Matahari pagi menembus jendela dapur, menari dialas Panci yang beruap. Bau tumisan bawang memenuhi udara bau yang selalu berhasil membangunkan Semangat seluruh Penghuni rumah. "Sarapan siap!" teriak ibu riang, sambi menepuk Sendok kayu ke wajan.
Setiap pagi dirumah keluarga kecu itu selalu dimulai dengan suara ibu. Dara, anak sulung berusia lima belas tahun, dan adiknya, Rafi, yang baru kelas dua SD. berlomba menuju meja makan,
"wah, hari ini nasi goreng jagung!" Seru Rafi gembira Ibu tersenyum. "Biar Semangat Sekolahnya." Ayah datang tak tamo kemudian, masih dengan dasi yang belum sempur. na. "kalau gini, mau berangkat kerja juga jadi semangat.
Rutinitas Sederhana itu Selalu jadi waktu Favorit Dara. Di tengah kesibukan, mereka selalu berusaha makan bersama, Sekedar menertawakan hal kecit entah Cerita Rafı yang keh langan pensii dibawah mejo, atau ayah yang lupa menaruh Kacamata padahal sedang dipakai dikepala.
Namun suatu pagi, Ibu tiba-tiba jatuh Sakit. Tubuhnya lemas dan tidak sanggup berdiri didapur.Dara panik "Bu, istirahat aja,biar aku yang masak. "Ibu tersenyum tipis. "kamu bisa?" Dara mengangguk yakin,meski dalam hati ia gugup.
Dara membuka lemari dapur, menyalakan kompor. dam metal meniru gerakan Ibu. Tapi hasilnya... berbeda jauh.nasi terlalu lembek, telur gosong di pinggirnya Rafi mencoba mencicipi dengan Wajah aneh. "Hmm... enak sih, tapi agak... berasap ?" Katanya polos. Ayah menahan tawa. "yang penting niatnya bagus!"
Hari itu mereka makan sambil tertawa, bukan karena rasa masakan nya, tapi karena kehangatan yang mereka ciptakan bersama.
Beberapa hari kemudian, ibu mulai Sembuh. Tapi Sejak Saat itu. Dara jadi rajın membantu memasak. la ingin membuat ibu bangga, suatu pagi, Saat ibu baru saja bangun, aroma wangi dari dapur membuatnya terkejut.
"Dara masak sendiri?"
"Iya, Bu. Coba deh." Dara menyodorkon Sepiring nasi goreng buatan tangan nya. Ibu mencicipi perlahan. "Hmm...ini rasanya mirip sekali dengan masakan ibu."
"Karena aku belajar dari yang terbaik." Jawab Daro Sambil tersenyum.
Ayah dan Rafi datang, duduk bersama di meja makan kali ini, mereka semua makan dengan lahap tidak ada gosong, tidak ada lembek hanya tawa dan rasa syukur.
"Lihat, Bu, "kata Ayah, "kalau nanti ibu sibuk, Dara bisa gantiin ibu masak. Aku bisa bantu cuci piring, Rafi bisa bantu Makan." Rafi mengangkat tangan Semangat. "Aku bagian cicipin duluan!" Tawa pecah di meja makan.
Sejak hari itu, keluarga kecil itu punya kebiasaan baru, Setiap Minggu, mereka masak bersama kadang hasinya lucu tempe keasinan, Sayur kemanisan-tapi Mereka Selalu menikmatinya, karena bagi mereka, rasa paling lezat bukan berasal dari bahan mahal, tapi dari cinta yang dimasak bersama.
Sore itu, Ibu duduk diteras menatap langit jingga. Dara duduk disampingnya. "Bu,aku senang kita sering masak bareng sekarang." Ibu menatap putrinya dengan mata berbinar. "Aku juga karena dari dapur kecil ini, Ibu belajar satu hal penting.... "
"Bahwa cinta keluarga bisa terasa dalam setiap sendok nasi."
Mereka berdua tersenyum,sementara dari dalam rumah terdengar suara Ayah dan Rafi berdebat kecil tentang siapa yang memecahkan telur lebih cepat.
Hari berganti,musim berlalu,tapi harum Masakan Ibu dan tawa keluarga itu tak pernah hilang dari rumah kecil mereka.