." Lily berkata dalam upaya menenangkannya.
Namun bukannya menghilangkan rasa takutnya, hal itu malah membuat Sean semakin cemas. Dia perlahan mundur, masih belum sepenuhnya percaya dengan apa yang dilihatnya.
"Kenapa kamu ada di apartemenku? Bagaimana kamu bisa masuk ke sini?" dia bertanya dengan suara tegang.
"A-apa yang kamu mau dariku?"
Lily mengambil langkah ragu-ragu mendekat, berusaha tampil senyaman mungkin. Namun Sean justru semakin panik dan berusaha lari namun kakinya tersandung dan akhirnya terjatuh.
"Ja-jangan mendekat!"
Hati Lily sakit saat melihat ekspresi ketakutan di wajahnya sehingga dia menghentikan langkahnya.
"Tolong...tolong tenanglah. Aku...aku nggak bermaksud menakuti mu," ucapnya pelan.
"Tapi kamu tahu... Aku nggak tahu kenapa, tapi aku tertarik padamu... Aku hanya memperhatikanmu dari jauh sampai..."
Melihat wajah Sean yang ketakutan membuatnya merasa bersalah dan malu karena ketahuan seperti ini. Sama sekali bukan niatnya untuk menakutinya.
"Kamu-kamu memperhatikanku dari jauh? Tapi... tapi kenapa?!"
Sean berusaha sekuat tenaga untuk menjaga suaranya tetap stabil dan tenang namun napasnya masih terasa berat karena adrenalin yang terpacu. Dia tidak mengerti mengapa iblis tertarik padanya, apalagi mengawasinya dari jauh.
'Iblis dan manusia selalu bermusuhan, kan?! Apa... apa itu berarti...dia mengincar nyawaku?!' dia berasumsi dalam hati dan seketika menjadi semakin ketakutan
"Aku... aku nggak bisa menjelaskannya..."
Suara Lily sedikit bergetar saat dia berbicara, mencoba menemukan kata-kata yang tepat untuk menjelaskan emosi aneh yang dia alami.
"Hanya saja... perasaan yang kudapat sejak aku melihatmu membuatku terusik dan ingin mendekatimu. Aku nggak bisa menahan diri untuk tidak tertarik padamu... Kamu memiliki jiwa paling murni dibandingkan manusia lain... itu artinya hgha@-a& ... "
Sean bahkan tidak bisa mendengarkan penjelasannya lebih lanjut saat fokusnya dialihkan oleh kata jiwa yang disebutkan Lily.
'Dia mengincar jiwaku!' kesalahpahaman nya mengaburkan pikirannya.
Dia merasakan gelombang ketakutan dalam dirinya memuncak, napasnya menjadi lebih pendek dan tubuhnya bergetar hebat. Melihat kepanikan dan kegelisahan Sean yang semakin menjadi, Lily mencoba melangkah mendekat, untuk meyakinkannya bahwa dia sama sekali tidak berbahaya baginya. Namun,
|gedubrak|
"E-ehhhh?!"
Lily tersentak karena Sean tiba-tiba pingsan dan terkulai lemas di lantai. Rasa khawatir seketika melanda dirinya.
"Tidak...tidak! Tidak! Hei!"
Dia segera bergegas ke sisinya dan berlutut, mengguncangnya dengan cemas dan mencoba membangunkannya.
Kepanikan melanda Lily ketika dirinya tertangkap basah oleh Sean. Namun mau tak mau ia harus menjawab jujur, meski dengan suara agak gemetar.
"A-aku…aku adalah Succubus, sebangsa iblis"
Mendengar itu Sean pun terpaku di tempatnya, mencoba memahami apa yang baru saja dia saksikan dan dengar.
'hah? Apa aku nggak salah dengar?'
Hanya ketika Lily berdiri, dia menyadari sosoknya yang asing, wajahnya yang halus dan pucat dengan sepasang tanduk kecil di dahinya dilengkapi dengan mata kecubungnya yang bersinar merah padam serta dilengkapi dengan ekor yang menyembul dibelakang.
Jantung Sean pun berdebar kencang dan membeku di tempat, tidak bisa bergerak saat dia merasakan campuran rasa takut dan terpesona yang aneh.
'A-a apa?!! I-iblis sungguhan?!!' Sean mengulangi dalam hati.
"Tolong jangan takut... aku nggak akan menyakitimu..." Lily berkata dalam upaya menenangkannya.
Namun bukannya menghilangkan rasa takutnya, hal itu malah membuat Sean semakin cemas. Dia perlahan mundur, masih belum sepenuhnya percaya dengan apa yang dilihatnya.
"Kenapa... kamu ada di apartemenku? Bagaimana kamu bisa masuk ke sini?" dia bertanya dengan suara tegang.
"A-apa yang kamu mau dariku?"
Lily mengambil langkah ragu-ragu mendekat, berusaha tampil senyaman mungkin. Namun Sean justru semakin panik dan berusaha lari namun kakinya tersandung dan akhirnya terjatuh.
"Ja-jangan mendekat!"
Hati Lily sakit saat melihat ekspresi ketakutan di wajahnya sehingga dia menghentikan langkahnya.
"Tolong… tenanglah. Aku...aku nggak bermaksud menakuti mu," ucapnya pelan.
"Tapi kamu tahu... Aku nggak tahu kenapa, tapi aku tertarik padamu... Aku hanya memperhatikanmu dari jauh sampai..."
Melihat wajah Sean yang ketakutan membuatnya merasa bersalah dan malu karena ketahuan seperti ini. Sama sekali bukan niatnya untuk menakutinya.
"Kamu-kamu memperhatikanku dari jauh? Tapi... tapi kenapa?!"
Sean berusaha sekuat tenaga untuk menjaga suaranya tetap stabil dan tenang namun napasnya masih terasa berat karena adrenalin yang terpacu. Dia tidak mengerti mengapa iblis tertarik padanya, apalagi mengawasinya dari jauh.
'Iblis dan manusia selalu bermusuhan, kan?! Apa... apa itu berarti...dia mengincar nyawaku?!' dia berasumsi dalam hati dan seketika menjadi semakin ketakutan
"Aku... aku nggak bisa menjelaskannya..."
Suara Lily sedikit bergetar saat dia berbicara, mencoba menemukan kata-kata yang tepat untuk menjelaskan emosi aneh yang dia alami.
"Hanya saja... perasaan yang kudapat sejak aku melihatmu membuatku terusik dan ingin mendekatimu. Aku nggak bisa menahan diri untuk tidak tertarik padamu... Kamu memiliki jiwa paling murni dibandingkan manusia lain... itu artinya hgha@-a& ... "
Sean bahkan tidak bisa mendengarkan penjelasannya lebih lanjut saat fokusnya dialihkan oleh kata jiwa yang disebutkan Lily.
'Dia mengincar jiwaku!?!!!' kesalahpahaman nya mengaburkan pikirannya.
Dia merasakan gelombang ketakutan dalam dirinya memuncak, napasnya menjadi lebih pendek dan tubuhnya bergetar hebat. Melihat kepanikan dan kegelisahan Sean yang semakin menjadi, Lily mencoba melangkah mendekat, untuk meyakinkannya bahwa dia sama sekali tidak berbahaya baginya. Namun,
|gedubrak|
"E-ehhhh?!"
Lily tersentak karena Sean tiba-tiba pingsan dan terkulai lemas di lantai. Rasa khawatir seketika melanda dirinya.
"Tidak...tidak! Tidak! Hei!"
Dia segera bergegas ke sisinya dan berlutut, mengguncangnya dengan cemas dan mencoba membangunkannya.
__________ೄྀ࿐ ˊˎ-
"Ugghhh...A-apa—?"
Sean mengerang saat dia perlahan tersadar. Matanya terbuka lebar, hanya untuk menemukan dirinya di tempat tidur, dengan selimut yang menutupi dirinya. Dia mencoba mengingat-ingat apa yang terjadi sebelumnya,
"Apa tadi itu cuma mimpi?," gumamnya,
Ia mengira apa yang baru saja dialaminya hanyalah mimpi, sampai akhirnya suara isakan pelan menarik perhatiannya. Dia mengalihkan pandangannya ke sisi tempat tidurnya dan terkejut.
Duduk ditepi kasurnya adalah Lily, dan dia tengah menangis tersedu-sedu. Tubuh kecilnya bergetar, air mata mengalir di wajahnya, dan dia tampak sangat putus asa.
"Hiks-hiks-hiks…."
Sean merasa bingung melihat Lily yang bergetar dan menangis di sampingnya. Segala jenis pikiran mulai terlintas dalam pikirannya. Tapi sebelum dia sempat bertanya, Lily membuka suara terlebih dulu, suara nya terengah-engah tertahan isakannya.
"A-Aku..nggak bermaksud menyakitimu..hiks..! M-Maaf... Tolong jangan...hiks- jangan benci...hiks"
Dia mengerakkan tangannya untuk menghapus air matanya hanya untuk digantikan oleh air mata baru yang mengalir, dan membuat wajahnya jadi lebih berantakan.
Sean kehilangan kata-kata sementara melihat keadaan Lily yang begitu kacau. Namun dalam beberapa saat, beberapa emosi yang berbeda mulai menyelimuti dirinya sampai membuat kepalannya pening. Seperti rasa ketakutan, bingung, bahkan juga...sedikit kasihan? Tapi dia mencoba untuk melawan, karena ini adalah iblis yang sedang duduk di sini, sesosok entitas dunia lain.
'Bukannya aku harusnya lebih takut daripada kasihan?,' ia berkata dalam hati.
"Erm...."
Namun, sebelum dia memiliki waktu untuk bereaksi lebih jauh, Lily kembali memanggilnya dengan air mata yang berlari turun. Matanya yang merah seolah-olah menerawang padanya, membuatnya bertanya-tanya apa perasaan yang dirasakan oleh iblis itu.
"T-tapi aku—hiks.. Aku cuma mau tahu lebih jauh tentangmu... ng-nggak lebih dari itu....hiks.."
Tangan Lily yang nampak mungil dibandingkan milik Sean menyentuh lengannya, dan membuatnya terkesiap.
"Hiks... jangan.. hiks..benci aku please..." katanya memohon
Wajahnya terlihat sangat melankolis sehingga sangat sulit bagi Sean untuk tidak merasakan simpati, meskipun dia mencoba untuk melawan. Namun, dia juga tidak dapat menghapus rasa ketakutan dan kewaspadaan yang datang secara instan bersamaan dengannya.
"Kenapa?" dia bertanya dengan tegang kepada Lily meskipun suaranya keluar sedikit gemetar.
"Itu..." Lily seolah tidak bisa menjawab pertanyaannya secara langsung.
"Aku.... nggak bisa berhenti memikirkan mu. Aku sudah lama melihatmu dari jauh, sampai aku akhirnya nggak tahan dan memutuskan untuk menyelinap ke apartemen mu..." gumam Lily lemah sambil meremas tangan Sean,
"Tapi sungguh... aku nggak bermaksud menyakitimu..."
Sean merasa canggung dan bingung saat mendengarkan pengakuan Lily. Ia terus merasakan kekhawatiran dan ketakutan tapi pada saat yang sama tidak dapat menahan perasaan kasihan saat melihat air mata terus mengalir turun dari mata Lily.
"Hahh..." dia menghela napas dalam-dalam, mencoba untuk memikirkan apa yang harus dia katakan selanjutnya.
"Tapi kenapa aku? Kenapa kamu ingin dekat dengan aku?" tanya Sean lagi dengan tatapan tidak yakin namun penasaran.
Lily kembali terdiam beberapa saat sebelum dia akhirnya menjawab pertanyaannya, namun suarannya hanya berupa desisan pelan, seolah tertahan.
"Karena kamu... kamu berbeda," katanya pelan.
"Berbeda dalam artian....apa?" tanya Sean penasaran, mencoba mencari jawaban untuk tindakan khusus Lily kepada dirinya.
Namun Lily seolah terpukul dengan pertanyaan itu dan justru kembali terdiam.
Sean hanya melihat wajahnya yang terlihat putus asa sementara air matanya terus mengalir turun. Dia mulai merasa kewalahan dengan situasi ini, tapi dia tidak yakin bagaimana harus bersikap. Diapun hanya bisa menghela napas lelah,
"Haah..."
Keduanya terdiam beberapa saat, hanya suara isak tangis Lily yang memenuhi keheningan. Sean masih mencoba untuk menyusun pikirannya, mencari jalan keluar dari situasi ini, saat Lily kembali membuka mulut untuk berbicara dengan suara yang lebih keras.
"Apa kamu.... kamu kira aku jahat?" tanya Lily pelan, berusaha menahan isakan dalam suaranya.
Sean hampir saja menjawab "ya" tapi dia menahan dirinya, menyadari bahwa jawaban itu hanya akan memperkeruh suasana . Ia tahu tentang sejarah panjang antara manusia dan iblis, tentang keburukan iblis kepada manusia.
Tapi disini, Lily yang merupakan iblis itu sedang menangis di depannya, terlihat begitu rapuh dan tak berdaya sehingga membuatnya bingung harus menanggapinya dengan apa. Dia mengerang dalam hati,
'Argh! Aku harus gimana?! Sadarlah Sean! Dia ini iblis! dan iblis pasti jahat, kan?!!' ucap Sean dalam benaknya untuk meyakinkan diri sendiri
'Tapi...'
Dia melirik Lily yang tengah terisak sekali lagi dan pikiran tentang itupun seketika sirna. Dia benar-benar dilema sekarang, pasalnya iblis didepannya ini nampak begitu kasihan.
Meski dibalut dengan bentuk ekstra seperti ekor dan tanduk, tak dapat dipungkiri Lily nampak begitu manis. Wajahnya yang kecil dengan mata kecubungnya yang begitu memikat, hidung mancung dan bibir merah glossy nya benar-benar memikat.
'Dia tetaplah iblis, Sean!' teriaknya dalam hati sekali lagi, mencoba menguatkan hatinya yang mulai goyah
"L-lagipula apa yang kamu mau dariku?!" Sean kemudian bertanya keras kepada Lily.
Dia mencoba untuk bersikap galak, berharap dengan cara itu perasaan kasihan akan berhenti, tapi suaranya malah terdengar terbata-bata akibat campuran antara ketakutan dan kekhawatiran. Lily yang sedang menangis tiba-tiba saja terdiam, matanya menatapnya dengan penasaran.
"Apa yang kamu cari dariku?!!!!" Sean bertanya lagi sedikit lebih keras daripada sebelumnya, sampai membuat Lily terkejut.
Lily terdiam sejenak setelah tersentak oleh suara keras Sean sebelum akhirnya air matanya jatuh semakin deras dan membuat Sean panik.
"Hiks..hiks... kenapa teriak-teriak... aku kan cuma... hiks... mau dekat dengan kamu doang.." katanya lemah sambil terisak.
"E-erm..."
Reaksinya itu membuat Sean semakin salah tingkah, dia benar-benar tidak tahu harus bagaimana lagi menghadapi iblis didepannya itu. Namun pada akhirnya, rasa bersalah dan kasihannya memenangkan pertandingan antara emosinya yang campur aduk itu.
"M-Maaf... berhentilah menangis... aku yang salah.." ucapnya mencoba menenangkan Isak tangis iblis itu, meski pikirannya saling bertentangan
'Arghh! Kenapa malah aku yang minta maaf dasar tolol!!' umpatnya dalam hati, merasa frustasi dengan dirinya sendiri.
Lily tampak terpana ketika Sean meminta maaf kepada dia, membuatnya seketika terpaku dan air mata berhenti mengalir turun.
"I-itu.." Sean mencoba untuk melanjutkan kalimatnya
Sementara Lily hanya menatapnya dengan sangat penasaran. sampai akhirnya Sean menghela napas dalam-dalam dan meletakkan tangan di kepala Lily lalu mengusap kepalanya dengan lembut.
"Apa yang kamu maksud dengan 'dekat denganku'?!," lanjutnya, namun dengan suara yang lebih lembut sekarang
Lily tampak sangat terkejut dengan tindakan spontan Sean dan menjadi terlalu terpesona untuk menjawabnya. Kehangatan yang tiba-tiba ia rasakan dari sentuhannya itu membuat jantungnya berdegup kencang, rona merah pun perlahan menjalar dipipinya.
"Y-Ya erm...."
Dia menelan ludahnya sedikit keras sebelum dia akhirnya berhasil untuk memberikan jawaban yang pasti.
"Seperti mengenalmu lebih jauh, menghabiskan waktu bersama, dan erm…kencan?(ᴗ͈ˬᴗ͈)" katanya sambil tersipu malu.
"huh?“
“. . . (,,>﹏<,,)"
.
.
.
“ HAHHHHHH?! (!!⊙ Д ⊙)“
────୨ৎ────