Langit pagi yang kelabu di kaki sebuah gunung, tebal kabut yang seolah menelan pepohonan di sekitar jalur pendakian. Angin membawa aroma tanah dan daun gugur. Raka, seorang remaja berumur 17 tahun yang gemar menjelajah alam dan penuh dengan rasa keingin tahuan, berdiri memandangi jalur setapak yang akan menjadi awal petualangannya.
“Siap, Rak?” tanya Atma, teman sekelasnya yang tampak semangat dengan ransel besar di punggungnya.
Raka mengangguk. “Siap. Tapi kita harus hati-hati. Gunung ini terkenal sering berkabut tebal.”
Mereka berangkat bersama dua teman mereka yang lain yaitu Dion dan Bayu dengan semangat yang meluap. Tujuan mereka sederhana, menemukan sebuah air terjun yang dikatakan memiliki mata air yang sangat jernih, tempat tersebut adalah usulan dari salah satu teman mereka yaitu Bayu, dia pula yang akan menjadi penunjuk jalan dari perjalanan ini
Perjalanan mereka dimulai dengan mudah. Jalur hutan pinus terasa sejuk dan wangi getah menyegarkan napas. Namun, setelah dua jam berjalan, kabut semakin menebal, menutupi pandangan mereka hingga hanya sejauh satu meter setengah. Salah satu teman mereka Atma pun merasa kelelahan
"Aku mau istirahat bentar dulu, kalau kalian mau lanjut, lanjut aja" Ujar Atma memutuskan untuk beristirahat sejenak.
"Loh? Serius kamu gapapa sendirian?" Ucap Bayu yang ragu dengan keputusan Atma.
"Aku ngikut Atma, kamu sama Raka lanjut aja, aku juga cape nih soalnya" Desak Dion.
"Ya sudah kalau begitu, aku sama Raka duluan ya, nanti aku kasi penanda jalan untuk kalian ikuti" Jawab Bayu.
"Aman, kalian hati-hati ya" Ucap Atma. Bayu dan Raka pun melanjutkan perjalanan mereka, sementara Atma dan Dion beristirahat sejenak di pinggir sebuah jalan setapak. Setelah beristirahat sekitar 30 menit, Atma dan Dion pun memutuskan untuk melanjutkan perjalanan mereka menyusul 2 teman mereka yang lain dengan mengikuti penunjuk jalan berupa benang berwarna putih dan jejak sepatu dari kedua teman mereka. Namun, belum sempat mereka bertemu dengan kedua teman mereka, penunjuk jalan yang mereka ikuti terputus begitu saja, jejak kaki yang mereka ikuti pun berhenti di tempat mereka berdiri saat itu.
"Gawat.., penunjuk jalannya terputus sampai sini saja, apa yang terjadi pada mereka" Ucap Atma dengan panik dan pasrah.
"Bisa saja tempatnya berada di sekitar sini atau air terjun itu melewati jalan yang tidak memiliki jalan setapak" Dion melihat sekeliling, dan berusaha untuk tenang, namun usahanya nihil, karena kabut yang cukup tebal membatasi pandangan mereka. Meskipun berusaha Dion benar-benar tidak menemukan satupun jejak dari kedua teman mereka.
Setelah mereka berdua berusaha berpikir dan memutar otak, akhirnya mereka memutuskan untuk melanjutkan perjalanan dengan mengikuti jalan setapak yang samar itu.
Di tengah perjalanan Atma dan Dion, mereka tiba-tiba saja mendengar samar suara gemericik air seperti air terjun. Mereka yang hampir putus asa untuk melanjutkan perjalanan itu pun memiliki sedikit harapan untuk bertemu kedua teman mereka dan menemukan air terjun tersebut.
Waktu demi waktu berlalu, Atma dan Dion terus melanjutkan perjalanan dengan membawa harapan, tetapi mereka tidak kunjung juga bertemu dengan kedua teman mereka pun menemukan air terjun tersebut meskipun sedari tadi mereka mengikuti suara dari gemericik air tersebut.
"Dion, aku rasa sebaiknya kita balik saja daripada melanjutkan perjalanan, aku juga takut, bukannya menemukan air terjun, kita malah tersesat" Ucap Atma
"Aku juga merasa sejak tadi kita hanya berputar-putar saja, persediaan yang kita punya juga akan habis jika kita terus berjalan, tapi bagaimana dengan Raka dan Bayu?" Jawab Dion. Belum sempat mereka membuat keputusan, tiba tiba saja terdengar langkah kaki yang terburu-buru menuju ke arah mereka dari belakang yang sontak membuat Atma dan Dion menengok
"Kembali..! Kita harus segera kembali-!" Ucap seseorang yang berlari dengan wajah panik, serta baju dan tubuh yang berlumuran lumpur. Orang itu tidak asing bagi Atma dan Dion, ia adalah salah satu dari teman mereka yang sejak tadi mereka cari
"Raka, kamu kenapa?? Apa yang terjadi?? Di mana Bayu?? " Tanya Atma kepada Raka dengan panik dan khawatir
Namun, tidak sempat Raka menjawab, ia tiba-tiba saja pingsan dan semakinembuat kedua temannya panik dan khawatir
Ketika Raka membuka mata, ia sudah berada di tepi pos pendakian awal dengan kondisi yang masih sama seperti sebelum ia jatuh pingsan.
Kedua temannya duduk di sebelahnya, mereka saling berpandangan. Tidak ada yang berani berbicara. Di kejauhan, kabut perlahan menghilang, meninggalkan sinar matahari pagi yang menembus pepohonan.