***
Rena duduk sendiri di halte yang mulai sunyi, lampu jalan memantulkan bayangan tubuhnya yang lelah. Hatinya seperti bangunan kosong—pernah penuh, tapi sekarang hampa, bergema oleh janji-janji yang tak pernah ditepati.
Ia terlalu sering berharap, terlalu mudah percaya. Dan malam ini, ia kembali menunggu seseorang yang berkata akan datang… tapi tak pernah muncul.
Bukan pertama kali.
Tapi setiap kali ia kecewa, tetap saja ia berharap. Mungkin karena bagian dari dirinya masih percaya akan ada yang berbeda. Tapi ternyata, harapan itu hanya membuat jatuhnya lebih sakit.
"Jangan berharap terlalu tinggi," bisiknya pada dirinya sendiri—kata yang sama yang selalu ia abaikan.
Angin malam menyentuh pipinya. Dingin, tapi nyata. Tidak seperti mereka yang datang dengan hangat, lalu pergi tanpa jejak.
Dan di sana, di tengah sepinya malam dan gemetar di dadanya, Rena akhirnya belajar… kecewa paling dalam bukan datang dari orang lain—tapi dari dirinya sendiri, karena terlalu percaya.
---