cerita ini menceritakan tentang seorang anak yang bergumul karena tidak mendapat dukungan dari orang tua. dimulai dari sikap orang tua yang dingin dan sibuk dengan kegiatannya masing-masing. karena hal itu, anak tersebut merasa bahwa semua orang tidak ada yang mendukung nya. perasaan kecewa terhadap sikap orang tuanya, membuat anak itu pergi dari rumah. dan karena tindakan itu, ia justru bertemu dengan teman yang bisa membuatnya kembali percaya, bahwa dirinya tidak sendirian. dan apapun masalah dalam hidup pasti ada jalan keluarnya.
Namaku Vimala lyandra. aku adalah anak tunggal dari mama papa, usiaku 15 tahun. kini aku duduk di kelas 3 SMP, aku terkenal sebagai anak ceria dan tangguh disekolah, mungkin juga tangguh dirumah, tetapi tidak seceria di sekolah. aku sering mengikuti kegiatan kegiatan disekolah, dan kegiatan yang sangat aku sukai adalah mengikuti lomba futsal putri yang diadakan 3bulan sekali disekolah. dua minggu lagi tim futsal sekolahku ingin mengirim anggota tim futsal putri untuk mengikuti perlombaan antar provinsi, dan kami para siswi yang menjadi anggota tim diwajibkan untuk meminta ijin terlebih dahulu pada orang tua masing-masing. sore itu aku pulang dengan semangat, membawa selembar kertas berisikan surat ijin yang harus ditanda tangani oleh wali murid. begitu memasuki rumah, aku langsung melihat mamaku yang sedang duduk di sofa dan memainkan ponsel ditangannya. "mama.." panggilku dengan semangat dan menghampiri nya, "ma, vi mau minta pendapat mama seka-" belum selesai aku berbicara, mama sudah berucap "mama lagi sibuk vi, tanya papa aja." untuk sesaat aku terdiam, bahkan tanpa menoleh sedikitpun kearahku mama langsung menolakku yang meminta pendapat darinya.
dengan keyakinan aku berjalan dengan lesu menuju kamar, mungkin nanti papa tidak seperti mama yang langsung mengabaikanku. pukul sembilan malam papa baru pulang dari tempat kerja nya, ia terlihat letih. aku langsung beranjak menuju dapur dan membuatkannya teh hangat. "pa, ini tehnya.." ucapku kemudian duduk disampingnya. papa menerima teh itu dengan senyuman. aku perlahan mengeluarkan selembar kertas, "apa itu vi?" papa bertanya lebih dulu tentang kertas yang aku keluarkan.didalam hatiku sangat senang, aku berfikir bahwa aku masih memiliki dukungan dari papa. namun rasa senang itu pudar begitu saja, sesaat setelah papa langsung menanda tangani surat ijin itu tanpa membacanya. papa langsung beranjak meninggalkanku yang terdiam disana, aku tersenyum tipis didalam hatiku aku menertawai diri sendiri, berharap apa? meski papa menandatangani nya, tidak ada rasa senang sedikitpun dihatiku. aku justru semakin merasa diabaikan.
dua minggu telah berlalu, sekolah kami memenangkan kejuaraan futsal putri antar provinsi dan menempati juara pertama, para anggota tim diminta untuk mengundang orang tua agar hadir di acara penerimaan hadiah juga piagam penghargaan. besok masih hari minggu dan penerimaan hadiah dihari senin, setelah pulang sekolah aku berniat memberitahu mama papa. agar mereka bisa hadir diacara itu. namun saat memasuki rumah, aku mendengar suara bising dari arah kamar mama papa. aku perlahan berjalan mendekat menuju kamar mereka, aku melihat mereka sedang berdebat hebat. aku hanya memandang mereka dari luar pintu kamar, cukup lama aku berdiri disana sampai aku memberanikan diri untuk mengetuk pintu kamar itu agar mereka berhenti berdebat. "ma.. pa.." panggilku pelan setelah mengetuk pintu kamar itu, membuat mereka berhenti berdebat dan menatap kearahku. "surat undangan dari sekolah" ucapku lagi sambil menyodorkan amplop yang berisi undangan, mama berjalan kearah ku lalu mengambilnya dan berkata "nanti mama baca" kemudian mama meletakkan amplop itu diatas meja, lalu menutup pintu kamarnya. dan kembali melanjutkan perdebatan mereka.
aku memasuki kamarku, namun suara perdebatan mama papa benar benar membuatku merasa muak, dengan perasaan kesal aku mengambil tasku lalu pergi dari rumah. aku duduk dikursi taman, menatap keseliling dimana banyak orang-orang dengan keluarganya terlihat begitu dekat. aku menatap langit berharap tuhan masih memberikan belas kasihannya, tak berselang lama setelah berharap. sebuah dron terjatuh disampingku, dron itu seperti bergerak tak beraturan sebelumnya dan akhirnya terjatu di sebelahku.
seseorang terlihat berlari kecil menuju kearahku, ia adalah seorang pemuda pemilik dron yang terjatuh disebelahku."maaf ya kak. hosh.. hosh.." ucapnya dengan deru nafas yang menggebu, karena ia habis berlari. aku hanya mengangguk lalu kembali menatap kearah langit, namun tanpa ku duga pemuda itu justru ikut duduk disampingku sambil memeriksa dron miliknya. aku sesekali meliriknya, dia lalu membuka suara setelah selesai memperbaiki dron itu. "ada apa sih dilangit?" ucapnya dengan tawa ringan. "ada sebuah harapan yang aku angankan." jawabku tanpa menoleh. "jangan cuma menaruh harapan, tapi kamu juga harus berani melewati ujian sebelum harapan itu terwujud." ucapnya lagi, aku lalu menolehnya. pandangan kami bertemu, pemuda itu tersenyum kearahku. "januar pradipta" ucapnya lagi sambil menyodorkan tangannya , mengajakku berkenalan. aku menjabat tangannya "vimala" ucapku singkat.
setelah berkenalan, januar menoleh kearah tasku lalu menatapku. "baru pulang sekolah?" tanyanya. aku menjawabnya dengan anggukan, walau sebenarnya aku kabur dari rumah.
"aku bolehkan jadi temanmu?" ucapnya lagi, kemudian aku kembali menoleh kearahnya. "kenapa mau jadi temanku?"jawabku, lalu aku menatap keseliling, ada banyak orang ditaman ini tapi kenapa dia justru ingin berteman dengan orang yang menyendiri sepertiku.
"jangan salah paham, aku liat kamu menyendiri dari tadi. jadi aku fikir kamu butuh teman." dia tersenyum menatapku, "aku tidak memaksa, tapi kamu bisa cerita ke aku kalau kamu butuh tempat cerita." setelah mengatakan hal itu januar berdiri dari duduknya. "dunia ini luas.. jangan biarin diri kamu sendirian. aku ngga tahu apa masalah kamu, tapi pergi dari rumah bukan solusi yang tepat. jangan lama-lama diluar, setelah lega langsung pulang." aku terdiam mendengar ucapannya, dan bertanya-tanya bagaimana dia bisa tahu aku kabur dari rumah?
tapi perkataannya saat ini membuat perasaanku sedikit menghangat, aku jadi merasa mendapatkan perhatian yang selama ini aku iming-imingkan dari kedua orangtuaku. namun, kenyataannya.. aku justru mendapatkan perasaan perhatian itu dari seseorang yang baru saja aku kenal.
januar hendak pergi, tapi sebelum itu aku berkata padanya "makasih, aku mau jadi teman kamu" aku tersenyum kearahnya dan dia membalas dengan senyuman nya juga. "mau coba main dron ngga?" ajaknya, sambil menyodorkan remot kontrol dron kearahku. dan akupun mengambilnya dengan senang, sampai sampai kami menghabiskan waktu hingga malam bermain dron.
sore itu aku merasa benar-benar senang, dan akhirnya aku memutuskan untuk kembali pulang. ntah bagaimana kondisi dirumah, apa mama papa sadar aku pergi.. atau justru mereka masih saja berdebat. yang jelas, aku tidak merasa sendirian lagi.
satu hal yang aku pelajari dari pertemuanku dengan januar, akan selalu ada seseorang yang menghargai kita dan selalu mendukung kita disaat saat tersulit. meski itu tak bisa menyembuhkan perasaan kecewa, tetapi kita hanya perlu yakin bahwa kita mampu melewatinya.
hari senin pun tiba, dimana kami para anggota tim futsal putri menerima hadiah. semua wali murid terlihat begitu antusias, namun aku tak melihat mama papa diantara wali murid yang hadir. hatiku kembali kecewa, namun kali ini seperti sudah terbiasa. nama kami satu persatu dipanggil untuk menerima piagam dengan didampingi orang tua, dan saat giliranku tiba.. aku melangkah sendirian, guruku pun bertanya "loh mana orang tua kamu vi?" aku menanggapinya dengan senyuman sebelum berkata "mama papa tid-" belum selesai aku berkata, aku mendengar suara mama dari kejauhan "sebentar pak!" teriak mama sambil berlari kecil menuju kearahku. aku tersenyum melihat mama yang ternyata hadir untuk mendampingiku menerima piagam dan juga hadiah dari sekolah.
baru sebentar diriku merasa senang, aku kembali dibuat kecewa saat mama menarikku sedikit menjauh dari sana dan berkata, "lain kali ngga usah ikut lomba begini lagi. kamu itu cewe vi! lebih bagus kalau kamu ikut lomba cerdas cermat, mama pasti lebih bangga nemenin kamu ambil piagamnya." dengan air mata yang hampir jatuh dari pelupuk mataku, aku menjawab mama "mama bikin aku kecewa." aku berlari keluar sekolah tanpa memperdulikan teriakan dari mama. aku terus berlari menjauh dan berakhir berjalan di trotoar, dengan air mata yang sudah jatuh tak bisa kubendung lagi.
cukup lama aku berjalan sendiri menyusuri trotoar jalanan yang tak begitu ramai, sampai.. "tin! tin!" suara klakson motor itu membuyarkan lamunanku dari jalanan yang sejak tadi aku tatap.
"vimala?.. kamu ngga sekolah?" ternyata itu januar, dia memberhentikan motornya lalu berjalan kearahku. saat dirinya berdiri didepanku aku tak berani untuk menatap kearahnya. Karena aku yakin wajahku saat ini terlihat begitu buruk dengan kantong mata yang membengkak sehabis menangis.
"mau aku anter balik ke sekolah atau mau aku anter pulang?" tanya januar, namun aku yang tidak ingin kembali ke sekolah ataupun pulang kerumah hanya diam tanpa menjawab pertanyaan dari januar. dengan tiba tiba januar menariku kearah motor nya, "ayo naik, aku anter pulang" kali ini aku mengangguk lalu menaiki motornya. diperjalanan pulang, januar tak henti-hentinya mengajakku berbicara, seperti sedang menghiburku.
sekali lagi.. aku kembali dikecewakan oleh orang tuaku sendiri. dan sekarang aku tidak tahu apakah nanti, aku masih bisa seceria dulu lagi.