Pada tahun 2027, di sebuah kota besar yang dikelilingi bangunan-bangunan pencakar langit.
Ada seorang CEO tampan yang bekerja di sebuah perusahaan mobil terkenal yang mendunia.
Dengan rambutnya yang berwarna hitam legam yang gondrong, serta bentuk wajah yang mantap dan postur tubuh yang tegap. Mampu menumbangkan ribuan wanita yang berada di sekitarnya.
Tidak heran, jika perusahaannya terkenal dan mendunia. Tentu saja karena ketampanan dan kepribadiannya.
Tidak hanya tampan, ia juga adalah seorang pria yang peka dan lembut. Bisa dibilang bahwa beliau adalah tipe pria yang paling diidam-idamkan para kaum wanita.
Parfumnya sangat wangi sewangi dompetnya, penampilannya sangat kemas sekemas meja kerjanya.
Namanya Damien Raven, seorang CEO yang sudah berumur 27 tahun, ganteng-ganteng jomblo, karena keseringan nolak para kaum wanita yang menembaknya.
Karena ia tahu, bahwa cinta itu membutakan segalanya. Namun, tentu ia tak bisa menjomblo selamanya.
Takdir mempertemukannya dengan seorang wanita yang sudah berumur 31 tahun, namun tetap awet muda dan menggoda. Mereka bahkan sampai menikah di Paris.
Damien yang terbutakan oleh cinta pun memberikan semua apa yang wanita itu inginkan, tanpa memikirkan apapun yang akan menghampirinya—
BRAKKK!
Sebuah mobil dengan plat nomor yang familiar menghantamnya dengan keras, membuatnya terlempar dan tergeletak jauh dari tempat.
Darah segar mengalir keluar dengan deras dari tubuhnya, meninggalkan bau darah yang menyengat di merata tempat.
Tubuh Damien yang terlempar jauh itu terhempas ke sebuah mobil yang terparkir, membuat rasa sakitnya semakin terasa nyeri dan menyakitkan.
"Ukh... Kepalaku..." Gumamnya, mencoba untuk bergerak. Namun sayangnya, tubuhnya terlalu lemah untuk melakukannya.
"Well, well, well... Looks like my poor little husband is getting in my trap~ darling.. Apa kau tahu, bahwa sudah berapa lama aku menunggu special moment ini?"
Terdengar samar suara seseorang yang terasa familiar di telinga, mendekat dengan nada yang mengejek dan langkah yang pelan.
Matanya terbelalak tak percaya, melihat sosok Sang Pacar yang keluar dari mobil yang barusan menabraknya bersama seorang pria yang juga terlihat familiar.
'Tunggu... Itu 'kan, Matthew?!' Pikirnya, kaget begitu akhirnya menyadari bahwa pria di samping pacarnya itu adalah Sang Sahabat.
"Kalian... Ugh!" Damien mencoba untuk bangun dan menegur mereka, namun sayangnya kondisi tubuhnya tidak mendukung.
"Hm? Maaf, what did you just want to say?" Tanya Sang Pacar, sama sekali tidak terdengar sedikitpun simpati di nada suaranya.
Damien yang sekarat, hanya bisa melototi mereka dengan posisinya yang kekal di tempat. Mereka mendekatinya bersama-sama, dengan tangan yang digandengkan.
"Kalian...! A-apa-apaan ini?..." Damien berusaha keras untuk bersuara dan berbicara.
Namun sungguh sangat disayangkan karena ia sudah benar-benar sekarat.
'Kenapa?... Mengapa?... Bagaimana bisa?...' Pikirnya, kebingungan sekaligus kesal begitu menyadari bahwa ini adalah sebuah pengkhianatan.
'Padahal, aku sudah mempercayaimu sepenuhnya... Ternyata selama ini kau hanya memanfaatkanku?! Dasar j*lang!'
'Tapi... Kenapa ada Matthew di sisinya? Kenapa mereka terlihat romantis sekali? Apa mereka bercinta di belakangku tanpa sepengetahuanku?'
"Hahaha~ poor little one... Jangan menunjukkan ekspresi menjijikkan itu kepadaku, dasar k*parat!" Bentak Sang Pacar, menginjak kepalanya yang sudah cukup berdarah karena terbentur keras.
"Aduh, bagaimana ya ngomongnya? Tapi... Yah, pokoknya aku hanya iri dengan kekayaan dan wajahmu itu... Jadi, makanya begitu... Hm~"
'Mereka tertawa?... Ah... Ini salahku karena mempercayai pel*cur dan b*jingan seperti mereka...'
'Aku... Ini salahku... Akulah yang b*doh...'
Drama yang menyedihkan itu berlangsung singkat. Hingga pada akhirnya, Damien hanya bisa mengumpat dan melampiaskan emosinya di dalam batinnya yang tak bisa didengar.
Matanya perlahan terpejam, dengan hati yang masih terluka karena pengkhianatan sahabat serta istri yang dicintainya.
Dunia di sekelilingnya seolah menghilang, meninggalkannya tergeletak sendirian dalam kekosongan dan kesesalan yang mendalam.
Di tengah kekosongan itu, terasa seperti ada sesuatu benda yang tajam menusuk ke jantungnya dengan kecepatan penuh, menembus jiwanya yang di tinggal sendirian di tengah kegelapan.
Sring~
Sensasi kedinginan menyentuh pori-pori kulitnya, haba panas yang seperti baru dihidupkan membuatnya merasa sedikit kehangatan yang membuatnya terbangun.
"Hm?... Eh?..." Dengan kebingungan, ia bangun dan duduk bersandar. Mengangkat kedua tangannya untuk memastikan keaslian dunia.
"Apa ini? Bagaimana bisa aku— eh? Perban? Ah... Sepertinya aku sudah berada di rumah sakit..." Gumamnya, begitu melihat ada perban di tubuhnya.
Lalu, pandangannya tertuju pada jendela di dinding yang memperlihatkan pemandangan musim salju yang dingin.
Krek...
Terdengar ada suara deretan pintu kayu yang terbuka, membuatnya menoleh ke arah sumber suara tersebut.
Di pintu, terlihat seorang pria yang menggunakan suit kemas ala zaman 17-an. Tentu Damien yang melihatnya merasa kaget dan kebingungan.
'Tunggu, pintu kayu? Unggun api? Kenapa... Rumah sakitnya seperti rumah di zaman kuno?' Pikirnya, kebingungan dengan situasi yang dialaminya.
"Ah, sepertinya anda sudah bangun. Sebentar, saya akan memanggil tabib untuk memastikan kondisi anda." Ucap pria itu, setelah melihat kondisi Damien.
'Tunggu, 'tabib' dia bilang? Bukankah itu maksudnya 'dokter'? Tapi kenapa menggunakan pengucapan dalam bahasa kuno? Dan... Kenapa dia menggunakan pakaian kuno?'
Damien yang kedinginan berusaha bangun untuk mendekat ke tempat perapian itu untuk mendapatkan kehangatan dan merasakan keaslian.
'Hangat... Rasanya... Sangat asli... Tapi, kenapa kuno sekali?' Batinnya, masih merasa agak kebingungan.
Begitu ia berdiri, perhatiannya tanpa sengaja tertuju pada cermin yang memantulkan dirinya.
Pria dengan rambut gondrong berwarna hitam legam? Dengan bulu mata melantik dan bola mata berwarna coklat?
Tidak, kini ia bukan lagi seorang pria tampan nan idaman. Tapi...
—Seorang pria dengan rambut pirang yang berantakan, bola mata yang berwarna merah pekat. Dengan berat badan 128 kg serta bentuk wajah yang sangat, SANGAT MENGECEWAKAN...
Mungkin warna mata dan rambutnya cukup keren, namun bentuk wajahnya sangat berantakan dan merusak pemandangan.
"A-apa...? Kenapa wajahku...? Jelek sekali?"
Dun-dum!
"Tuan Muda, tabib akan memasuki ruangan." Ucap seorang pria yang berada di luar ruangan.
Namun sayangnya, Damien yang sangat syok dengan perubahan mendadak ini tidak menyadarinya.
Ia hanya fokus menatap sosok dirinya yang baru melalui pantulan cermin, dengan mulutnya yang terbuka nganga saking kagetnya.
Kriet...
"Tuan Muda?..." Pintu pun akhirnya dibuka setelah beberapa menit menunggu, tampak ada tabib dan orang yang sama yang sudah menunggu di luar.
☆☆☆
"Syukurlah, kondisi Tuan Muda sudah semakin membaik. Dan kalau soal operasi pembedahan itu... Tidak ada sama sekali..." Ucap Sang Tabib, setelah memastikan kondisi Damien seperti yang diminta.
"Baguslah, sekarang anda sudah boleh pergi." Ucap pria berjas kemas itu ke tabib, membenarkan tabib itu untu pergi.
Setelah ditinggal berdua, Damien pun memberanikan diri untuk bertanya situasi. Agar ia tidak sesat di jalan.
"Anu... Maaf? Apa aku bisa tahu sekarang sudah tanggal berapa?" Tanya Damien, berusaha terlihat tenang dan elegan.
"Ah, sekarang sudah tanggal 12 di bulan May pada tahun 1774. Anda sudah pingsan selama 1 minggu, Tuan Muda." Balas pria berjas hitam itu, dengan sangat detail.
'Tahun 1774?!' Tentu jawaban dari pria itu membuat Damien terkaget-kaget. Untuk mendapatkan informasi lebih dalam, ia mulai bertanya-tanya ke pria itu.
Meskipun kebingungan, namun pria itu tetap menjawab semua pertanyaan Damien dengan baik dan jujur.
Setelah mempertanyakan banyaknya soalan, akhirnya Damien mendapatkan kunci jawaban yang jelas dari pria itu.
'Jadi pada intinya, aku adalah Xavier Sinclair. Seorang tokoh antagonis dari novel yang sedang populer berjudul 'The Emperor' di kehidupanku yang sebelumnya.'
'Untung saja aku sempat membaca ceritanya hingga ke chapter 86... Ah, benar juga! Total chapternya ada 231 bab, dan aku tidak sempat membacanya karena sibuk!'
'Sejauh yang kuingat... Si Xavier ini adalah putra dari Count Sinclair yang terkenal karena kepribadianya yang b*doh dan konyol...'
'Tidak hanya itu, karena novelnya ber-genre Fantasi-Aksi, Xavier ini akan mati dengan tragis tepat di chapter 86. Dib*nuh langsung oleh Lucien, Si Tokoh Utama yang merupakan putra mahkota.'
'Mengikut tanggal tahun di novel, ia mati di tahun 1778... Karena sekarang masih di tahun 1774, berarti aku masih memiliki 4 tahun untuk melawan takdir.'
Dengan serius, Damien memikirkan rencana untuk melawan takdirnya yang akan mati 4 tahun lagi.
"Um... Maaf mengganggu waktu berfikir anda, Tuan Muda. Tapi... Anda diundang oleh Tuan Besar untuk makan siang bersama..." Ucap pria berjas itu.
'Dane... Sang Pengkhianat majikan yang berpihak pada Lucien, tapi aku tidak boleh memecatnya karena sangat berguna.' Pikirnya, sebelum bangun dari kursinya.
"Baiklah..." Dane pun membukakan pintu dan berjalan memandu Xavier menuju ruang makan keluarga.
Sesampainya di ruang makan, tampak ada seorang pria paruh baya yang sudah kumisan sedang menunggunya di meja makan.
'Benar, Xavier adalah seorang anak yang tidak memiliki ibu. Alias piatu...'
"Duduklah, sebelum makanannya menjadi dingin." Ucap Sang Ayah, mempersilakan Xavier untuk duduk dan makan.
BRAKKK!
Padahal lagi mau duduk, eh kursinya malah tidak sanggup menahan beban hidup.
'Apa-apaan ini? Padahal beratku cuman 186 kg...' Antara rasa malu dan kesal, Xavier tetap berada di posisinya yang seolah ingin diberikan kursi.
Sambil menahan tawa, seorang pelayan memberikannya kursi agar ia bisa duduk dan berhenti melakukan pose aneh seperti ingin berak itu.
Dengan pipinya yang masih merah merona, ia mengunyah makanan dan berusaha keras untuk terlihat elegan.
Selang beberapa detik, akhirnya ia pun menyadari suatu hal yang bagi dirinya yang dulu sangatlah wajib untuk diperhatikan.
"Ah, dagingnya memiliki lemak yang sangat banyak. Kenapa tidak ada sayuran? Dan kenapa... Minumannya manis sekali? Aku bisa kena diabetes."
Selayaknya seorang pria idaman yang menjaga pola makanan, ia membuat seorang koki merasa tertusuk di jantung.
Menyadari keanehan itu, Sang Ayah pun bersuara untuk memastikannya. "Apa maksudmu? Bukankah ini makanan kesukaanmu?"
"Ayah boleh memanjakanku, tapi tidak mungkin sampai seperti ini." Dengan tatapan yang 'polos', ia menatap Sang Ayah.
"A-apa?..." Tentu itu membuat Sang Ayah merasa kebingungan dengan tingkah Sang Anak yang mendadak aneh.
"Seharusnya, ayah memanjakanku tapi juga menjaga kesehatanku. Intinya, mulai sekarang aku ingin diet." Tanpa perasaan kesal maupun antusias, ia mengatakan inti dari maksud perkataannya.
Ucapannya itu membuat Sang Ayah entah kenapa malah merasa tersinggung, tapi juga tetap merasa bingung.
Setelah memakan semangkok sup ayam dan sayuran segar, Xavier bangkit dari kursinya.
"Ayah, mulai sekarang jangan suruh koki untuk memasak makanan berlemak lagi. Aku ingin menjaga pola makanku."
Setelah mengatakan hal itu, ia langsung pergi. Meninggalkan Sang Ayah sendirian dan kursi yang gemetaran.
Mungkin karena sudah keseringan mengatur, jadi wajar jika ia berbakat dalam bidang mengatur siapapun.
"Hah..?" Meskipun kebingungan, entah kenapa Sang Ayah malah mengangguk.
Di kamar Xavier, Xavier yang sudah bersiap-siap sedang menulis sesuatu di buku cacatannya.
'Mulai sekarang, aku akan menurunkan berat badanku minimal 10 atau 20 kg!'
'Sekarang masih musim dingin, tapi dinginnya sudah tidak seberapa. Itu berarti, besok sudah bisa mulai!'
'Untuk wajah... Hm... Tidak apa, aku tidak bisa terus menjadi sempurna.'
'Oh ya, setahuku... Gelar Count ini akan diwariskan ke Xavier... Tepat ketika Xavier menginjak usia 20 tahun, gelar Count-nya sudah bisa diwariskan.'
'Tapi, bukankah gelar Count itu bisa dibilang gelar bangsawan yang kecil?'
"Benar, masih ada kesempatan untukku berubah..." Gumamnya, sambil mencatat semua apa yang melalui pikirannya.
Srek... Srek...
Di tengah kesibukan itu, ada seseorang yang sedang mengintai di balik pintu tanpa disadarinya.
"Xavier... Ternyata kau serius ya..." Gumam pengintai itu, matanya agak sayu begitu melihat Xavier menggoreskan tinta untuk setiap kata di buku.
Seolah, setiap kata yang tertulis di buku itu... Memiliki makna yang sangat dalam baginya...
Sementara itu, Xavier yang masih sangat serius memikirkan perubahannya, tiba-tiba terpikir soal ibu dari Xavier ini.
'Oh ya, katanya ibu dari Xavier ini adalah seorang jenderal perang yang diberikan gelar Countess, dan sekarang gelarnya diberikan ke suaminya.'
'Jadi, tujuanku selepas menurunkan berat badan adalah mencapai gelar Marquess dan Duke.'
"Yah... Setidaknya, aku bisa menjadi dekat dengan Lucien..." Ia menghela nafas pelan, tersenyum tipis karena berhasil memikirkan rencananya.
☆☆☆
Keesokan harinya, musim dingin pun berakhir. Xavier, ditemani dengan pelayannya, Dane, pergi ke luar untuk berolahraga.
Tentu tekad untuk merubah jalan hidup yang mendadak itu membuat seisi mansion Count Sinclair kaget terkaget-kaget.
"Y-yang benar saja? Tuan Muda berinsiatif untuk menurunkan berat badan?!" Ucap seorang pelayan, merasa kaget dengan rumor aneh itu.
"Benar! Lihat itu! Itu adalah Tuan Muda Xavier dan Dane!" Balas seorang lagi pelayan, sambil menunjuk-nunjuk ke arah Xavier yang sedang sibuk berolahraga.
"Wah, ini adalah suatu kejadian fenomena manusia yang sulit dipercayai!" Ucap seorang lagi pelayan, cukup terdengar oleh Count Sinclair yang sedang berjalan-jalan mengelilingi mansion.
"Hm? Apa yang sedang diributkan oleh para pelayan itu?" Tanyanya, ke asisten pribadinya, Max.
"Sepertinya... Mereka sedang meributkan soal tekad Tuan Muda yang ingin menurunkan berat badannya." Balas Max, berusaha untuk melihat ke luar jendela.
'Ternyata dia benar-benar serius...' Pikir Count Sinclair, dengan lengkungan tipis yang sedikit terbentuk di bibirnya. "Ah, begitu ya?" Balasnya, singkat, namun cukup bermakna.
Di sisi lain, Dane yang menemani Xavier berolahraga sedang sibuk mencatat total jumlah berat badan Xavier yang menurun mengikut perkiraannya.
Dimulakan dengan pemanasan, larian 5 kali putaran, hingga ke olahraga yang sebenarnya.
Semuanya tersusun rapi, selayaknya seorang boss perusahaan yang sangat jago dalam membuat dan menjaga jadwal aktivitas harian.
Beberapa minggu pun berlalu, kini berat badan Xavier diperkirakan sudah sekitar 110-an. Perubahan berat badan itu menggemparkan seluruh mansion.
Dengan pola makanan, waktu tidur dan olahraga yang terjaga dengan rapi. Xavier akhirnya berhasil mencapai berat badan sekitar 104 kg, itu membuatnya semakin bersemangat.
Suatu hari, di tengah kesibukannya untuk berolahraga itu. Ia mendapatkan surat undangan pesta Ulang Tahun putri dari Viscount Lyssandre.
'Apa? Putri dari Viscount Lyssandre?... Bukankah itu... Claressa Lyssandre— Sang Tokoh Utama Wanita?'
Dun-dum!
'T-tunggu! Bukankah ini terlalu awal? Tanggal pesta Ulang Tahun-nya itu adalah hari di mana ia akan diresmikan untuk bertunang dengan Xavier!!!'
"Ah, pestanya akan dimulai dalam 1 minggu lagi." Jelas Dane last minute, membawa kelegaan untuk Xavier.
'Benar juga... Aku hampir lupa soal pertunangan itu...'
"Bentar, aku tidak boleh bersantai-santai selepas ini!" Ucap Xavier, sebelum berdiri dari posisi push-up-nya.
Tanpa angin tanpa hujan, Xavier langsung menghampiri Count Sinclair. Tentu tujuannya itu sudah bisa ditebak.
Brak!
"Count!" Jeritnya, membuat Count Sinclair nyaris mendapat serangan jantung.
"A-apa? Kenapa buru-buru sekali?"
"Aku ingin... Pertunanganku dengan Lady Claressa dibatalkan!"
"Apa kau bilang?!" Mendengar permintaan mendadak itu, tentu membuatnya kebingungan. "Bukankah kau sendiri yang menginginkan pertunangannya?"
"Saya berubah pikiran, pokoknya batalkan saja!"
"Tidak bisa! Membatalkan pertunangan secara mendadak seperti itu bisa menimbulkan rumor aneh!"
"Saya tidak peduli dengan rumor aneh atau apapun itu, pokoknya dibatalkan saja pertunangannya!"
"Hey, bocah! Kau—!... Huft... Baiklah, tapi... Prosesnya tidak semudah yang kau kira..."
"Saya tahu, prosesnya sangat sulit dan tak mudah. Tapi, inilah yang saya inginkan. Jadi, saya mohon..."
"Haaaa... Apa boleh buat? Demi nama keluarga, aku tidak bisa menurutinya..."
'Hah? Bukankah tadi ia menyetujuinya?' Pikir Xavier, kebingungan dengan pola pikir Count Sinclair yang bisa dengan cepat berubah pikiran.
"...Baiklah, saya akan mengurusnya nanti." Balasnya, setelah berdiam diri sejenak. 'Kalau begitu... Aku akan melakukannya sendiri.'
Pertengkaran antar-ayah dan anak itu berlangsung singkat, diakhiri dengan persetujuan dari Sang Anak yang terlebih dulu mengalah.
Buku catatan Xavier.
———
𝓗𝓪𝓵-𝓱𝓪𝓵 𝔂𝓪𝓷𝓰 𝓶𝓮𝓷𝓰𝓰𝓪𝓷𝓰𝓰𝓾 𝓴𝓮𝓱𝓲𝓭𝓾𝓹𝓪𝓷𝓴𝓾 𝔂𝓪𝓷𝓰 𝓭𝓪𝓶𝓪𝓲. 𝓟𝓪𝓻𝓽 1
𝓐𝓴𝓾 𝓪𝓴𝓪𝓷 𝓶𝓮𝓷𝓰𝓾𝓻𝓾𝓼 𝓼𝓸𝓪𝓵 𝓹𝓮𝓻𝓽𝓾𝓷𝓪𝓷𝓰𝓪𝓷 𝓲𝓽𝓾 𝓷𝓪𝓷𝓽𝓲 𝓫𝓮𝓻𝓼𝓪𝓶𝓪 𝓓𝓪𝓷𝓮, 𝓴𝓪𝓻𝓮𝓷𝓪 𝓪𝓴𝓾 𝓲𝓷𝓰𝓲𝓷 𝓯𝓸𝓴𝓾𝓼 𝓴𝓮 𝓹𝓮𝓷𝓾𝓻𝓾𝓷𝓪𝓷 𝓫𝓮𝓻𝓪𝓽 𝓫𝓪𝓭𝓪𝓷 𝓲𝓷𝓲 𝓭𝓾𝓵𝓾. 𝓚𝓪𝓵𝓪𝓾 𝓼𝓸𝓪𝓵 𝓰𝓮𝓵𝓪𝓻𝓪𝓷, 𝓪𝓴𝓾 𝓪𝓴𝓪𝓷 𝓶𝓮𝓷𝓰𝓾𝓻𝓾𝓼𝓷𝔂𝓪 𝓴𝓪𝓹𝓪𝓷-𝓴𝓪𝓹𝓪𝓷 𝓼𝓮𝓽𝓮𝓵𝓪𝓱 𝓾𝓻𝓾𝓼𝓪𝓷 𝓵𝓪𝓲𝓷𝓷𝔂𝓪 𝓼𝓮𝓵𝓮𝓼𝓪𝓲 𝓫𝓮𝓻𝓼𝓪𝓶𝓪 𝓓𝓪𝓷𝓮.
𝓢𝓮𝓹𝓮𝓻𝓽𝓲𝓷𝔂𝓪 𝓪𝓴𝓾 𝓪𝓴𝓪𝓷 𝓶𝓮𝓻𝓮𝓹𝓸𝓽𝓴𝓪𝓷 𝓓𝓪𝓷𝓮 𝓾𝓷𝓽𝓾𝓴 𝓼𝓮𝓶𝓮𝓷𝓽𝓪𝓻𝓪 𝓲𝓷𝓲, 𝓳𝓪𝓭𝓲 𝓪𝓴𝓾 𝓫𝓮𝓻𝓱𝓪𝓻𝓪𝓹 𝓲𝓪 𝓫𝓲𝓼𝓪 𝓶𝓮𝓶𝓫𝓪𝓷𝓽𝓾𝓴𝓾 𝓶𝓮𝓷𝓰𝓾𝓻𝓾𝓼 𝓱𝓪𝓵 𝓵𝓪𝓲𝓷𝓷𝔂𝓪 𝓼𝓮𝓶𝓮𝓷𝓽𝓪𝓻𝓪 𝓪𝓴𝓾 𝓯𝓸𝓴𝓾𝓼 𝓴𝓮 𝓹𝓮𝓷𝓾𝓻𝓾𝓷𝓪𝓷 𝓫𝓮𝓻𝓪𝓽 𝓫𝓪𝓭𝓪𝓷 𝓲𝓷𝓲.
𝓢𝓸𝓪𝓵 𝓫𝓮𝓻𝓪𝓽 𝓫𝓪𝓭𝓪𝓷, 𝓫𝓮𝓻𝓪𝓽 𝓫𝓪𝓭𝓪𝓷𝓴𝓾 𝓭𝓲𝓹𝓮𝓻𝓴𝓲𝓻𝓪𝓴𝓪𝓷 𝓼𝓾𝓭𝓪𝓱 104 𝓴𝓰 𝓶𝓮𝓷𝓾𝓻𝓾𝓽 𝓹𝓮𝓻𝓴𝓲𝓻𝓪𝓪𝓷 𝓓𝓪𝓷𝓮. 𝓨𝓪𝓱, 𝓓𝓪𝓷𝓮 𝓽𝓮𝓻𝓷𝔂𝓪𝓽𝓪 𝓶𝓮𝓶𝓪𝓷𝓰 𝓬𝓾𝓴𝓾𝓹 𝓫𝓮𝓻𝓰𝓾𝓷𝓪 𝓳𝓾𝓰𝓪.
𝓚𝓪𝓵𝓪𝓾 𝓼𝓸𝓪𝓵 𝓹𝓮𝓻𝓽𝓾𝓷𝓪𝓷𝓰𝓪𝓷𝓷𝔂𝓪, 𝓶𝓾𝓷𝓰𝓴𝓲𝓷 𝓪𝓴𝓪𝓷 𝓪𝓴𝓾 𝓭𝓲𝓼𝓴𝓾𝓼𝓲𝓴𝓪𝓷 𝓫𝓮𝓻𝓼𝓪𝓶𝓪 𝓒𝓵𝓪𝓻𝓮𝓼𝓼𝓪 𝓭𝓲 𝓹𝓮𝓼𝓽𝓪 𝓤𝓵𝓪𝓷𝓰 𝓣𝓪𝓱𝓾𝓷-𝓷𝔂𝓪 𝓷𝓪𝓷𝓽𝓲? 𝓜𝓮𝓻𝓾𝓼𝓪𝓴 𝓱𝓪𝓻𝓲 𝓴𝓮𝓫𝓪𝓱𝓪𝓰𝓲𝓪𝓪𝓷 𝓼𝓮𝓼𝓮𝓸𝓻𝓪𝓷𝓰 𝓲𝓽𝓾 𝓽𝓲𝓭𝓪𝓴 𝓫𝓪𝓲𝓴, 𝓼𝓮𝓹𝓮𝓻𝓽𝓲𝓷𝔂𝓪 𝓪𝓭𝓪 𝓫𝓪𝓰𝓾𝓼𝓷𝔂𝓪 𝓳𝓾𝓰𝓪 𝓽𝓲𝓭𝓪𝓴 𝓶𝓮𝓶𝓫𝓪𝓽𝓪𝓵𝓴𝓪𝓷𝓷𝔂𝓪 𝓱𝓪𝓻𝓲 𝓲𝓷𝓲.
𝓤𝓷𝓽𝓾𝓴 𝓰𝓮𝓵𝓪𝓻𝓪𝓷, 𝓷𝓪𝓷𝓽𝓲 𝓼𝓪𝓳𝓪 𝓭𝓮𝓱, 𝓪𝓴𝓾 𝓼𝓲𝓫𝓾𝓴.
———
"Hm... Sepertinya ini sudah cukup, baguslah! Dengan begini, aku bisa menjalani kehidupan sehari-hariku seperti biasa!" Gumamnya, mengangguk-angguk menyetujui pemikirannya sendiri.
1 minggu pun berlalu, Xavier sudah menjalani operasi kulit yang tentunya menguras duit.
Kini— Xavier dengan berat badannya yang sudah mencapai 90 kg, bersiap untuk menghadiri acara pesta Ulang Tahun Sang Tokoh Utama Wanita!
Tertarik dengan jalan ceritanya?
Baca kisah lanjutannya di novel yang berjudul 'Changing My Destiny As An Antagonist' milik Author!