Hari itu Naya memasuki dunia baru. Setelah empat tahun mengabdi sebagai Ibu rumah tangga, hari itu Dia dilepaskan suaminya untuk bekerja.
Naya yang sejak menyelesaikan pendidikannya tidak pernah menyentuh kursi kantor, berusaha menyesuaikan diri. Menyesuaikan diri dengan pekerjaan, dan menyesuaikan diri dengan orang yang bekerja di tempat yang sama.
Tidak ada pelajaran di bangku kuliah yang mengajarkan etika dan tata cara bekerja. Itulah mengapa seseorang harus menyesuaikan diri, dan mulai belajar lagi dari nol. Belajar soal pekerjaan, desk job, tugas dan fungsi.
Naya mau belajar. Beruntungnya Dia berada di Tim dengan manusia - manusia baik. Salah satunya adalah Dia.
Dia yang waktu itu tak sengaja menyentuh kelingkingnya, dan mengatakan 'maaf' dengan sangat sopan. Dia yang selalu sedia mengajari Naya saat kebingungan.
Waktu berjalan, sengatan kecil di jari kelingking Naya saat itu menciptakan danau nan luas di hati nya.
Naya pikir itu hanya rasa bertepuk sebelah tangan yang Dia kumpulkan sendirian. Ternyata, rasa itu menyeruak menyebar keluar dari tubuhnya, dan menempel ke tubuh lain.
"Kami sudah biasa seperti itu, Nay.. Kamu harus terbiasa"
Sebuah tangan lebar menyentuh pundak Naya sesaat setelah kalimat itu keluar. Hanya sentuhan lembut dan mendarat beberapa detik saja, namun cukup membuat jantung Naya nyaris meloncat dan perasaannya membuncah.
Itu sentuhan yang paling tidak pernah Naya berani bayangkan. Setelah sentuhan itu, mata Mereka bertatapan. Dia-nya tersenyum, seperti biasa.
'Mau keluar melihat lihat?'
Sebuah pesan tiba - tiba muncul di layar ponsel Naya. Sepuluh menit Naya hanya membaca tanpa membalas.
Itu pesan pribadi, bukan pesan di Grup Tim mereka biasa membahas pekerjaan, dan bepergian untuk melakukan pekerjaan.
'Tidak mau?'
Pesan berikutnya hadir, dan Naya akhirnya tersadar. Naya mengetik dengan cepat, dan membalas 'boleh, Mas'.
Beberapa waktu kemudian, Mereka berjalan. Hanya berdua. Tanpa tiga orang lain dalam satu Tim kerja, yang hari itu tugas bersama.
Naya dan Dia-nya berjalan dalam diam. Benar - benar diam.
'Ini bener diam - diam aja?'. Naya berharap mereka banyak mengobrol selama berjalan. Nyatanya Dia-nya malah terdiam.
Sebuah genggaman tangan menyentak lamuman dan gerutuan Naya. Tangan itu, untuk pertama kalinya menggenggam dalam keadaan yang sadar, tanpa kata 'maaf' yang mengiringi.
Naya terpaku sejenak, mata Naya dan Dia-nya bersibobrok. Hanya senyuman yang Naya peroleh, tanpa penjelasan lebih lanjut.
Malam itu, Naya berusaha mencari penjelasan logis atas apa yang baru saja dialami nya. Namun, Naya buntu.Dia tidak berhasil memilih paragraf yang tepat untuk menjelaskan bagaimana semua ini terjadi.
Apakah ini benar? Dia-nya sudah ada yang memiliki, dan Naya juga sudah dimiliki.
Rasa ini tidak tepat, namun sangat nyata dan benar ~
End !
Halloo.. terimakasih sudah membaca sampai sini.. hehee,