Naya refleks menghapus air mata yang menyeruak dari kelopak matanya.
"Aku lanjutin di kamar ya, nanti ku kirim di grup yang bagian ku".
Naya langsung membenahi laptop, dan langsung pergi tanpa menunggu ucapannya ditanggapi.
Selepas kepergian anggota Tim termuda, masing - masing mata di ruangan itu saling pandang. Dan pada akhirnya mata mereka menuju ke arah orang yang barusaja membuat Naya keluar dari kamar yang selama seminggu lebih berubah menjadi tempat kerja Tim.
Naya memasuki kamar dan meletakkan laptopnya. Jika bukan Dia, mungkin tidak akan sesakit ini.
"Sial ! ".
Naya menghapus kasar air mata yang lagi - lagi turun.
Akhirnya Naya memutuskan untuk keluar kamar dan mencari tempat untuk menenangkan diri.
Tujuan Naya adalah rooftop hotel tempat nya menginap beberapa waktu ke belakang ini.
Naya berdiri di tepian pembatas. Dia mendongakkan wajah, dan menghirup udara segar malam menjelang dini hari.
Dia lelah. Beberapa waktu selama bekerja, Dia selalu kekurangan jam tidur. Waktunya tersita untuk tugas yang selalu ada diawal tahun. Dan ini kali kedua dirinya mengikuti hal yang membuat stress ini.
"Maaf, tadi seharusnya Aku nggak harus berkata seperti itu ! ".
Suara dari arah sebelah yang muncul tiba - tiba, membuat Naya tersentak. Dia kaget. Perasaan tidak ada suara orang mendekat.
Naya hanya melirik sekilas, dan tidak menganggapi apapun. Matanya lebih memilih menerawang jauh. Melihat kelip lampu, dan kendaraan yang masih ramai berjalan.
"Apa butuh dibantu? Biar nanti Aku yang ngerjain punyamu ".
Suara orang itu lagi. Naya tidak menanggapi. Hatinya terlanjur sakit. Andai bukan Dia, mungkin Naya tidak akan sesakit ini.
"Marah hm?".
Lelaki itu menyentuh punggung tangan kanan Naya yang sejak tadi sudah menyentuh tepian pembatas.
Spontan Naya menoleh ke sekitar. Tidak ada siapapun selain Mereka.
Sebenarnya, Naya tengah merenung. Dia merasa sikapnya tadi terlalu berlebihan. seharusnya tadi Dia tidak perlu keluar dari ruangan kerja.
"Hanya merasa sakit sebentar, nggak papa..".
Naya merespon, tanpa berani menatap lawan bicaranya.
"Ada banyak hal yang ku pikirkan dalam satu waktu. Kamu pasti tahu, kalau pekerjaan kali ini bebannya di Aku semua ".
Naya mengangguk dalam hati. Yah, lelaki yang berdiri di sampingnya ini memang sedang dalam posisi sulit. Aku berusaha memahami. Sikapku yang seperti ini pasti menambah bebannya. Terbukti lelaki itu langsung menyusulnya kemari. Padahal Naya tahu, kalau apa yang harus di handle sangat banyak.
"Ajarin Aku pelan - pelan, Aku juga ingin tahu, dan biar Kamu nggak merasa beban sendiri ". Ucap Naya dengan tulus. Kali ini mata nya menatap lawan bicaranya.
"Makasih ya".
Beberapa lama mereka berbincang, sebelum akhirnya kembali ke ruangan yang tadi Naya sempat tinggalkan karena merasa tersakiti.
Semua mata tertuju ke dua orang yang masuk ke ruang kerja. Naya, dan Ketua Tim yang bersamaan masuk ke tempat itu.
Tidak ada yang bersuara, hanya kembali fokus pada laptop masing - masing.
Sebelum dini hari bertambah mendekat, Mereka harus menyelesaikan bagian tugas hari itu.
"Nay, minta tolong cek rekap barang di website yang online, apa sudah berganti".
Waktu berjalan, dan hanya tersisa Naya dan Ketua Tim. Lelaki yang tadi menemuinya di rooftop.
"Tidurlah, lanjut besok lagi".
Naya menggeleng. Dia tahu, Lelaki itu sendiri tidak akan tidur hari ini, sama seperti hari sebelumnya.
"Mau nemenin?".
Lelaki itu tersenyum kecil, melihat Naya yang mengangguk.
Beberapa menit kemudian, terdengar suara dengkuran halus. Rupanya Naya tertidur berbantalkan lengan.
Lelaki yang tersisa itu mendekat, menyingkirkan laptop Naya ke tempat aman, dan menyelimuti Naya dengan jaket miliknya. Dia sendiri kembali bekerja. Baginya, sebelum selesai tugas tahunan itu, Dia belum bisa tidur dengan nyenyak.
Terimakasih sudah membaca kisah Naya dan XXX
Mohon dukungannya untuk cerpen bersambungku dengan judul PARAFRASA ini...